1. Pendahuluan
Menurut Sheila Intner dan Elizabeth Futas bahwa tahun 1990-an adalah dekade evaluasi. Walaupun masih dapat diperdebatkan, namun sebuah studi bibliografi beranotasi yang dilakukan oleh Thomas Nisonger menunjukkan itu adalah satu dekade yang mempunyai perhatian sangat tinggi tentang subjek ini. Tercatat dari tahun 1992 sampai 2002 terdapat lebih dari 600 entri.
Jika 1990-an bukan dekade evaluasi, apa yang tidak diperdebatkan adalah bahwa evaluasi (evaluation), penilaian (assessment), hasil (outcomes), dan akuntabilitas (accountability) adalah kata-kata dan kegiatan yang sangat berkaitan dengan pekerjaan pustakawan. Apa kekuatan koleksi? Bagaimana efektivitas pengeluaran yang telah kita habiskan untuk pengembangan koleksi? Bagaimana manfaat koleksi untuk melayani masyarakat? Bagaimana koleksi kita dibandingkan dengan perpustakaan lain? Ini hanyalah beberapa pertanyaan yang dapat dijawab dengan melakukan sebuah proyek penilaian evaluasi koleksi. Evaluasi melengkapi siklus pengembangan koleksi dan memberikan umpan balik bagi kegiatan need assesment. Meskipun istilah evaluasi mempunyai beberapa definisi, ada suatu unsur umum yang terkait di dalamnya yaitu memberikan nilai atau manfaat pada objek atau kegiatan. Evaluasi koleksi melibatkan objek dan kegiatan, serta nilai-nilai kuantitatif dan kualitatif.
Meskipun teknologi sangat membantu dan sistem evaluasi semakin canggih, menurut Betty Rosenburg, seorang pakar pengembangan koleksi, alat yang terbaik untuk evaluasi koleksi adalah kecerdasan, berbudaya, dan seleksi petugas yang berpengalaman. Pernyataan ini dapat dipahami sebab unsur-unsur subyektif dan kualitatif begitu banyak terlibat dalam pengembangan koleksi.
Sebelum melakukan kegiatan evaluasi, perpustakaan harus terlebih dahulu mendefinisikan tujuan dan sasaran pengembangan koleksi. Ada banyak kriteria untuk penentuan nilai dari sebuah buku atau keseluruhan koleksi, misalnya: secara ekonomi, moral, keagamaan, estetika, intelektual, pendidikan, politis, dan sosial. Nilai sebuah benda atau koleksi berfluktuasi tergantung pada tolok ukur mana yang digunakan. Mengombinasikan beberapa langkah adalah efektif sepanjang ada kesepakatan menyangkut bobot relatifnya. Banyak faktor-faktor subjektif berlaku dalam proses evaluasi yang harus dilalui sebelum mulai melaksanakan proses tersebut. Salah satu manfaat penting memiliki tujuan pasti dan kriteria nilai yang ditetapkan terlebih dahulu adalah bahwa interpretasi hasil jauh lebih mudah. Hal ini juga dapat membantu untuk meminimalkan perbedaan pendapat tentang hasil.
2. Tujuan Evaluasi Koleksi
Perpustakaan melakukan evaluasi untuk beberapa alasan, seperti:
a. Untuk mengembangkan program pengadaan yang cerdas dan realistis berdasarkan pada data koleksi yang sudah ada;
b. Untuk menjadi bahan pertimbangan pengajuan anggaran untuk pengadaan koleksi berikutnya;
c. Untuk menambah pengetahuan staf pengembangan koleksi terhadap keadaan koleksi.
Tujuan evaluasi koleksi dapat dibagi menjadi dua kategori luas, yaitu alasan internal dan alasan eksternal.
2.1 Alasan Internal
Evaluasi koleksi bagi internal dapat dilakukan untuk memberikan informasi tentang kebutuhan pengembangan koleksi. Pertanyaan yang dapat dijawab seperti: cakupan subjek koleksi, kedalaman koleksi, bidang koleksi yang kuat dan lemah, masalah yang ada dalam program dan kebijakan pengembangan koleksi dll.
Selain itu evaluasi koleksi untuk internal dapat memberikan informasi bagi kebutuhan anggaran, misalnya anggaran untuk memperkuat koleksi yang lemah dan memelihara koleksi yang sudah kuat.
2.2 Alasan Eksternal
Alasan eksternal evaluasi koleksi adalah untuk: 1) kebutuhan institusi lokal, dan 2) kebutuhan di luar organisasi. Untuk kebutuhan institusi lokal pertanyaan yang dapat diajukan adalah: apakah kinerja perpustakaan rendah, sedang atau di atas rata-rata? Apakah anggaran yang diminta untuk bahan perpustakaan wajar? Apakah rasio biaya dengan manfaat baik? dll. Sedangkan bagi kebutuhan di luar organisasi adalah untuk menyediakan data bagi kelompok akreditasi, lembaga pemberi dana, jaringan, konsorsium, program kerjasama dan lembaga donor tentang kebutuhan koleksi.
3. Metode Evaluasi Koleksi
Berbagai metode evaluasi koleksi telah dibahas dalam berbagai tulisan, untuk memilihnya tergantung pada tujuan dan kedalaman dari proses evaluasi. George Bonn memberikan lima pendekatan umum terhadap evaluasi, yaitu:
a. Pengumpulan data statistik semua koleksi yang dimiliki
b. Pengecekan pada daftar standar seperti katalog dan bibliografi
c. Pengumpulan pendapat dari pengguna yang biasa datang ke perpustakaan
d. Pemeriksaan koleksi langsung
e. Penerapan standar, pembuatan daftar kemampuan perpustakaan dalam penyampaian dokumen, dan pencatatan manfaat relatif dari kelompok khusus.
Kebanyakan metode yang dikembangkan akhir-akhir ini mengambil teknik-teknik statistik. Beberapa standar dan pedoman dari asosiasi profesional dan badan-badan akreditasi menggunakan pendekatan dan formula-formula statistik yang memberikan kepada pelaksana evaluasi beberapa indikator kuantitatif dalam melakukan penilaian. Berbagai standar, daftar pencocokan (checklist), katalog, dan bibliografi adalah beberapa sarana lain bagi pelaksana evaluasi.
Pedoman untuk mengevaluasi koleksi perpustakaan yang dikeluarkan oleh American Library Association (ALA's Guide to the Evaluation of Library Collections) membagi metode kedalam ukuran-ukuran terpusat pada koleksi dan ukuran-ukuran terpusat pada penggunaan. Dalam setiap kategori ada sejumlah metode evaluasi khusus. Pedoman itu meringkas sebagian besar teknik-teknik yang digunakan sekarang ini untuk mengevaluasi koleksi. Metode tersebut difokuskan untuk sumber daya tercetak, tetapi ada unsur-unsur yang dapat digunakan dalam evaluasi sumber daya elektronik. Adapun metode itu adalah:
a. Metode Terpusat pada Koleksi
Pada metode ini terdapat beberapa cara untuk melakukan evaluasi koleksi, yaitu:
1) Pencocokan terhadap daftar tertentu, bibliografi, atau katalog
2) Penilaian dari pakar
3) Perbandingan data statistik
4) Perbandingan pada berbagai standar koleksi
b. Metode Terpusat pada Penggunaan
Pada metode ini terdapat beberapa cara untuk melakukan evaluasi koleksi, yaitu:
1) Melakukan kajian sirkulasi
2) Meminta pendapat pengguna
3) Menganalisis statistik pinjam antar perpustakaan
4) Melakukan kajian sitiran
5) Melakukan kajian penggunaan di tempat (ruang baca)
6) Memeriksa ketersediaan koleksi di rak
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Seringkali yang terbaik adalah menggunakan beberapa metode yang saling dapat menutupi kelemahannya. Di bawah ini akan dibahas secara ringkas berbagai metode tersebut.
3.1 Metode Terpusat pada Koleksi
3.1.1 Pencocokan pada Daftar (List Checking)
Metode dengan menggunakan daftar pencocokan (checklist) merupakan cara lama yang telah digunakan oleh para pelaku evaluasi. Metode ini dapat digunakan dengan berbagai tujuan, baik dengan satu metode ini saja maupun dikombinasikan dengan teknik yang lain, biasanya menghasilkan data numerik, seperti: "perpustakaan A mempunyai x % dari buku-buku yang ada di daftar itu". Jadi pelaku evaluasi mencocokkan antara koleksi yang dimiliki sebuah perpustakaan dengan bibliografi yang standar. Beberapa contoh bibliografi yang standar adalah: Books for College Libraries, Business Journals of the United States, Public Library Catalog, Guide to Reference Books, Best Books for Junior High Readers (standar ini banyak dikeluarkan oleh American Library Association) dan Core Lists untuk berbagai subjek tertentu (dikumpulkan oleh Association of College and Research Libraries, Amerika Serikat). Untuk terbitan dari Indonesia belum ada, karena membuat dokumen seperti itu membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar.
Untuk melakukan evaluasi koleksi, berbagai daftar pencocokan bisa digunakan. Terkait masalah banyaknya daftar yang akan digunakan tergantung pada ketersediaan waktu untuk melakukan evaluasi, karena jelas semakin banyak daftar yang akan dicocokkan semakin banyak waktu dibutuhkan untuk melakukannya. Namun terlalu sedikit daftar yang digunakan untuk evaluasi koleksi juga memberikan hasil yang kurang baik.
Memang dengan adanya data katalog di komputer, OPAC (Online Public Access Catalog), akan sangat mempercepat proses pencocokan koleksi dengan daftar. Perlu juga diteliti apakah publikasi yang didaftar pada daftar pencocokan (checklist) itu sesuai dengan tujuan dari perpustakaan. Bisa saja daftar itu memang tidak sesuai dengan koleksi yang harus dibina di perpustakaan itu. Di negara maju seperti Amerika Serikat dimana pangkalan data dari jaringan berbagai perpustakaan banyak tersedia, mereka membuat bibliografi khusus yang memang diperuntukkan sebagai sarana untuk evaluasi koleksi. Bibliografi yang dibuat khusus itu lebih tepat untuk sarana evaluasi koleksi.
Ada beberapa kelemahan dalam teknik pencocokan pada daftar untuk evaluasi koleksi, yaitu:
a. Pemilihan judul untuk penggunaan yang khusus, tidak berlaku umum.
b. Hampir semua daftar selektif dan bisa saja mengabaikan banyak judul-judul publikasi yang bermutu.
c. Banyak judul yang tidak sesuai untuk sebuah komunitas perpustakaan yang khusus.
d. Daftar-daftar itu mungkin saja sudah kadaluarsa.
e. Sebuah perpustakaan mungkin saja mempunyai banyak judul yang tidak tercantum pada daftar pencocokan, namun publikasi itu sama baiknya dengan yang ada di daftar.
f. Pelayanan pinjaman antar perpustakaan tidak membawa bobot dalam evaluasi.
g. Daftar pencocokan (checklist) menyetujui judul-judul, namun tidak ada sanksi untuk memiliki judul yang kurang bermutu.
h. Daftar pencocokan (checklist) tidak memasukkan materi yang khusus yang sangat penting bagi sebuah perpustakaan tertentu.
Untuk menjawab berbagai kritik tersebut, daftar pencocokan (checklist) seharusnya mendaftar semua bahan pustaka untuk semua perpustakaan. Hanya perlu diingat bahwa tidak semua bahan pustaka mempunyai nilai yang sama, atau sama bergunanya untuk sebuah perpustakaan tertentu. Banyak buku-buku lama yang masih sangat berguna bagi pembaca, namun daftar pencocokan yang sudah kadaluarsa sangat kecil kemungkinannya untuk bermanfaat sebagai sarana untuk mengevaluasi koleksi perpustakaan.
Hasil pencocokan terhadap sebuah daftar menunjukkan persentase buku-buku dari daftar yang ada dalam koleksi. Tetapi tidak ada standar berapa persen dari checklist yang harus ada dalam koleksi sebuah perpustakaan. Misalkan sebuah perpustakaan memiliki 53% dari buku-buku yang ada pada checklist. Apakah nilai itu sudah memadai, apakah penting untuk memiliki semua buku yang ada di daftar? Membandingkan angka persentase dari daftar untuk kepemilikan sebuah perpustakaan dengan perpustakaan lain kecil manfaatnya, kecuali kedua perpustakaan itu mempunyai populasi yang dilayani yang sama. Kelemahan teknik pencocokan pada daftar untuk evaluasi koleksi masih terus didiskusikan, namun tetap saja teknik ini bermanfaat bagi perpustakaan dalam mengevaluasi koleksi.
Sayang sekali di Indonesia belum memiliki pangkalan data jaringan perpustakaan yang secara resmi bekerja sama atau bibliografi yang dibuat khusus untuk evaluasi koleksi. Ada juga beberapa pustakawan yang mengumpulkan data katalog dari berbagai perpustakaan, namun data itu merupakan hasil usaha perorangan dan tidak ada kepastian perbaharuan data secara berkala. Salah satu jalan keluarnya, seorang pustakawan dari perpustakaan sejenis menanyakan buku-buku atau jurnal yang seharusnya dimiliki kepada perpustakaan lain yang sudah diketahui umum bahwa badan induknya merupakan sebuah institusi yang bermutu dalam bidang subjek tertentu.
3.1.2 Penilaian Pakar
Metode ini tergantung pada keahlian seseorang untuk melakukan penilaian dan penguasaan terhadap subjek yang dinilai. Dalam metode ini pemeriksaan terhadap koleksi dalam hubungannya dengan kebijakan dan tujuan perpustakaan, dan seberapa baiknya koleksi itu memenuhi tujuan perpustakaan.
Prosesnya bisa memerlukan peninjauan terhadap keseluruhan koleksi menggunakan daftar penjajaran (shelflist), bisa terbatas hanya pada satu subjek, itu yang sering terjadi, tetapi bisa juga mencakup berbagai subjek tergantung pada penguasaan pakar tersebut terhadap subjek yang akan dievaluasi.
Biasanya metode ini berfokus pada penilaian terhadap kualitas seperti kedalaman koleksi, kegunaannya terkait dengan kurikulum atau penelitian, serta kekurangan dan kekuatan koleksi. Teknik mengandalkan pada penilaian seorang pakar ini jarang digunakan tanpa dikombinasikan dengan teknik lain. Sering kali pelaku evaluasi yang menggunakan teknik ini merasa tidak cukup bila hanya melihat keadaan di rak. Maka mereka merasa perlu untuk mendapatkan kesan dari komunitas yang dilayani. Pengumpulan pandangan dari berbagai pengguna bisa dianggap mewakili pandangan komunitas. Dengan demikian pengguna didorong untuk terlibat dalam proses evaluasi koleksi.
3.1.3 Perbandingan Data Statistik
Perbandingan di antara institusi bermanfaat untuk data evaluasi. Namun ada keterbatasan disebabkan oleh perbedaan institusional dalam tujuan, program-program, dan populasi yang dilayani. Sebagai contoh, perpustakaan yang ada di sebuah sekolah tinggi untuk bidang ilmu tertentu, misalkan ilmu ekonomi, tentunya berbeda dengan perpustakaan yang ada di sebuah universitas yang mempunyai banyak fakultas dengan berbagai bidang ilmu. Dengan hanya menyatakan jumlah koleksi secara kuantitatif, sulit untuk dapat menyatakan kecukupan dari koleksi sebuah perpustakaan. Jumlah judul atau eksemplar saja tidak dapat dijadikan ukuran untuk melihat pertumbuhan koleksi. Tetapi dirasakan penting untuk mengembangkan pendekatan kuantitatif untuk mengevaluasi koleksi yang berguna untuk pengambilan keputusan, tetap dengan cara yang sederhana. Dengan dimanfaatkannya komputer untuk menyimpan data bibliografi bahan pustaka telah menciptakan sarana evaluasi yang sangat berguna. Di Amerika Serikat sebuah pangkalan data yang meliputi koleksi berbagai perpustakaan yang tergabung dalam sebuah jaringan bernama Washington Library Network (WLN) merupakan sarana evaluasi koleksi yang banyak digunakan.
Sebuah perpustakaan bisa membandingkan koleksi yang dimiliki dengan koleksi perpustakaan lain yang tergabung dalam jaringan WLN. Berhubung banyak perpustakaan di Amerika Serikat menggunakan standar klasifikasi Library of Congress, untuk membandingkan koleksi sebuah perpustakaan dengan data yang ada di WLN, data statistik koleksi dibandingkan berdasarkan nomor klasifikasi Library of Congress.
Dengan menggunakan pangkalan data jaringan WLN bisa diperoleh data seperti jumlah judul buku yang ada di koleksi sebuah perpustakaan untuk setiap nomor klasifikasi dibandingkan dengan koleksi perpustakaan lain, jumlah judul buku yang hanya dimiliki oleh sebuah perpustakaan untuk setiap nomor klasifikasi, dan berapa jumlah judul buku yang sarna yang ada di koleksi berbagai perpustakaan lain untuk setiap nomor klasifikasi, serta berbagai perbandingan data stastistik koleksi lainnya.
3.1.4 Standar Koleksi
Tersedia berbagai standar yang diterbitkan untuk hampir setiap jenis perpustakaan. Standar itu memuat semua aspek dari perpustakaan, termasuk mengenai koleksi. Standar itu ada yang menggunakan pendekatan kuantitatif, ada pula yang menggunakan pendekatan kualitatif. Contoh dari standar adalah Standards for College Libraries, antara lain memuat informasi mengenai cara untuk menentukan tingkatan kelas sebuah perpustakaan dalam ukuran koleksi berdasarkan persentase koleksi yang dimiliki dibandingkan dengan ukuran yang ideal.
Maka apabila ukuran koleksi sebuah perpustakaan sama atau melebihi dari yang ideal, maka perpustakaan itu mendapat kelas A. Untuk perpustakaan yang ukuran koleksinya di bawah yang ideal mendapat kelas di bawah A. Sebuah contoh standar yang lain, Books for College Libraries menyatakan bahwa sebuah perpustakaan perguruan tinggi yang mempunyai program pendidikan sarjana empat tahun seharusnya mempunyai koleksi minimum 150.000 eksemplar, 20% diantaranya seharusnya terbitan berkala yang sudah dijilid dan sisanya 80% adalah judul-judul monograf.
3.2 Metode Terpusat pada Penggunaan
3.2.1 Kajian Sirkulasi
Pengkajian pola penggunaan koleksi sebagai sarana untuk mengevaluasi koleksi semakin populer. Dua asumsi dasar dalam kajian pengguna/penggunaan adalah: 1) Kecukupan koleksi buku terkait langsung dengan pemanfaatannya oleh pengguna, dan 2) Statistik sirkulasi memberikan gambaran yang layak mewakili penggunaan koleksi.
Dengan digunakannya komputer dalam melaksanakan transaksi peminjaman, maka semakin mudah untuk memantau data sirkulasi. Ada masalah dengan data sirkulasi dikaitkan dengan nilai koleksi, karena data itu tidak termasuk data koleksi yang dibaca di dalam perpustakaan. Beberapa jenis koleksi seperti referens dan jurnal biasanya tidak dipinjamkan. Jadi data sirkulasi belum mewakili keseluruhan data pemanfaatan koleksi.
3.2.2 Persepsi Pengguna
Survei untuk mendapatkan data persepsi pengguna tentang kecukupan koleksi baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu data yang sangat berguna dalam program evaluasi koleksi.
Hanya perlu diperhatikan objektivitas dari pengguna dalam menilai kecukupan koleksi dalam memenuhi kebutuhannya. Jangan sampai ketidaktahuan pengguna dalam mencari informasi di perpustakaan mengakibatkan penilaian kurangnya koleksi untuk memenuhi kebutuhan akan informasinya.
Begitu juga dengan lemahnya sistem temu kembali bisa mengakibatkan seolah-olah koleksi perpustakaan itu tidak bisa memenuhi kebutuhan pengguna. Perlu juga diketahui latar belakang pengguna mengapa seseorang mengatakan positif atau negatif tentang koleksi. Tentunya pengguna yang sudah sering menggunakan perpustakaan akan memberikan pendapat yang lebih obyektif dibandingkan dengan pengguna yang baru atau bahkan tidak pernah menggunakan perpustakaan. Namun demikian bukan berarti bahwa pengguna atau calon pengguna yang demikian pendapatnya tidak perlu didengar.
Penentuan responden secara acak tentunya akan memasukkan semua unsur dalam populasi pengguna, termasuk pengguna potensial (belum menjadi pengguna). Perlu juga ada pertanyaan bagi pengguna potensial mengapa mereka tidak menjadi pengguna perpustakaan, apakah karena koleksinya tidak memenuhi kebutuhan mereka, ataukah karena mereka tidak mengetahui apa yang ada di koleksi perpustakaan? Dengan demikian yang menjadi masalah bukanlah koleksinya, tetapi masalah promosi perpustakaan. Semua itu harus menjadi masukan bagi evaluasi koleksi. Penentuan pertanyaan yang jeli akan menghasilkan kesimpulan yang lebih akurat, menghilangkan kemungkinan kesimpulan yang menyesatkan.
3.2.3 Menggunakan Statistik Pinjam Antar Perpustakaan
Bila pengguna sebuah perpustakaan banyak menggunakan perpustakaan lain bisa jadi ada masalah dengan koleksi perpustakaan itu. Namun bisa juga ada hal lain yang menyebabkan penggunanya lebih suka menggunakan perpustakaan lain seperti pelayanannya lebih baik, keadaan perpustakaannya lebih nyaman, lebih mudah dan cepat menemukan buku di rak, dan berbagai alasan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan kecukupan koleksi. Tetapi tetap saja ada kemungkinan bahwa sumber dari semua masalah adalah koleksi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna. Pustakawan harus mencari informasi mengapa hal itu terjadi dan alasan utama terjadinya penggunaan perpustakaan lain oleh komunitasnya.
Pustakawan pengembangan koleksi juga harus secara berkala memeriksa data pinjam antar perpustakaan, bila pelayanan itu ada. Bila ada buku atau jurnal yang tidak dimiliki perpustakaan, tetapi sering diminta melalui pinjam antar perpustakaan, berarti buku atau jurnal itu mempunyai peminat yang tinggi, sehingga sewajarnya bila buku atau jurnal itu dimiliki oleh perpustakaan. Bila buku atau jurnal itu sudah ada di koleksi, tetapi juga banyak diminta melalui pinjam antar perpustakaan, berarti diperlukan duplikat yang lebih banyak untuk buku tersebut. Untuk jurnal yang biasanya sangat mahal harga berlangganannya, perlu dipikirkan bagaimana sistem baca di tempat yang lebih memberikan kesempatan yang merata kepada pengguna.
3.2.4 Kajian Sitasi
Pada dasarnya, ini adalah variasi pada metode checklist, tetapi untuk bahan tingkat penelitian. Metode ini sangat berguna di perpustakaan Perguruan Tinggi. Dengan melakukan kajian sitasi, pemetaan bidang ilmu dapat dilakukan sehingga perpustakaan dapat mengetahui literatur-literatur yang berkaitan dengan bidang ilmu tersebut.
Kajian sitiran dapat memberikan cara untuk melakukan perubahan dalam kekuatan koleksi. Kajian sitiran juga dapat memperlihatkan data tentang ketersediaan literatur yang disitir dalam penelitian di perpustakaan.
3.3 Cara Penelusuran
Salah satu teknik evaluasi lainnya adalah layak disebutkan, meskipun bukan mengenai alat pengembangan koleksi. Beberapa tahun yang lalu, T. Saracevic dan lain-lain melakukan studi tentang penyebab frustrasi pengguna dalam perpustakaan akademik. Metode ini mengharuskan seorang anggota staf atau peneliti untuk melihat pengguna saat mencari bahan. Fokusnya adalah pada ketersediaan bahan perpustakaan dan alasan tidak tersedia. Dengan metode ini, satu penelitian dilakukan untuk dua jenis pencarian: pencarian untuk item tertentu, disebut penelusuran diketahui (known search) dan mencari bahan tentang suatu topik (subject search). Dalam penelusuran diketahui ada enam poin temuan, atau kesalahan:
a. Kesalahan bibliografi. (Pengguna melakukan sitasi tidak benar, sitasi yang benar diverifikasi di beberapa sumber, dan item tersebut benar terdaftar dalam katalog).
b. Kesalahan akuisisi. (Pengguna melakukan sitasi dengan benar, namun perpustakaan tidak memiliki judul).
c. Kesalahan penggunaan katalog. (Pengguna melakukan sitasi dengan benar tetapi gagal untuk menemukan nomor panggil yang ada di katalog atau gagal untuk mencatat nomor dengan benar).
d. Kesalahan sirkulasi. (Item yang diinginkan diidentifikasi, tetapi sedang disirkulasi atau dibawa orang lain).
e. Kesalahan kegagalan perpustakaan. (Operasi atau kebijakan perpustakaan memblokir akses ke item yang diinginkan; kesalahan tersebut termasuk barang yang hilang dan tidak ada pengganti, atau item salah penjajaran, di penjilidan, atau menunggu untuk dijajarkan kembali).
f. Kesalahan retrieval. (Pengguna memiliki nomor panggil atau lokasi yang benar tetapi tidak dapat menemukan item sebagaimana mestinya).
Untuk pencarian subjek, bukan akuisisi dan kesalahan bibliografi, yaitu:
a. Kesalahan pencocokan pertanyaan. Ini terjadi pada awal pencarian ketika pengguna gagal menemukan kesesuaian antara judul topik pencarian dan subjek perpustakaan atau pencocokan dengan topik Library of Congress Subject Headings (LCSH), dan perpustakaan tidak memiliki catatan tentang tajuk tersebut.
b. Kesalahan menyediakan judul. Ini terjadi di akhir pencarian ketika pengguna tidak memilih salah satu item yang terdaftar di bawah tajuk subjek yang cocok atau tidak meminjam item setelah memeriksa daftar tersebut.
Jelas, teknik ini di luar penilaian koleksi (collection assesment), tetapi memiliki implikasi pengembangan koleksi yang jelas dalam hal judul khusus yang diperlukan, kelemahan wilayah subjek, dan masalah berapa banyak salinan dari judul untuk dimiliki.
3.4 Menggunakan ILS (Integrated Library System)
Dalam pencarian metode untuk menilai koleksi, kita sering mengabaikan informasi ILS. Kebanyakan sistem memiliki kemampuan untuk memilih sampel acak dari database. Lama masa pemakaian koleksi atau umur koleksi dapat diperkirakan. Pertanyaan lain yang dapat dijawab oleh sistem adalah jenis-jenis pengguna, bukan nama individual, menggunakan apa, apa nomor kelas yang banyak digunakan, dan data yang solid tentang jumlah judul dalam nomor kelas yang dapat digali. Beberapa sistem juga membuat menjadi mungkin untuk menghitung harga rata-rata untuk judul-judul atau nomor kelas, yang dapat membantu untuk perencanaan anggaran.
4. Evaluasi Sumber Daya Elektronik
Walaupun kita berada dalam tahap awal pengembangan koleksi informasi elektronik, tidaklah terlalu cepat untuk mulai berpikir tentang evaluasi koleksi tersebut. Tampaknya mungkin bahwa dari waktu ke waktu kita akan mengembangkan banyak –jika tidak lebih, metode untuk mengevaluasi koleksi elektronik seperti yang kita miliki untuk koleksi berbasis cetak. Bahkan, banyak dari metode “print-based” ini diaplikasikan, misalnya untuk mendapatkan data penggunaan koleksi elektronik, penilaian pengguna akhir dan kajian sitiran.
Saat ini, karya Charles McClure dkk. memberikan salah satu pendekatan paling komprehensif untuk mengevaluasi sumber daya elektronik. Mereka menyarankan pendekatan matriks yang menggabungkan banyak elemen yang digunakan dalam proses seleksi elektronik: infrastruktur teknis, kandungan informasi, masalah dukungan, dan isu-isu manajemen. Untuk itu mereka menambahkan bahwa harus dinilai unsur-unsur dalam hal: keluasan (extensiveness), efisiensi, efektivitas, kualitas layanan, dampak, manfaat, dan pengadopsian. Efisiensi dan efektivitas adalah unsur-unsur yang logis. Extensiveness didefinisikan sebagai berapa banyak pengguna mengakses layanan elektronik. Kualitas layanan adalah seberapa baik kegiatan dicapai; McClure dkk. menyarankan salah satu ukurannya adalah persentase pengguna yang menemukan apa yang mereka butuhkan. Dampak adalah ukuran dari apa –jika ada, perbedaan yang dibuat layanan ini untuk kegiatan lain. Manfaat adalah ukuran bagaimana layanan yang tepat untuk suatu jenis pengguna atau individu. Adopsi adalah ukuran dari seberapa banyak, pengguna menggabungkan layanan tersebut ke dalam kegiatan individu atau organisasi.
Banyak produk elektronik yang menyediakan, sebagai bagian dari paket atau sebagai tambahan opsional, software laporan yang memungkinkan seseorang untuk dengan mudah memantau siapa yang menggunakan apa dan kapan. Seseorang dapat, dan harus, memasukkan software laporan manajemen ke server yang menyediakan akses ke sumber daya elektronik. Laporan Manajemen akan menyediakan beberapa data yang diperlukan untuk mengevaluasi sumber daya elektronik dan “nilai” produk yang berbeda dan layanan untuk lokal maupun remote users.
5. Penutup
Ada banyak penelitian yang harus dilakukan sebelum evaluasi koleksi menjadi ilmu yang obyektif. Semua orang setuju bahwa evaluasi koleksi adalah tugas yang sulit, dan hasilnya sangat subyektif. Oleh karena itu, evaluator harus bersedia untuk bertahan dengan hasil yang bersifat tentatif.
Karena tidak ada satu metode evaluasi yang cukup dengan sendirinya, pendekatan gabungan adalah yang paling efektif. Kebanyakan kegiatan evaluasi menggunakan beberapa metode untuk mengambil keuntungan dari kekuatan masing-masing teknik.
Ketika bertindak sebagai konsultan pada kegiatan evaluasi koleksi, kami menggunakan langkah-langkah berikut setelah menentukan tujuan dan sasaran perpustakaan:
a. Mengembangkan seperangkat kriteria individu untuk kualitas dan nilai.
b. Mengambil sampel acak dari koleksi dan memeriksa penggunaan item (contoh shelflist).
c. Mengumpulkan data tentang judul yang diinginkan tetapi tidak tersedia (permintaan interlibrary loan).
d. Mencatat judul yang diambil dari meja dan rak (penggunaan baca di tempat).
e. Mencatat secara rinci kegiatan pinjaman antar perpustakaan (interlibrary loan).
f. Cari tahu berapa banyak materi kuno dalam koleksi (misalnya, penelitian sains yang lebih dari lima belas tahun namun tidak dianggap sebagai ketinggalan jaman).
g. Apabila checklist memiliki relevansi bagi perpustakaan, lakukan itu, tetapi juga lakukan penelitian tentang manfaat dari checklist ini.
h. Kaitkan temuan dengan tujuan dan sasaran perpustakaan.
Koleksi evaluasi memakan waktu, tetapi setelah menyelesaikan kegiatan ini, staf tahu kekuatan dan kelemahan koleksi. Dengan pengetahuan ini, staf pengembangan koleksi dapat merumuskan rencana untuk memelihara kekuatan dan memperbaiki kelemahan. Diasumsikan penilaian kekuatan dan kelemahan terjadi dalam konteks tujuan, sasaran perpustakaan dan kebutuhan masyarakat. Setelah usaha pertama, jika proses berjalan, pekerjaan akan memakan lebih sedikit waktu, dan penilaian yang akan datang lebih mendekati akurat dalam mengetahui nilai sebenarnya koleksi.