Rabu, 22 Oktober 2008

minat baca siswa di perpustakaan

Di artikel ini saya akan mencoba mengatakan bahwa minat baca dan tulis bangsa Indonesia ini tidak dibangun secara dini karena perpustakaannya tidak menarik untuk dikunjungi atau bahkan tidak ada sama sekali.
Di sudut kota kecil lain di Jawa, perpustakaan sekolah adalah sebuah ruang 3X4 m2 yang dibuka ketika ada yang ingin mengunjunginya. Buku-bukunya pun sudah berdebu dan ada bekas sarang laba-laba disitu menandakan sangat jarangnya rak-rak itu dijamah.
Seorang guru yang memegang kunci perpustakaan itupun dengan malu-malu mengakui bahwa perpustakaan tersebut memang jarang dibuka karena tidak ada petugas yang melayaninya. Sehingga guru yang bertanggung jawab memegang kunci ruang tersebut. Di Madrasah Tsanawiyah di Pesisir utara pulau jawa, lain lagi ceritanya. Perpustakaan tampak bersih. Ruangan seluas kira-kira 6X8m2 dengan lantai keramik putih itu tampak ramai dikunjungi oleh para siswanya.
Seorang petugas tampak telaten melayani para siswa yang mau meminjam ataupun mengembalikan buku. Tetapi keanehan mulai nampak ketika petugas tersebut meminta tolong para siswa yang sudah mengembalikan buku itu untuk meletakkan sendiri di raknya. Dan ketika diamati lebih lanjut, buku-buku itu hanya di tumpuk begitu saja tanpa adanya sistem klasifikasinya maupun katalogisasinya. Petugas perpustakaan itu menjelaskan bahwa dia sudah empat tahun bertugas diperpustakaan tetapi belum pernah mengikuti pelatihan tentang perpustakaan karena beliau belum pegawai negeri.
Syarat-syarat untuk mengikuti pelatihan perpustakan adalah pegawai negeri. Maka sekolah tersebut mengirimkan salah seorang guru yang sudah pegawai negeri untuk mengikuti pelatihan tersebut. Dan guru tersebut adalah guru pustakawan di madrasah tersebut. Guru adalah guru. Tugas utama beliau adalah mengajar sehingga beliau menyerahkan urusan perpustakaan tersebut kepada petugas perpustakaan yang tak pernah mengenyam pelatihan bagaimana menata buku-buku sesuai dengan kaidah-kaidah perpustakaan ini.
Perpustakaan sebagai lembaga penunjang pendidikan nampaknya masih dianggap kurang penting. Sehingga berbagai kebijakan yang diambil oleh pihak yang berwenang selalu lebih mengutamakan pengembangan di bidang lain.
Perpustakaan berada di ruang yang sangat sempit, atau seruang dengan kantor guru atau di dekat WC, atau malah tidak ada sama sekali masih merupakan pemandangan yang umum di Indonesia ini. Begitu juga dengan pegawai yang menanganinya masih jauh untuk di sebut profesional. Guru-guru yang malas dan pegawai tata usaha yang bermasalah sering di tempatkan di perpustakaan sekolah yang mengakibatkan citra perpustakaan sebagai tempat pembuangan daripada sebagai tempat penunjang pendidikan.
Tak jarang pula pegawai perpustakaan adalah orang-orang yang sangat mahal senyum dan galak sehingga menjadikan perpustakaan sekolah sebagai tempat yang angker untuk dikunjungi. Buku-buku paket pelajaran yang menumpuk biasanya menjadi pemandangan yang lazim di perpustakaan-perpustakaan sekolah. Sangat jarang di jumpai perpustakaan sekolah, terutama di kota-kota kecil, yang menyediakan buku-buku cerita dan majalah-majalah yang di gandrungi anak-anak. Hal ini semakin membuat minat baca anak-anak Indonesia kian terpuruk.Peran Perpustakaan Sekolah Terhadap Prestasi SiswaPeran dan fungsi perpustakaan bagi sebuah sekolah sangatlah penting.
Di Amerika Utara, sekolah yang mempunyai prestasi tinggi rata-rata mempunyai perpustakaan sekolah yang berkwalitas. Menurut penelitian, sekolah-sekolah dengan perpustakaan yang berkwalitas mempunyai prestasi akademis 10-20 % lebih tinggi daripada sekolah-sekolah yang mempunyai perpustakaan yang biasa-biasa saja. Rendahnya minat baca sering dijadikan alasan terhadap rendahnya mutu pendidikan di Indonesia tetapi orang sering lupa faktor penyebabnya. Harga buku yang tidak terjangkau, buku-buku pelajaran disajikan dengan bahasa yang kaku, tak tersedianya tempat baca yang nyaman serta tidak adanya waktu senggang karena padatnya kurrikulum merupakan faktor penyebabnya.
Hal-hal tersebut sebenarnya bisa di antisipasi dengan adanya perpustakaan yang nyaman. Karena keberadaan perpustakaan umum yang menyediakan koleksi bacaan buat anak-anak sangat langka di Indonesia, maka keberadaan perpustakaan sekolah menjadi wajib hukumnya. Perpustakaan yang nyaman dan koleksi buku yang sesuai dengan usia mereka, bimbingan dari guru, kurikulum yang integratif dengan program perpustakaan akan menumbuhkan minat baca. Minat baca yang baca yang tinggi mempengaruhi prestasi akademik anak.
Semua pertanyaan anak yang masih dalam tahap ingin tahu itu bisa terjawab di perpustakaan. Perpustakaan yang nyaman belum tentu mahal tetapi memerlukan penanganan dan keterlibatan yang serius berbagai pihak untuk mendukungnya.Untuk memiliki sebuah perpustakaan yang nyaman, hal utama yang banyak diabaikan adalah tersedianya tenaga pustakawan yang profesional. Pustakawan yang professional inilah kunci menuju perpustakaan yang nyaman. Tetapi sayangnya banyak pihak yang masih beranggapan bahwa penataan perpustakaan dianggap mudah dan bisa diserahkan kepada siapa saja.
Banyak para pejabat negara menganggap pustakawan penting. Tetapi sayangnya masih dalam tahap wacana. Ketika mencapai tataran praktis, pengelolaan perpustakaan banyak di serahkan pada guru ataupun petugas TU dengan alasan efektifitas tenaga kerja. Tetapi yang terjadi di lapangan, tenaga guru sudah banyak terserap untuk mengajar dan sisa-sisa tenaga yang belum tentu ada itu digunakan untuk mengelola perpustakaan.
Tenaga sisa tentu saja tak sama dengan tenaga utuh. Maka hasil pengelolaan perpustakaanpun menjadi tidak maksimal. Tak jarang guru yang mengelola perpustakaan itu diganti setiap setahun sekali oleh kepala sekolahnya sehingga program perpustakaan harus selalu mulai dari nol karena harus berganti-ganti pengelola yang tak tahu banyak tentang sistem perpustakaan.Seandainya saja para pengambil kebijakan itu mempekerjakan pustakawan profesional di setiap perpustakaan sekolah seperti yang ditempuh oleh sekolah-sekolah swasta di kota-kota besar, tentu program perpustakaan tak harus selalu mulai dari nol setiap tahunnya dan hal ini akan lebih efektif dari pada harus mempekerjakan seorang guru dengan dua pekerjaan; mengajar dan mengelola perpustakaan.
Untuk itu, penataran-penataran tentang pentingnya perpustakaan seharusnya tak hanya diikuti oleh petugas perpustakaan saja tetapi seharusnya diikuti oleh para pemegang kebijakan di sekolah, yaitu kepala sekolah. Hal ini penting untuk menyeragamkan visi antara pelaksana dan pemegang kebijakan, antara pegawai perpustakaan dan kepala sekolah tentang pentingnya perpustakaan.
Selama ini, banyak penataran-penataran tentang perpustakaan ini hanya diikuti oleh para petugas perpustakaan saja yang kerap kali petugas-petugas tersebut menjadi frustrasi karena ilmu yang didapatnya dari penataran-penataran tersebut tidak mendapatkan dukungan ketika mencoba menerapkannya di lapangan. Dengan menatar para pemegang kebijakan disekolah tentang pentingnya perpustakaan akan memudahkan terciptanya perpustakaan yang standar serta nyaman.
Teacher Librarian
Konsep Teacher librarian yang diterapkan di negara-negara maju memang terbilang sukses. Tetapi pembekalan terhadap para teacher librarian di barat sangatlah serius. Seoarang teacher librarian harus memiliki double degree; dari fakultas pendidikan dan dari fakultas ilmu perpustakaan. Dengan double degree dan kurikulum yang mendukung ini, keahlian mereka baik untuk mengajar maupun untuk mengelola perpustakaan sangat bisa dipertanggung jawabkan baik pada tataran managerial maupun teknis.
Karena keahlian yang double ini, maka tunjangan yang didapatpun double; tunjangan sebagai pustakawan dan tunjangan sebagi guru.
Di Indonesia, para guru hanya di bekali satu atau dua minggu pelatihan perpustakaan dan mereka dianggap mampu untuk mengajar dan mengelola perpustakaan dengan tunjangan hanya sebagai tenaga pengajar. Maka tak heranlah apabila banyak perpustakaan-perpustakaan sekolah itu terbengkalai. Ilmu mengelola perpustakaan tak dapat dipelajari hanya dalam sekejap.
Kalau memang mau menerapkan konsep teacher librarian di Indonesia, hendaknya perbekalan terhadap para teacher libarian pun dilakukan secara matang karena tenaga pustakawan yang profesional inilah yang paling paham dengan program-program bagi pengembangan perpustakaan dari tingkat managerial mapun teknis.
Dan tentu saja tunjangan kesejahterannyapun harus diperhatikan. Setidak-tidaknya kredit point ketika mengelola perpustakaanpun harus laku untuk kenaikan pangkat.Belajar dari perpustakaan sekolah di Montreal.
Di propinsi Quebec Montreal, perpustakaan menjadi syarat wajib bagi akreditasi sekolah. Nampaknya membandingkan Indonesia dengan negara-negara maju sangatlah jauh. Tetapi bukan tidak mungkin untuk di ikuti asal ada dukungan dari pemilik kebijakan dan kemauan dari berbagai pihak.
Perpustakaan memang berhubungan dengan buku/koleksi perpustakaan, tenaga pustakawan dan sistem yang berarti dana. Tetapi mengumpulkan dana bukan berarti harus mahal.
Di Perpustakaan Westmount Park School misalnya, pustakawannya mengajak para guru dan siswa untuk menggalang dana lewat acara Bake Sale atau semacam pasar jajan di Indonesia. Para orang tua siswa memasak makanan kecil dan menjualnya di sekolah. Penjualan coklat oleh siswa juga dilakukan dalam rangka pembelian koleksi perpustakaan mereka.
Satu lagi yang menarik adalah kerja sama pepustakaan sekolah dengan penerbit buku anak-anak. Setiap bulan, para siswa di beri katalog buku-buku baru dengan harga terjangkau dan sekian persen uang hasil dari penjualan tsb akan menjadi kas bagi perpustakaan-perpustakaan sekolah di Montreal. Dan tentunya hal yang tak begitu sulit untuk di contoh bagi pengelola perpustakaan di Indonesia.
Meskipun proses katalogisasi dan Klasifikasi di lakukan oleh pustakawan pusat yang bekerja di English Montreal School Board, tetapi pustakawan tetap ada di masing-masing sekolah dibantu oleh para orang tua siswa yang menjadi voluntir di perpustakaan sekolah. Tiap jam, para siswa di kelas tertentu berdatangan didampingi oleh guru mereka untuk belajar di perpustakaan. Pustakawanpun sibuk memberikan bantuan untuk mencarikan bahan belajar, berdiskusi tentang isi buku, merekomendasikan buku dan koleksi perpustakaan yang lain dan tentu saja “story telling”.
Para guru dan pustakawan memotivasi para siswa untuk membaca dan para siswa harus membikin ‘book report’ terhadap buku-buku yang dibacanya. Untuk kelas yang lebih kecil, cukup dengan menuliskan “ saya suka buku ini” atau “saya tak suka buku ini”. Sedangkan untuk kelas-kelas yang lebih tinggi harus di sertai alasan mengapa buku ini bagus dan mengapa buku yang lainnnya jelek. Tentu saja book report itu harus di tanda tangai oleh orang tua/wali siswa.Masalah perpustakaan adalah masalah serius. Pengelolaannyapun harus serius dan terfokus. Dengan pustakawan yang profesioanal, rasa tanggung jawab dari pihak sekolah, masyarakat, dan pemerintah yang tak hanya di bibir saja, peprustakaan di Indonesiapun bisa nyaman. Dengan perpustakaan yang nyaman, minat baca generasi muda Indonesia yang di gembar-gemborkan terpuruk itu, akan naik secara drastis. Dan Indonesia akan menjadi bangsa yang cerdas dan mandiri.

berbagai jenis computer display

Monitor atau yang juga disebut sebagai “computer display” merupakan komponen output yang digunakan untuk menampilkan teks atau gambar ke layar sehingga dapat dinikmati oleh pemakai.1.1. Sejarah MonitorPada generasi awal komputer, belum menggunakan monitor khusus seperti sekarang ini. Komputer waktu itu terhubung dengan TV keluarga sebagai layar penampil dari pengolahan data yang dilakukannya. Yang cukup menjadi masalah adalah bahwa resolusi monitor TV saat itu hanya mampu menampilkan 40 karakter secara horisontal pada layar.
Monitor khusus untuk komputer dikeluarkan oleh IBM PC, yang pada awalnya memiliki resolusi 80 X 25 dengan kemampuan warna “green monochrome”. Monitor ini sudah mampu menampilkan hasil yang lebih terang, jelas dan lebih stabil.Pada generasi berikutnya muncul mono graphics (MGA/MDA) yang memiliki 720x350. Selanjutnya di awal tahun 1980-an muncul jenis monitor CGA dengan range resolusi dari 160x200 sampai 640x200 dan kemampuan warna antara 2 sampai 16 warna.Monitor EGA muncul dengan resolusi yang lebih bagus yaitu 640x350.
Monitor jenis ini cukup stabil sampai berikutnya munculnya generasi komputer Windows.Semua jenis monitor ini menggunakan digital video - TTL signals dengan discrete number yang spesifik untuk mengatur warna dan intensitas cahaya. Antara video adapter dan monitor memiliki 2, 4, 16, atau 64 warna tergantung standard grafik yang dimiliki.
Selanjutnya dengan diperkenalkannya standard monitor VGA, tampilan grafis dari sebuah Personal Computer menjadi nyata. VGA dan generasi-generasi yang berhasil sesudahnya seperti PGA, XGA, atau SVGA merupakan standard analog video dengan sinyal R (Red), G (Green) dan B (Blue) dengan continuous voltage dan continuous range pada pewarnaan.
Secara prinsip analog monitor memungkinkan penggunaan full color dengan intensitas yang tinggi. Generasi monitor terbaru adalah teknologi LCD yang tidak lagi menggunakan tabung elektron CRT tetapi menggunakan sejenis kristal liquid yang dapat berpendar. Teknologi ini menghasilkan monitor yang dikenal dengan nama Flat Panel Display dengan layar berbentuk pipih, dan kemampuan resolusi yang tinggi.1.2.
Berbagai Jenis Monitor
Dengan perkembangannya yang sangat pesat, saat ini terdapat tiga jenis teknologi monitor. Ketiga golongan teknologi tersebut adalah CRT (Cathode Ray Tube), Liquid Crystal Display (LCD) dan Plasma gas.
a. Cathode Ray Tube
Pada monitor CRT, layar penampil yang digunakan berupa tabung sinar katoda. Teknologi ini memunculkan tampilan pada monitor dengan cara memancarkan sinar elektron ke suatu titik di layar. Sinar tersebut akan diperkuat untuk menampilkan sisi terang dan diperlemah untuk sisi gelap.Teknologi CRT merupakan teknologi termurah dibanding dengan kedua teknologi yang lain. Meski demikian resolusi yang dihasilkan sudah cukup baik untuk berbagai keperluan. Hanya saja energi listrik yang dibutuhkan cukup besar dan memiliki radiasi elektromagnetik yang cukup kuat.
b. Liquid Crystal Display
Monitor LCD tidak lagi menggunakan tabung elektron tetapi menggunakan sejenis kristal liquid yang dapat berpendar. Teknologi ini menghasilkan monitor yang dikenal dengan nama Flat Panel Display dengan layar berbentuk pipih, dan kemampuan resolusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan CRT. Karena bentuknya yang pipih, maka monitor jenis flat tersebut menggunakan energi yang kecil dan banyak digunakan pada komputer-komputer portabel.
Kelebihan yang lain dari monitor LCD adalah adanya brightness ratio yang telah menyentuh angka 350 :
1. Brigtness ratio merupakan perbandingan antara tampilan yang paling gelap dengan tampilan yang paling terang.Liquid Crystal Display menggunakan kristal liquid yang dapat berpendar. Kristal cair merupakan molekul organik kental yang mengalir seperti cairan, tetapi memiliki struktur spasial seperti kristal. (ditemukan pakar Botani Austria – Rjeinitzer) tahun 1888.
Dengan menyorotkan sinar melalui kristal cair, intensitas sinar yang keluar dapat dikendalikan secara elektrik sehingga dapat membentuk panel-panel datar.Lapisan-lapisan dalam sebuah LCD:Polaroid belakangElektroda belakangPlat kaca belakangKristal CairPlat kaca depanElektroda depanPolaroid depanElektroda dalam lapisan tersebut berfungsi untuk menciptakan medan listrik pada kristal cair, sedangkan polaroid digunakan untuk menciptakan suatu polarisasi.
Dari sisi harga, monitor LCD memang jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan monitor CRT.
2. Dan beberapa kelemahan yang masih dimilikinya seperti kurang mampu digunakan untuk bekerja dalam berbagai resolusi, seperti misalnya monitor dengan resolusi 1024 X 768 akan terkesan agak buram jika dipekerjakan pada resolusi 640 X 420. Tatapi akhir-akhir ini kelemahan tersbut sudah mulai di atasi dengan teknik anti aliasing.
c. Plasma GasMonitor
jenis ini menggabungkan teknologi CRT dengan LCD. Dengan teknologi yang dihasilkan, mampu membuat layar dengan ketipisan menyerupai LCD dan sudut pandang yang dapat selebar CRT.Plasma gas juga menggunakan fosfor seperti halnya pada teknologi CRT, tetapi layar pada plasma gas dapat perpendar tanpa adanya bantuan cahaya di belakang layar. Hal itu akan membuat energi yang diserap tidak sebesar monitor CRT. Kontras warna yang dihasilkan pun lebih baik dari LCD. Teknologi plasma gas ini sering bisa kita jumpai pada saat pertunjukan-pertunjukan musik atau pertandingan-pertandingan olahraga yang spektakuler. Di sana terdapat layar monitor raksasa yang dipasang pada sudut-sudut arena tertentu. Itulah monitor yang menggunakan teknologi plasma gas.