Selasa, 22 Desember 2009

UU No. 14 tahun 2008 (UU KIP): Dampaknya terhadap Informasi Medical Record

Latar Belakang

Lahirnya Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik disingkat UU KIP yang rencananya diterapkan tahun 2010, dilatarbelakangi dari bergulirnya reformasi dalam negara dan adanya tuntutan tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) yang mensyaratkan adanya akuntabilitas, transparansi dan partisipasi masyarakat dalam setiap proses terjadinya kebijakan publik.Selain itu didorong keinginan terwujudnya reformasi birokrasi (open government), masing-masing pemimpin harus memberikan pelayanan yang baik, karena selama ini sistem dan kultur birokrasi dibuat untuk lambat.

Dalam UU KIP ini disyaratkan adanya tuntutan keterbukaan informasi tidak hanya diwajibkan kepada lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, tetapi juga badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggara negara atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan atau APBD, sumbangan masyarakat dan atau luar negeri.

Keterbukaan akses informasi bagi publik dapat menjadi salah satu alat penunjang kontrol masyarakat atas kinerja pemerintah ataupun unit-unit kerjanya. Dalam konteks bidang keamanan dan pertahanan, setiap negara demokrasi juga membuka ruang-ruang tersedianya informasi yang dapat diakses masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar hak-hak warga negara tetap terjaga dan tidak terenggut. Di samping itu, adanya keterbukaan memperoleh informasi juga dapat menjadikan aktor pertahanan menjadi lebih profesional selalu bertindak berdasarkan hukum.

Ini sebuah kemajuan, karena ada jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi sesuai dengan konstitusi. Sehingga, pemerintah diharapkan dapat mewujudkan tatanan pemerintahan yang baik. Sebab, salah satu syarat mencapai pemerintahan yang bersih dan baik adalah tersedianya keterbukaan informasi publik.

Selain itu, meski Undang-Undang ini bernama Keterbukaan Informasi Publik, masih tercantum komponen pengecualian bagi publik dalam mendapatkan informasi yang menyangkut menghambat proses penegakan hukum, menganggu kepentingan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual, membahayakan system penyelenggaraan pertahanan negara dan keamanan nasional, terganggunya kepentingan ekonomi nasional, mengungkap kerahasiaan pribadi, dan informasi lainnya yang tidak boleh diungkap. Di dalam Undang-Undang ini, tertulis juga bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan informasi publik akan dikenakan tindak pidana paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 5 juta.

Terkait adanya informasi yang bersifat rahasia di mana di dalamnya ada hal-hal yang tidak bisa diakses oleh publik, maka informasi tersebut haruslah dapat didefinisikan terlebih dahulu dengan jelas agar tidak ada salah penafsiran dan kerugian yang ditanggung masyarakat ataupun negara. Suatu hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa kebebasan itu tiada yang mutlak seperti yang dikatakan oleh beberapa filsuf bahwa there is no absolute freedom, demikian pula dengan kebebasan informasi.

Harus disadari, lahirnya UU KIP bukan berarti memunculkan kebebasan yang sebebas-bebasnya dalam mengakses informasi. Kebebasan tetap harus bertanggung jawab, ada batasan dan aturannya. Tujuannya, agar kebebasan seseorang atau institusi tidak berbenturan dengan hak-hak orang atau institusi lain. Untuk beberapa hal tertentu, sebagian kalangan sudah memahami bahwa ada suatu rahasia yang memang tidak boleh dibuka untuk umum, tetapi tidak sepenuhnya masyarakat tahu dan paham mengapa informasi tersebut bersifat rahasia. Untuk itu yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah memberi keterangan kepada masyarakat, informasi apa yang bersifat rahasia dan penjelasan logis mengapa informasi itu bersifat rahasia sehingga tidak bisa diakses publik.

Akhir-akhir ini marak perbincangan tentang kerahasiaan medical record. Boleh tidaknya data kesehatan seseorang dipublikasikan/ diketahui orang lain menjadi wacana perdebatan masyarakat, terutama dari kalangan medis. Topik ini merebak beberapa waktu yang lalu masyarakat dikejutkan dengan kasus Prita Mulyasari, seorang ibu yang harus ditahan selama 3 pekan karena dituduh mencemarkan nama baik dokter & Rumah Sakit Omni International yang pernah merawatnya. Kasus ini diawali dari suatu ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK) seperti dokter atau Rumah Sakit. Prita dituduh membuat dan mengirimkan surat elektronik (email) ke sejumlah orang, yang isinya dinilai telah mencemarkan nama baik kedua dokter tersebut. Hal itu dilakukan Prita, atas kekecewaannya terhadap pihak RS Omni Internasional yang tidak mau memberikan medical record yang dimintanya.

Menurut Dr. dr. H. Kartono salah seorang anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI), mengatakan bahwa semestinya penyedia layanan kesehatan dalam hal ini Rumah Sakit tidak memiliki sikap yang arogan dengan tidak memberikan medical record pasien. Karena pemberian medical record kepada pasien diperbolehkan di dalam UU medik. Kasus seperti Prita ini banyak sekali, artinya orang yang tidak puas pada pelayanan Rumah Saki sehingga ketika pasien tidak sembuh atau pelayanannya dianggap kurang memuaskan, muncul tuduhan dokter melakukan malapraktik atau Rumah Sakit dianggap menipu.

Berdasarkan latar belakang di atas, tulisan makalah ini mencoba memahami apa sesungguhnya Medical Record, mengapa informasi Medical Record itu bersifat rahasia sehingga tidak bisa diakses publik, dan bagaimana dampak Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam melindungi informasi Rekam Medis.

Metodologi penulisan

Penulisan makalah ini menggunakan beberapa referensi sumber yang diperoleh dari internet, buku, maupun jurnal. Dan dalam pembahasannya, penulis mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2008 dan PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 serta menggunakan teori masyarakat informasi dan juga melihat dari sisi kepustakaan.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2008

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) memuat pokok-pokok materi yang terdiri dari pengertian-pengertian yang terkait dengan informasi dan badan-badan publik, jenis-jenis informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan, informasi publik yang dikecualikan, hal yang terkait dengan Komisi Informasi sebagai lembaga independen yang ditugaskan mengawal pelaksanaan undang-undang ini. Serta mekanisme memperoleh informasi dan sanksi hukum atas pelanggaran undang-undang ini oleh badan publik.

Dengan lahirnya UU KIP, masyarakat kini berhak mendapatkan jaminan memperoleh informasi dan setiap badan publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses informasi publik kepada masyarakat luas. Dengan membuka akses informasi publik, badan publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Hal itu dapat mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka sebagai upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta terciptanya pemerintahan yang baik (good governance).

Pengertian Badan Publik

Dalam Bab I Tentang Ketentuan Umum pasal 1 UU RI No. 14 Tahun 2008 menyebutkan bahwa Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Badan Publik yang dimaksud dalam pasal 1 adalah Instansi Pemerintah yang meliputi satuan kerja atau satuan organisasi Kementerian, Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, dan Instansi lainnya, baik Pusat maupun Daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Rumah Sakit

Penulis mengambil contoh kasus di Rumah Sakit yang merupakan salah satu layanan publik yang terdapat di Departemen Kesehatan. Untuk mengetahui macam-macam layanan publik di Departemen Kesehatan, penulis mengambil kutipan dari Hadi Pranoto dalam bukunya Media dan Otonomi Daerah yang menyatakan bahwa Departemen Kesehatan menyediakan 14 layanan publik, dinataranya adalah: Izin Pendirian Rumah Sakit, Rumah Bersalin, Poliklinik, Industri Farmasi, Apotik/Rumah Obat, Izin Praktek Dokter, Izin Peredaran Obat, Pengadaan/Penyediaan Obat, Asuransi Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas, Pendidikan Kesehatan (SPK, Gizi, BLKM, dll), Gudang Farmasi dan Laboratorium Kesehatan.

Rumah Sakit oleh WHO (1957) diberikan batasan yaitu suatu bahagian menyeluruh, (integrasi) dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial.

Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang parmanen menyelenggarakan pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Adanya kemajuan teknologi disertai dengan penggunaan cara-cara baru dibidang diagnostik dan terapeutik mengharuskan rumah sakit mempekerjakan berbagai profesi kedokteran dan profesi lain sehingga rumah sakit menjadi organisasi padat karya spesialis dan merupakan tempat dimana terjadi proses pengubahan dari masukan menjadi luaran. Masukan utama adalah dokter, perawat personil lainnya, prasarana, sarana peralatan dan sebagainya merupakan bagian dari rumah sakit.

Fungsi Rumah Sakit selain yang diatas juga merupakan pusat pelayanan rujukan medik spsialistik dan sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan Pemulihan (rehabilitatisi pasien) (Depkes R.I. 1989) Maka sesuai dengan fungsi utamanya tersebut perlu pengaturan sedemikian rupa sehingga Rumah Sakit mampu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan berdaya guna dan berhasil guna (Ilyas : 2001.) Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 983/ Menkes / 17/ 1992 tentang pedoman organisasi rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spsialistik,dan sub spesialistik, sedangkan klasifikasi didasarkan pada perbedaan tingkat menurut kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan yaitu rumah sakit kelas A, Kelas B, (Pendidikan dan Non Pendidikan) kelas C dan Kelas D.

Dijelaskan juga dalam Undang-Undang Rumah Sakit bahwa prinsip umum Rumah Sakit adalah mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan Rumah Sakit dan sumber daya manusia di Rumah Sakit, meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan Rumah Sakit dan memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia di Rumah Sakit dan Rumah Sakit sendiri. Sebagai konsekuensi, pimpinan rumah sakit akan makin membutuhkan informasi yang bersifat manajerial, untuk dapat mengelola kegiatan rumah sakit yang menjadi tanggung jawabnya. secara efisien sehingga diperlukan suatu informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya.

Dengan telah disusunnya Undang-undang keterbukaan informasi Publik, maka setiap badan publik wajib memberikan informasi kepada masyarakat. Termasuk juga rumah sakit sebagai intitusi yang memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat wajib memberikan informasi. Persoalannya, jenis informasi apa saja yang bisa diinformasikan secara umum, apakah termasuk informasi dalam Rekam Medik?

Pengertian Medical Record

Dalam pelayanan kedokteran di tempat praktek maupun di Rumah Sakit yang standar, dokter membuat catatan mengenai berbagai informasi mengenai pasien tersebut dalam suatu berkas yang dikenal sebagai Status, Rekam Kesehatan atau Medical Record. Data ini merupakan suatu informasi yang memiliki arti penting bagi pasien, dokter, tenaga kesehatan serta Rumah Sakit. Penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.

Kemudian diperbaharui dengan PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Kedua pengertian rekam medis diatas menunjukkan perbedaan yaitu Permenkes Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 hanya menekankan pada sarana pelayanan kesehatan, sedangkan dalam UU Praktik Kedokteran tidak. Ini menunjukan pengaturan rekam medis pada UU Praktik Kedokteran lebih luas, berlaku baik untuk sarana kesehatan maupun di luar sarana kesehatan. Namun dengan terbitnya PERMENKES No: 269 / MENKES / PER / III / 2008 sudah tidak ada perbedaan lagi.

Pengertian Rekam Medik menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 di atas sesuai dengan pengertian informasi yang terdapat pada UU KIP dalam Bab I Tentang Ketentuan Umum pasal 1, yang menyatakan bahwa informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.

Ada 2 jenis Rekam Medik, yakni: Rekam Medik konvensional dan Rekam Medik elektronik. Salah satu penggunaan informasi teknologi dalam dunia kesehatan, Rumah Sakit sebagai pelayan kesehatan sudah banyak menggunakan Rekam Medik Elektronik (EHR). Ini sesuai PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 pasal 47 (1) bahwa Rekam Medik merupakan milik pasien dapat diberikan salinannya dalam bentuk elektronik atau dicetak untuk diberikan pada pasien. EHR memiliki tingkat keamanan lebih tinggi dalam mencegah kehilangan atau kerusakan dokumen elektronik, karena dokumen elektronik jauh lebih mudah dilakukan ‘back-up’ dibandingkan dokumen konvensional.

Rekam Medik Elektronik (HER) memiliki kemampuan lebih tinggi dari hal-hal yang telah ditentukan oleh Permenkes no.269/2008, misalnya penyimpanan rekam medik sekurangnya 5 tahun dari tanggal pasien berobat (pasal 7), rekam medik elektronik dapat disimpan selama puluhan tahun dalam bentuk media penyimpanan cakram padat (CD/DVD) dengan tempat penyimpanan yang lebih ringkas dari rekam medik konvensional yang membutuhkan banyak tempat & perawatan khusus. Kebutuhan penggunaan rekam medik untuk penelitian, pendidikan, penghitungan statistik, & pembayaran biaya pelayanan kesehatan lebih mudah dilakukan dengan EHR karena isi EHR dapat dengan mudah diintegrasikan dengan program/software sistem informasi Rumah Sakit/klinik/praktik, pengolahan data, & penghitungan statistik yang digunakan dalam pelayanan kesehatan, penelitian, & pendidikan tanpa mengabaikan aspek kerahasiaan.

Isi Medical Record

Isi Medical Record merupakan catatan keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk data tentang identitas dan data medis seorang pasien. Secara umum isi Rekam Medik dapat dibagi dalam dua kelompok data yaitu:

1.Data medis atau data klinis

Yang termasuk data medis adalah segala data tentang riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta hasilnya, laporan dokter, perawat, hasil pemeriksaan laboratorium, ronsen dsb. Data-data ini merupakan data yang bersifat rahasia (confidential) sehingga tidak dapat dibuka kepada pibak ketiga tanpa izin dari pasien yang bersangkutan kecuali jika ada alasan lain berdasarkan peraturan atau perundang-undangan yang memaksa dibukanya informasi tersebut.

Contoh Rekam Medik tentang riwayat penyakit. Data ini yang dirahasiakan.

Setelah dipelajari UU KIP, ternyata tetap rekam medis bersifat rahasia yang tidak bisa diakses publik, hal tersebut dapat dilihat pada pasal 17 bahwa Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali: .... ayat (h) Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:

a. riwayat dan kondisi anggota keluarga;

b. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;

c. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;

d. hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendas kemampuan seseorang; dan/atau

e. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.

Pada point 2 jelas disebut riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang; dan itu merupakan pengertian rekam medis. Dengan demikian rekam medis merupakan informasi yang dikecualikan untuk diakses walaupun ada permintaan dari masyarakat ataupun dari pihak-pihak lain selain pasien itu sendiri.

Contoh Medical Record yang dirahasiakan

Tetapi kerahasiaan tersebut tidaklah mutlak jadi rahasia terus, bisa juga dibuka apabila ada izin secara tertulis dari pasien atau dari pemilik informasi tersebut, seperti dijelaskan di Pasal 18 ayat (2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila :

1) pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau

2) pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik.

Apabila dalam pelaksanaan dilapangan mempublikasikan isi rekam medis seperti pada pasal 17 maka dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 54 ayat (1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Contoh dalam kasus ini Polres Banyumas menetapkan Direktur RSUD Margono Soekarjo, Purwokerto, dokter Hartanto, sebagai tersangka dalam kasus pembeberan Medical Record milik pasien Warsin Medical Record milik pasien yang kerahasiaannya dilindungi undang-undang. Selain menjadi tersangka pidana ini, Hartanto digugat secara perdata oleh Darno (Suami Warsinah) Rp. 5 miliar. Gugatan Darno juga didasarkan pada Surat Keputusan Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI Nomor 78/Yanmed/YMU/I/91 tanggal 31 Januari 1991 tentang petunjuk Medical Record yang menyatakan, isi Medical Record adalah milik pasien dan harus dijaga kerahasiaannya. Dan juga dalam pasal 47 (1) UU no.29/2004 menyatakan bahwa dokumen Medical Record adalah milik dokter atau sarana pelayanan kesehatan.

2. Data sosiologis atau data non-medis

Yang termasuk data ini adalah segala data lain yang tidak berkaitan langsung dengan data medis, seperti data identitas, data sosial ekonomi, alamat dsb. Data ini oleh sebagian orang dianggap bukan rahasia, tetapi menurut sebagian lainnya merupakan data yang juga bersifat rahasia (confidensial).

Elemen data Rekam Medik yang dianggap bukan rahasia menurut Asmarifa Ainy, diantaranya adalah:

1. Informasi Pasien: nomor ID, nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat

2. Informasi kunjungan: unit atau instalasi, dokter yang memeriksa, asuransi, disposisi (pulang, dirawat, dirujuk)

3. Informasi Klinik: keluhan, riwayat sakit, riwayat keluarga, kondisi sosial dan perilaku, pemeriksaan fisik, lab, diagnosis, prosedur pengobatan dan tindakan

4. Memuat data episode kunjungan tetapi juga data Longitudinal (life-time)

Data-data rekam medis diatas dapat ditambahkan dan dilengkapi sesuai kebutuhan yang ada dalam palayanan kesehatan.

Contoh Rekam Medik secara elektronik. Data ini tidak dirahasiakan.

Manfaat Medical Record

Permenkes no. 749a tahun 1989 menyebutkan bahwa Rekam Medis memiliki 5,manfaat yaitu:

1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien

2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum

3. Bahan untuk kepentingan penelitian

4. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan

5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 5 manfaat, yang untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu:

1. Adminstratlve value. Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif pelayanan kesehatan.

2. Legal value. Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan

3. Financial value. Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan kesehatan yang harus dibayar oleh pasien

4. Research value. Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan.

5. Education value. Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran dan pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya.

Diantara semua manfaat Rekam Medis, yang terpenting adalah aspek legal Rekam Medis. Pada kasus malpraktek medis, keperawatan maupun farmasi, Rekam Medis merupakan salah satu bukti tertulis yang penting. Berdasarkan informasi dalam Rekam Medis, petugas hukum serta Majelis Hakim dapat menentukan benar tidaknya telah terjadi tindakan malpraktek, bagaimana terjadinya malpraktek tersebut serta menentukan siapa sebenarnya yang bersalah dalam perkara tersebut.

Penyelenggaraan Medical Record

Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran menegaskan bahwa dokter dan dokter gigi wajib membuat rekam medis dalam menjalankan praktik kedokteran. Setelah memberikan pelayanan praktik kedokteran kepada pasien, dokter dan dokter gigi segera melengkapi rekam medis dengan mengisi atau menulis semua pelayanan praktik kedokteran yang telah dilakukannya. Setiap catatan dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. Apabila dalam pencatatan rekam medis menggunakan teknlogi informasi elektronik, kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan nomor identitas pribadi/personal identification number (PIN).

Dalam hal terjadi kesalahan saat melakukan pencatatan pada rekam medis, catatan dan berkas tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun. Perubahan catatan atas kesalahan dalam rekam medis hanya dapat dilakukan dengan pencoretan dan kemudian dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan. Lebih lanjut penjelasan tentang tata cara ini dapat dibaca pada Peraturan Menteri Kesehatan tentang Rekam Medis dan pedoman pelaksanaannya.

Kepemilikan Rekam Medis

Sesuai UU Praktik Kedokteran, berkas rekam medis menjadi milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis dan lampiran dokumen menjadi milik pasien.

Penyimpanan Rekam Medis

Pada saat seorang pasien berobat ke dokter, sebenarnya telah terjadi suatu hubungan kontrak terapeutik antara pasien dan dokter. Hubungan tersebut didasarkan atas kepercayaan pasien bahwa dokter tersebut mampu mengobatinya, dan akan merahasiakan semua rahasia pasien yang diketahuinya pada saat hubungan tersebut terjadi. Dalam hubungan tersebut se«ara otomatis akan banyak data pribadi pasien tersebut yang akan diketahui oleh dokter serta tenaga kesehatan yang memeriksa pasien tersebut. Sebagian dari rahasia tadi dibuat dalam bentuk tulisan yang kita kenal sebagai Rekam Medis. Dengan demikian, kewajiban tenaga kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran, mencakup juga kewajiban untuk menjaga kerahasiaan isi Rekam Medis.

Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan dan dijaga kerahasiaannya. Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang harus disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun dan resume rekam medis paling sedikit 25 tahun terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat. Untuk tujuan itulah di setiap institusi pelayanan kesehatan, dibentuk Unit Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan proses pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut.

Kesimpulan

Apa yang penulis kemukakan didalam tulisan ini merupakan paparan penulisan ilmiah sehingga dapat digunakan sebagai bahan masukan tentang pemahaman medical record kepada masyarakat. Di dalam paparan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan kerahasiaan yang menyangkut riwayat penyakit pasien yang tertuang dalam rekam medis. Rahasia kedokteran tersebut dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien untuk memenuhi permintaan aparat penegak hukum (hakim majelis), permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, rahasia kedokteran (isi rekam medis) baru dapat dibuka bila diminta oleh hakim majelis di hadapan sidang majelis. Dokter dan dokter gigi bertanggung jawab atas kerahasiaan rekam medis sedangkan kepala sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab menyimpan rekam medis.

Daftar Referensi

Ainy, Asmarifa. (2008). Rekam Medik dan Sistem Pelaaporan di Rumah Sakit. Palembang: FKM UNRI

Billy. N., (2008) Rekam Medik Elektronik di Indonesia Pasca Pengesahan UU ITE. Desember 17, 2009. http://hukumkes.wordpress.com/category/rekam-medik/

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Direktur RS jadi tersangka pembocoran rekam medis. Desember 17, 2009.

http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=890&Itemid=2

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Menkes Membuka Sosialisasi UU KIP Dan UU Kesehatan. Desember 19, 2009. http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3656

Departemen Kesehatan Repubik Indonesia. (2008) Bab III Visi dan Misi. Desember 19, 2009. http://www.depkes.go.id/downloads/bab_3.pdf

Hukumham.info. (2009). Keterbukaan Informasi Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik Desember 17, 2009. http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=3228&Itemid=43

Irditkesad, Kurtiyono. (2009). Rekam medis, catatan yang sering dilupakan. Desember 21, 2009. http://www.kesad.mil.id/index.php?option=com_content&view=article&id=182:medcal-record&catid=52:umum

Juyandi, Yusa. (2009). Rahasia Negara dan Informasi Publik. Desember 19, 2009. http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/sosial-politik/2431-rahasia-negara-dan-keterbukaan-informasi-publik.html

Kebebasan Memperoleh Informasi.com. Rahasia Negara dan Informasi Publik. (2008). Desember 19, 2009. http://www.kebebasaninformasi.org/index2.php?pilih=kolom&noid=31

Khamdan, Muh. (2007). Keterbukaan Informasi Publik. Desember 17, 2009.

http://prismanalumsari.wordpress.com/2009/10/24/keterbukaan-informasi-publik/

Kompas.com. (2009). Anggota IDI : Pasien Boleh Meminta "Medical Record". Desember, 19, 2009. http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/07/07/13450562/anggota.idi..pasien.boleh.meminta.quotmedical.recordquot.

Kompas.Com. (2008). Plus Minus RUU Keterbukaan Informasi Publik. Desember 17, 2009.

http://olahraga.kompas.com/read/xml/2008/04/03/17484381/plus.minus.ruu.keterbukaan.informasi.publik

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008. Desember 19, 2009. http://www.apikes.com/files/permenkes-no-269-tahun-2008.pdf

Myzavier. (2009). Pembatasan Kerahasiaan Negara dan Perlindungan Terhadap Hak Atas Informasi. Desember 16, 2009. http://myzavier.blogspot.com/2009/05/pembatasan-kerahasian-negara-dan.html

Pranoto, Hadi., (2006). Media dan Otonomi Daerah, 276 Jenis Layanan Publik Yang Harus diberitakan oleh Media. Jakarta: USAID

PTA Kep. Bangka Belitung. (2008) UU No. 14 Tahun. (2008). Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Desember 17, 2009.

http://www.pta-babel.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=228

Qauliyah, Asta. Rekam Medis, Definisi dan Kegunaannya. Desember 19, 2009. http://astaqauliyah.com/2007/10/04/rekam-medis-defenisi-dan-kegunaannya/

Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. (2008). Desember 16, 2009. http://www.pa-wonosari.net/undangundang/UU%20Keterbukaan%20Informasi%20Publik%20NOMOR%2014%20TAHUN%202008.pdf