Ada tiga hal yang menjadi ciri karya de Saussure: struktur tanda (relasi antara significant signifie), hubungan antar tanda (sintagmatik dan asosiatif), dan oposisi biner. Jelaskan. Jadi, apa yang dimaksud dengan “struktur”? Kemudian, bagaimana konsep struktur berkembang di kalangan pascastrukturalis? Jelaskan dengan contoh. (pilih salah satu: Barthes, Derrida, atau Giddens).
Penulis dalam menjawab pertanyaan dari bapak Prof. Dr. Benny H. Hoed mengambil tulisan dari bapak Benny, http://www.scribd.com/doc/25414802/ Kebudayaan-Sebagai-Sistem-Struktural, tentang “Kebudayaan sebagai Sistem Struktural” diakses tanggal 8 Mei 2010.
Tiga hal yang menjadi ciri karya de Saussure:1. Struktur tanda (relasi antara significant signifie) adalah struktur tanda dalam bahasa terdiri dari yang menandai (significant, signifier, penanda) dan ditandai (signifie, signified, petanda). Baik penanda maupun petanda tidaklah dapat dipisahkan satu dari yang lainnya. Baik penanda maupun tanda bersifat mental penanda adalah citra bunyi sedangkan petanda adalah gagasan atau konsep. Sebagai contoh penanda “perpustakaan” dan petandanya adalah arti “perpustakaan” yang ada baik dalam pikiran pendengar mapun pembicara.
Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi atau in absentia antara ‘yang ditandai’ (signified) dan ‘yang menandai’ (signifier).Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa (Bertens, 2001:180).
2. Hubungan antar tanda ada 2 hubungan, diantaranya yaitu:
(1) Hubungan sintagmatik adalah hubungan mata rantai di dalam rangkaian ujaran. Jadi, unsur-unsurnya berada dalam susunan yang berada dalam ruang dan waktu yang sama. Sebagai contoh: saya membaca buku. Penjelasannya: (a) Saya (subyek), (b) membaca (verba) dan (c) buku (objek). Ketiganya memiliki hubungan sintagmatik.
(2) Hubungan asosiatif adalah hubungan in absentia, yaitu unsur-unsurnya tidak berada dalam ruang dan waktu yang sama tetapi merupakan jaringan yang didasari oleh perbedaan. Asosiatif dapat juga dijelaskan sebagai kata-kata yang mempunyai kesamaan berasosiasi dalam pikiran. Sebagai contoh: saya membaca buku di perpustakaan. Kata saya dapat diganti dengan kata lain seperti kamu, dia, ibu, ayah dan kata lainnnya. Contoh lainnya, verba membaca dapat pula diganti dengan verba lainnya sehingga kalimat tersebut menjadi: saya mengembalikan buku di perpustakaan.
3. Hubungan oposisi biner, yaitu hubungan perbedaan antara satu tanda dengan tanda lainnya yang digunakan. Contohnya: “baca” dan “informasi” menunjukkan kalau “b” dan “i” adalah fonem yang berbeda karena kedua fonem tersebut membedakan arti.
Pengertian Struktur
Disebutkan dalam http://www.scribd.com/doc/25414802/ Kebudayaan-Sebagai-Sistem-Struktural, tentang “Kebudayaan sebagai Sistem Struktural” diakses tanggal 8 Mei 2010, tulisan dari bapak Prof. Dr. Benny H. Hoed bahwa struktur adalah bangun (teoritis) yang terdiri atas unsur-unsur yang berhubugan satu sama lain dalam satu kesatuan. Struktur memiliki 3 sifat, yaitu: 1) merupakan totalitas 2) bersifat traformatif dan 3) bersifat otoregulatif.
Secara umum, suatu struktur adalah suatu sistem transformasi, yang sebagai sistem dikuasai oleh hukum-hukum tertentu dan mempertahankan atau malahan memperkaya dirinya sendiri karena cara dijalankannya transformasi-transformasi tersebut tidak mendobrak.
Sedangkan gagasan kebudayaan sebagai sistem structural bertolak dari anggapan bahwa kebudayaan adalah sistem mental yag mengandung semua hal yang harus diketahui individu agar dapat berperilaku dan bertindak sedemikian rupa sehingga dapat diterima dan dianggap wajar oleh sesama warga masyarakatnya. Oleh karena itu, gerakan Strukturalisme adalah aliran yang melihat berbagai gejala budaya dan alamiah sebagai bangun teoritis (abstrak) yang terdiri atas unsure-unsur yang berhubungan satu sama lain. Dengan kata lain, gerakan strukturalisme, yang melihat kebudayaan sebagai suatu sistem masyarakat dengan struktur yang teratur dan berpola, bertujuan untuk menjelaskan dan memahami struktur tersebut.
Konsep Struktur Barthes
Dalam menjawab “bagaimana konsep struktur berkembang di kalangan pascastrukturalis”? Penulis mengambil pendapat Roland Barthes sebagai salah seorang tokoh pascastrukturalis dan mengembangkan konsep struktur dengan memodifikasi teori signifikasi Ferdinand De Saussure untuk menjelaskan mitos.
Segala bentuk mitos menurut Barthes, terbentuk sebagai tanda tahap kedua yang dinaturalkan dalam proses sejarah. Bila mitos dalam masa purba dipandang sebagai ujaran yang tidak memiliki nilai kebenaran ultima pada dirinya, Barthes justru berpandangan, bahwa mitos adalah produk dalam dunia sosial yang terus tercipta dan diciptakan. Mitos tidak hanya lahir dalam masyarakat tradisional, namun elemen-elemen masyarakat modern sekalipun, selalu terkungkung dalam proses kerja mitos saat mereka melangsungkan tindakan komunikasi.
Mitos terbentuk dalam sistem tanda, dan tidak dapat diandaikan tak hadir saat makna tanda terbangun dalam sistem sosial. Dunia modern dalam klaim Barthes adalah sebuah dunia yang dipenuhi mitos, dan tak bisa lepas dari mitos-mitos itu. Demokrasi, agama, sepeda gunung, gender, citra pakaian, dan sebagainya, adalah mitos-mitos dunia modern yang harus dipandang sama saat melihat generasi terdahulu membentuk ujaran-ujaran tertentu yang kerap disebut masyarakat modern kini sebagai mitos dan tak ilmiah. Mitos lahir dalam proses sejarah, dan dipelihara oleh sejarah untuk menjadi tanda tahap pertama yang denotatif..
Lebih lanjut Sunardi (2004) menyatakan bahwa teori mitos dikembangkan Barthes untuk melakukan kritik atas ideologi budaya massa (budaya media). Mitos berkembang dalam kontek yang lebih modern. Media massa seperti gambar juga dapat melahirkan gagasan atau sering disebut mitos. Masyarakat modern tidak bisa dilepaskan dari media ini. Segala aktivitas dan bentuk komunikasi sangat berkaitan erat dengan media ini. Terutama sekali adalah media massa yang identik dengan gambar.
Media massa setiap hari akan menampilkan foto atau gambar yang mengandung pesan-pesan tertentu. Ada beberapa alasan mengapa Barthes membahas persoalan gambar; yang pertama adalah ia ingin mengembangkan sebuah pendekatan struktural untuk membaca foto media. Kedua, Barthes ingin melihat fungsi dan kedudukan gambar dalam pembentukan budaya media. Foto juga memiliki fungsi ideologis. Gambar memiliki peran penyampai informasi yang terkadang lebih efektif kepada masyarakat. Itulah kenapa foto atau gambar juga sering dianggap sebagai bagian dari propaganda. Dalam dunia bisnis gambar sering digabungkan dengan kata-kata. Dalam iklan gambar lebih menekankan pada fungsi memperjelas atau memberikan daya tarik.
Daftar Pustaka
Bangsamanusia. Titik Temu Semiotika Signifikasi & Semiotika Komunikasi; Sebuah Pengantar Pada Semiotika. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://benietzsche.wordpress.com/2009/12/05/titik-temu-semiotika-signifikasi-semiotika-komunikasi-sebuah-pengantar-pada-semiotika/
BEM F. HUMBUD. Semiotika. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://humbud.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=353%3Asemiotika&catid=122%3Asemiotika&Itemid=105&showall=1
Benny H. Hoed. Kebudayaan sebagai Sistem Struktural. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://www.scribd.com/doc/25414802/ Kebudayaan-Sebagai-Sistem-Struktural
Wajiran. Dalam menganalisa Semiotika Negativa Karya St. Sunardi. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://coffee-cat.net/c2o/catalogue/lang/details/29413.html
Penulis dalam menjawab pertanyaan dari bapak Prof. Dr. Benny H. Hoed mengambil tulisan dari bapak Benny, http://www.scribd.com/doc/25414802/ Kebudayaan-Sebagai-Sistem-Struktural, tentang “Kebudayaan sebagai Sistem Struktural” diakses tanggal 8 Mei 2010.
Tiga hal yang menjadi ciri karya de Saussure:1. Struktur tanda (relasi antara significant signifie) adalah struktur tanda dalam bahasa terdiri dari yang menandai (significant, signifier, penanda) dan ditandai (signifie, signified, petanda). Baik penanda maupun petanda tidaklah dapat dipisahkan satu dari yang lainnya. Baik penanda maupun tanda bersifat mental penanda adalah citra bunyi sedangkan petanda adalah gagasan atau konsep. Sebagai contoh penanda “perpustakaan” dan petandanya adalah arti “perpustakaan” yang ada baik dalam pikiran pendengar mapun pembicara.
Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi atau in absentia antara ‘yang ditandai’ (signified) dan ‘yang menandai’ (signifier).Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa (Bertens, 2001:180).
2. Hubungan antar tanda ada 2 hubungan, diantaranya yaitu:
(1) Hubungan sintagmatik adalah hubungan mata rantai di dalam rangkaian ujaran. Jadi, unsur-unsurnya berada dalam susunan yang berada dalam ruang dan waktu yang sama. Sebagai contoh: saya membaca buku. Penjelasannya: (a) Saya (subyek), (b) membaca (verba) dan (c) buku (objek). Ketiganya memiliki hubungan sintagmatik.
(2) Hubungan asosiatif adalah hubungan in absentia, yaitu unsur-unsurnya tidak berada dalam ruang dan waktu yang sama tetapi merupakan jaringan yang didasari oleh perbedaan. Asosiatif dapat juga dijelaskan sebagai kata-kata yang mempunyai kesamaan berasosiasi dalam pikiran. Sebagai contoh: saya membaca buku di perpustakaan. Kata saya dapat diganti dengan kata lain seperti kamu, dia, ibu, ayah dan kata lainnnya. Contoh lainnya, verba membaca dapat pula diganti dengan verba lainnya sehingga kalimat tersebut menjadi: saya mengembalikan buku di perpustakaan.
3. Hubungan oposisi biner, yaitu hubungan perbedaan antara satu tanda dengan tanda lainnya yang digunakan. Contohnya: “baca” dan “informasi” menunjukkan kalau “b” dan “i” adalah fonem yang berbeda karena kedua fonem tersebut membedakan arti.
Pengertian Struktur
Disebutkan dalam http://www.scribd.com/doc/25414802/ Kebudayaan-Sebagai-Sistem-Struktural, tentang “Kebudayaan sebagai Sistem Struktural” diakses tanggal 8 Mei 2010, tulisan dari bapak Prof. Dr. Benny H. Hoed bahwa struktur adalah bangun (teoritis) yang terdiri atas unsur-unsur yang berhubugan satu sama lain dalam satu kesatuan. Struktur memiliki 3 sifat, yaitu: 1) merupakan totalitas 2) bersifat traformatif dan 3) bersifat otoregulatif.
Secara umum, suatu struktur adalah suatu sistem transformasi, yang sebagai sistem dikuasai oleh hukum-hukum tertentu dan mempertahankan atau malahan memperkaya dirinya sendiri karena cara dijalankannya transformasi-transformasi tersebut tidak mendobrak.
Sedangkan gagasan kebudayaan sebagai sistem structural bertolak dari anggapan bahwa kebudayaan adalah sistem mental yag mengandung semua hal yang harus diketahui individu agar dapat berperilaku dan bertindak sedemikian rupa sehingga dapat diterima dan dianggap wajar oleh sesama warga masyarakatnya. Oleh karena itu, gerakan Strukturalisme adalah aliran yang melihat berbagai gejala budaya dan alamiah sebagai bangun teoritis (abstrak) yang terdiri atas unsure-unsur yang berhubungan satu sama lain. Dengan kata lain, gerakan strukturalisme, yang melihat kebudayaan sebagai suatu sistem masyarakat dengan struktur yang teratur dan berpola, bertujuan untuk menjelaskan dan memahami struktur tersebut.
Konsep Struktur Barthes
Dalam menjawab “bagaimana konsep struktur berkembang di kalangan pascastrukturalis”? Penulis mengambil pendapat Roland Barthes sebagai salah seorang tokoh pascastrukturalis dan mengembangkan konsep struktur dengan memodifikasi teori signifikasi Ferdinand De Saussure untuk menjelaskan mitos.
Segala bentuk mitos menurut Barthes, terbentuk sebagai tanda tahap kedua yang dinaturalkan dalam proses sejarah. Bila mitos dalam masa purba dipandang sebagai ujaran yang tidak memiliki nilai kebenaran ultima pada dirinya, Barthes justru berpandangan, bahwa mitos adalah produk dalam dunia sosial yang terus tercipta dan diciptakan. Mitos tidak hanya lahir dalam masyarakat tradisional, namun elemen-elemen masyarakat modern sekalipun, selalu terkungkung dalam proses kerja mitos saat mereka melangsungkan tindakan komunikasi.
Mitos terbentuk dalam sistem tanda, dan tidak dapat diandaikan tak hadir saat makna tanda terbangun dalam sistem sosial. Dunia modern dalam klaim Barthes adalah sebuah dunia yang dipenuhi mitos, dan tak bisa lepas dari mitos-mitos itu. Demokrasi, agama, sepeda gunung, gender, citra pakaian, dan sebagainya, adalah mitos-mitos dunia modern yang harus dipandang sama saat melihat generasi terdahulu membentuk ujaran-ujaran tertentu yang kerap disebut masyarakat modern kini sebagai mitos dan tak ilmiah. Mitos lahir dalam proses sejarah, dan dipelihara oleh sejarah untuk menjadi tanda tahap pertama yang denotatif..
Lebih lanjut Sunardi (2004) menyatakan bahwa teori mitos dikembangkan Barthes untuk melakukan kritik atas ideologi budaya massa (budaya media). Mitos berkembang dalam kontek yang lebih modern. Media massa seperti gambar juga dapat melahirkan gagasan atau sering disebut mitos. Masyarakat modern tidak bisa dilepaskan dari media ini. Segala aktivitas dan bentuk komunikasi sangat berkaitan erat dengan media ini. Terutama sekali adalah media massa yang identik dengan gambar.
Media massa setiap hari akan menampilkan foto atau gambar yang mengandung pesan-pesan tertentu. Ada beberapa alasan mengapa Barthes membahas persoalan gambar; yang pertama adalah ia ingin mengembangkan sebuah pendekatan struktural untuk membaca foto media. Kedua, Barthes ingin melihat fungsi dan kedudukan gambar dalam pembentukan budaya media. Foto juga memiliki fungsi ideologis. Gambar memiliki peran penyampai informasi yang terkadang lebih efektif kepada masyarakat. Itulah kenapa foto atau gambar juga sering dianggap sebagai bagian dari propaganda. Dalam dunia bisnis gambar sering digabungkan dengan kata-kata. Dalam iklan gambar lebih menekankan pada fungsi memperjelas atau memberikan daya tarik.
Daftar Pustaka
Bangsamanusia. Titik Temu Semiotika Signifikasi & Semiotika Komunikasi; Sebuah Pengantar Pada Semiotika. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://benietzsche.wordpress.com/2009/12/05/titik-temu-semiotika-signifikasi-semiotika-komunikasi-sebuah-pengantar-pada-semiotika/
BEM F. HUMBUD. Semiotika. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://humbud.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=353%3Asemiotika&catid=122%3Asemiotika&Itemid=105&showall=1
Benny H. Hoed. Kebudayaan sebagai Sistem Struktural. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://www.scribd.com/doc/25414802/ Kebudayaan-Sebagai-Sistem-Struktural
Wajiran. Dalam menganalisa Semiotika Negativa Karya St. Sunardi. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://coffee-cat.net/c2o/catalogue/lang/details/29413.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar