Semiotika berasal dari kata Yunani: semeion, yang berarti tanda. Semieon adalah istilah yang digunakan oleh orang Greek untuk merujuk kepada sains yang mengkaji sistem perlambangan atau sistem tanda dalam kehidupan manusia. Daripada akar kata inilah terbentuknya istilah semiotik, yaitu kajian sastera yang bersifat saintifik yang meneliti sistem perlambangan yang berhubung dengan tanggapan dalam karya.
Bila melihat dalam sekejab, gambar Garuda di atas berfungsi sebagai pemberi informasi tentang kejadian atau peristiwa yang akan diinformasikan. Dan Garuda digambarkan dibuat semirip mungkin dengan peristiwa yang berlangsung dan memberikan pesan secara langsung. Untuk lebih menganalisa gambar Garuda dan dalam menjawab soal ini, penulis mengambil tulisan dari ibu Okke K.S. Zaimar yang terdapat di http://www.scribd.com/doc/25414918/Kebudayaan-sebagai-tanda diakses tanggal 7 Mei 2010 yang menyataka bahwa Garuda Pancasila adalah mitos karena mengandung sekumpulan pesan. Oleh karena itu, gambar ini akan dianalisis dengan menggunkan teori mitos Roland Barthes yang berdasarkan teori signifikasi Ferdinand De Saussure.
Gambar Garuda merupakan lambang negara Indonesia. Gambar ini akan dianalisis dari segi denotatif dan konotatif. Secara denotatif, simbol-simbol di dalam perisai masing-masing melambangkan sila-sila dalam Pancasila yaitu: Bintang melambangkan sila kesatu. Rantai melambangkan sila kedua. Pohon beringin melambangkan sila ketiga. Kepala banteng melambangkan sila keempat. Terakhir, padi dan kapas melambangkan sila kelima.
Untuk memahami makna denotatif, penulis mengutip dari Spradley (l997:122) menjabarkan makna denotatif meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (makna referensial). Piliang (1998:14) mengartikan makna denotatif adalah hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam pertandaan tahap denotatif, Misalnya, ada gambar manusia, binatang, pohon, rumah. Warnanya juga dicatat, seperti merah, kuning, biru, putih, dan sebagainya. Pada tahapan ini hanya informasi data yang disampaikan.
Secara konotatif menurut ibu Okke sebagai pembaca mitos bahwa Burung Garuda melambangkan kekuatan karena garuda adalah burung besar kuat yang dapat terbang tinggi dan mengalahkan lawan-lawannya. Di sisi lain garuda menakutkan karena garuda suka memangsa hewan yang lemah dan lebih kecil misalnya ayam, tikus dan lain-lain. Oleh karena itu, menurut pendapat ibu Okke, burung garuda tidak hanya melambangkan kekuatan negara Indonesia tetapi juga melambangkan pemerintahan yang otoriter. Sebagai seorang warga negara Indonesia, merasa terintimidasi dengan gambar garuda yang kuat karena gambar garuda tersebut menyampaikan pesan bahwa semua warga negara (yang dapat disamakan dengan mahluk kecil dan lemah) harus tunduk pada Pancasila jika ingin selamat.
Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Yusita Kusumarini,2006). Penanda bahasa konotatif membantu untuk menyodorkan makna baru yang melampaui makna asalnya atau dari makna denotasinya.
Terakhir ibu Okke menyimpulkan bahwa, semua simbol yang ada di gambar Burung Garuda menunjukkan bahwa garuda adalah mitos yang digunakan pemerintah untuk menunjukkan supremasi kekuasaannya atas semua warga negara Indonesia. Akan tetapi, ibu Okke menyadari bahwa interpretasi mitos bersifat subjektif. Selain itu, seperti yang dipercayai oleh para pascamodernis dan pascastrukturalis khususnya Nietzchean, ibu Okke menyadari bahwa kebenaran mutlak itu tidak ada. Oleh karena itu, mitos garuda ini dapat di interpretasikan secara beragam dan menghasilkan interpretasi yang berbeda-beda. Contohnya: Garuda Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah burung yang memiliki perlambang yang kaya makna. Namun bagi orang yang memiliki latar budaya berbeda, seperti orang Eskimo, misalnya, Garuda Pancasila hanya dipandang sebagai burung elang biasa.
BibliografiAnang Hermawan. Mitos dan bahasa Media: Mengenal Semiotika Roland Barthes. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://www.averroes.or.id/thought/mitos-dan-bahasa-media-mengenal-semiotika-roland-barthes.html
Junaedi. 2008. Teori Semiotik. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://junaedi2008.blogspot.com/2009/01/teori-semiotik.html
Okke K. S. Zaimar. Kebudayaan sebagai sistem tanda. Diakses tanggal 7 Mei 2010. http://www.scribd.com/doc/25414875/Kebudayaan-Sebagai-Sistem-Tanda
Okke K. S. Zaimar. Kebudayaan sebagai Tanda. Diakses tanggal 7 Mei 2010. http://www.scribd.com/doc/25414918/Kebudayaan-sebagai-tanda
Sumbo Tinarbuko. Semiotika Iklan Sosial. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://dgi-indonesia.com/semiotika-iklan-sosial/
Zulkarnain Yani. Pengantar Teori Semiotik. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://zulkarnainyani.wordpress.com/2009/02/09/pengantar-teori-semiotik/
Bila melihat dalam sekejab, gambar Garuda di atas berfungsi sebagai pemberi informasi tentang kejadian atau peristiwa yang akan diinformasikan. Dan Garuda digambarkan dibuat semirip mungkin dengan peristiwa yang berlangsung dan memberikan pesan secara langsung. Untuk lebih menganalisa gambar Garuda dan dalam menjawab soal ini, penulis mengambil tulisan dari ibu Okke K.S. Zaimar yang terdapat di http://www.scribd.com/doc/25414918/Kebudayaan-sebagai-tanda diakses tanggal 7 Mei 2010 yang menyataka bahwa Garuda Pancasila adalah mitos karena mengandung sekumpulan pesan. Oleh karena itu, gambar ini akan dianalisis dengan menggunkan teori mitos Roland Barthes yang berdasarkan teori signifikasi Ferdinand De Saussure.
Gambar Garuda merupakan lambang negara Indonesia. Gambar ini akan dianalisis dari segi denotatif dan konotatif. Secara denotatif, simbol-simbol di dalam perisai masing-masing melambangkan sila-sila dalam Pancasila yaitu: Bintang melambangkan sila kesatu. Rantai melambangkan sila kedua. Pohon beringin melambangkan sila ketiga. Kepala banteng melambangkan sila keempat. Terakhir, padi dan kapas melambangkan sila kelima.
Untuk memahami makna denotatif, penulis mengutip dari Spradley (l997:122) menjabarkan makna denotatif meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (makna referensial). Piliang (1998:14) mengartikan makna denotatif adalah hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam pertandaan tahap denotatif, Misalnya, ada gambar manusia, binatang, pohon, rumah. Warnanya juga dicatat, seperti merah, kuning, biru, putih, dan sebagainya. Pada tahapan ini hanya informasi data yang disampaikan.
Secara konotatif menurut ibu Okke sebagai pembaca mitos bahwa Burung Garuda melambangkan kekuatan karena garuda adalah burung besar kuat yang dapat terbang tinggi dan mengalahkan lawan-lawannya. Di sisi lain garuda menakutkan karena garuda suka memangsa hewan yang lemah dan lebih kecil misalnya ayam, tikus dan lain-lain. Oleh karena itu, menurut pendapat ibu Okke, burung garuda tidak hanya melambangkan kekuatan negara Indonesia tetapi juga melambangkan pemerintahan yang otoriter. Sebagai seorang warga negara Indonesia, merasa terintimidasi dengan gambar garuda yang kuat karena gambar garuda tersebut menyampaikan pesan bahwa semua warga negara (yang dapat disamakan dengan mahluk kecil dan lemah) harus tunduk pada Pancasila jika ingin selamat.
Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Yusita Kusumarini,2006). Penanda bahasa konotatif membantu untuk menyodorkan makna baru yang melampaui makna asalnya atau dari makna denotasinya.
Terakhir ibu Okke menyimpulkan bahwa, semua simbol yang ada di gambar Burung Garuda menunjukkan bahwa garuda adalah mitos yang digunakan pemerintah untuk menunjukkan supremasi kekuasaannya atas semua warga negara Indonesia. Akan tetapi, ibu Okke menyadari bahwa interpretasi mitos bersifat subjektif. Selain itu, seperti yang dipercayai oleh para pascamodernis dan pascastrukturalis khususnya Nietzchean, ibu Okke menyadari bahwa kebenaran mutlak itu tidak ada. Oleh karena itu, mitos garuda ini dapat di interpretasikan secara beragam dan menghasilkan interpretasi yang berbeda-beda. Contohnya: Garuda Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah burung yang memiliki perlambang yang kaya makna. Namun bagi orang yang memiliki latar budaya berbeda, seperti orang Eskimo, misalnya, Garuda Pancasila hanya dipandang sebagai burung elang biasa.
BibliografiAnang Hermawan. Mitos dan bahasa Media: Mengenal Semiotika Roland Barthes. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://www.averroes.or.id/thought/mitos-dan-bahasa-media-mengenal-semiotika-roland-barthes.html
Junaedi. 2008. Teori Semiotik. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://junaedi2008.blogspot.com/2009/01/teori-semiotik.html
Okke K. S. Zaimar. Kebudayaan sebagai sistem tanda. Diakses tanggal 7 Mei 2010. http://www.scribd.com/doc/25414875/Kebudayaan-Sebagai-Sistem-Tanda
Okke K. S. Zaimar. Kebudayaan sebagai Tanda. Diakses tanggal 7 Mei 2010. http://www.scribd.com/doc/25414918/Kebudayaan-sebagai-tanda
Sumbo Tinarbuko. Semiotika Iklan Sosial. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://dgi-indonesia.com/semiotika-iklan-sosial/
Zulkarnain Yani. Pengantar Teori Semiotik. Diakses tanggal 8 Mei 2010. http://zulkarnainyani.wordpress.com/2009/02/09/pengantar-teori-semiotik/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar