Senin, 28 September 2009

Masyarakat Informasi, John Feather

ini bahan dari bukunya masyarakat informasinya pak John Feather



DAMPAK PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMPUTER TERHADAP KEHIDUPAN MANUSIA


2.1 Masyarakat InformasiDapat dikatakan bahwa pada saat ini kita tengah menghadapi suatu era yang dinamakan Era Informasi. Paling tidak itulah anggapan, dugaan, dan sekaligus harapan banyak orang. Berbicara tentang era informasi adalah berbicara tentang masa depan rakyat (Indonesia) dan Gelombang Peradaban Ketiga (menurut Alvin Tofler). Dalam pandangan para pakar, masa depan umat manusia (dalam era informasi) adalah transformasi masyarakat secara radikal ke arah masyarakat baru yang lebih tercerahi.Konsep masyarakat informasi muncul pada tahun 1970-an dan sampai kini masih terus diperdebatkan. Perdebatan konsep masyarakat informasi ini melibatkan ilmuwan terkemuka dari berbagai bidang yang berbeda. Mereka mencoba untuk membahas konsep masyarakat informasi dari sudut pandang masing-masing. Mereka antara lain adalah Daniel Bell (1973), Stoiner (1983), Fritz Machlup (1983), Masuda (1990) dan Wiliam Martin (1995). Mereka membahas masyarakat informasi berdasarkan perkembangan yang mereka lihat dari sudut pandang masing-masing, tentang apa yang terjadi di masyarakat berhubungan dengan informasi, tentang bagaimana orang memperlakukan informasi, tentang penghargaan orang tentang informasi, dan sebagainyaMenurut William Martin, masyarakat informasi adalah suatu masyarakat dimana kualitas hidup, dan juga prospek untuk perubahan sosial dan pembangunan ekonomi, tergantung pada peningkatan informasi dan pemanfaatannya. Dalam masyarakat seperti ini, standar hidup, pola-pola kerja dan kesenangan, sistem pendidikan dan pemasaran barang-barang sangat dipengaruhi oleh akumulasi peningkatan informasi dan pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnyan intensitas produksi informasi dan pelayanan, komunikasi yang luas melalui media dan banyak diantaranya dilakukan secara elektronis.Individu dalam masyarakat informasi berlomba-lomba mendapatkan informasi. Daniel Bell mengatakan sekarang umat manusia sudah mencapai masyarakat informasi atau Postindustrial Society, itulah istilah yang digunakan Bell. Bell membagi masyarakat menjadi masyarakat agraris, industri, dan postindustri. Karakteristik masyarakat postindustri adalah perubahan dari produksi barang-barang ke produksi industri jasa, penyusunan pengetahuan secara teori, dengan pengetahuan dan inovasi pelayanan sebagai strategi dan sumber tranformasi dalam masyarakat.Menurut Masuda jawaban atas pertanyaan kapan masyarakat informasi direalisasikan adalah melalui evolusi perkembangan teknologi komputer. Bagi Masuda komputer merupakan alat (tools) utama dalam masyarakat informasi. Menurutnya, ada empat tahap perkembangan dan dampak penggunaan komputer yang sangat mempengaruhi perkembangan masyarakat.Tahap pertama adalah pemakaian komputer atau komputerisasi pada ilmu-ilmu besar baik skala nasional maupun proyek. Komputerisasi manajemen merupakan tahap kedua dari evolusi ini dimana manajemen sistem informasi berperan sangat penting. Tahap ketiga adalah society-based computerization dimana lembaga-lembaga masyarakat memanfaatkan komputer secara maksimal dalam organisasi kemasyarakatan. Setelah itu, orang (individu) dari kamar masing-masing dapat menggunakan komputer dengan aplikasi pada berbagai segi kehidupan. Bila masyarakat sudah demikian maka masyarakat tersebut sudah mencapai tahap terakhir, yaitu tahap individual-based computerization.Ada tiga komponen yang menjadi faktor pendorong terjadi masyarakat informasi, yaitu dinimika informasi dan komunikasi, perkembangan dalam teknologi komputer, dan perkembangan dalam teknologi komunikasi[1]. Komputer telah menjadi ciri khas perkembangan masyarakat negara industri. Secara implisit masyarakat informasi memang ditandai oleh penggunaan produk komputer dan media elektronik lain serta media audiovisual. Namun, agaknya pengertian semacam ini tersebut terlalu sempit, sehingga konsep ini secara fundamental terus mengalami perubahan demi kejelasan definisi tersebut.Alat-alat yang sudah kita gunakan dalam kehidupan kita sehari-hari seperti telepon, televisi dan komputer, merupakan temuan dalam dekade terakhir dan telah ditransformasikan secara nyata dalam kehidupan dan pekerjaan kita. Transformasi itu terjadi dalam waktu yang relatif pendek dalam berbagai aspek manajemen perkantoran, telekomunikasi dan berbagai bentuk penyiaran TV. Transformasi ini akan terus berlanjut dengan asumsi bahwa adanya perubahan yang cepat di masa yang akan datang sebenarnya telah dengan cepat juga di mulai pada masa lampau. Pengalaman dan cerita sejarah telah mengisyaratkan bahwa sesuatu telah mengalami peningkatan.Baik Bell maupun Masuda mengakui adanya tahap-tahap menuju masyarakat informasi dengan latar belakang pemahaman negara industri dimana komputer merupakan lokomotif revolusi informasi. Namun, komputer sebenarnya hanya tools atau alat menuju masyarakat informasi. Komputer menyebabkan laju revolusi informasi semakin cepat.Perkembangan teknologi informasi (TI) global yang dimotori muculnya teknologi komputer dan komunikasi menyebabkan arus informasi dari negara industri ke negara berkembang berlangsung cepat. Masyarakat negara berkembang belum mampu membendung arus yang sangat besar ini sehingga ‘suka tidak suka’ komputer harus dimiliki. Tren “kepemilikan” komputer merajalela. Masyarakat yang memiliki uang mulai membeli komputer meski belum tahu apa manfaatnya bagi mereka. Pemilikan komputer menjadi simbol warga global meski tingkat pemakainnya sangat terbatas dan kurang maksimal.Menghadapi kondisi seperti ini negara berkembang termasuk Indonesia menjadi gagap: gagap informasi, gagap komputer, dan gagap komunikasi. Tiba-tiba saja kantor-kantor berhadapan dengan komputer dan terpaksa kita harus menggunakannya karena kalau tidak menggunakan dapat dikatakan primitif. Karena gagap, kita tidak tahu pada tahap mana posisi masyarakat (informasi) Indonesia sekarang. Walaupun demikian, sebagian orang mengatakan bahwa saat ini Indonesia telah memasuki masyarakat informasi dan menjadi bagian masyarakat informasi global.

Konsep Knowledge Management
Manajemen pengetahuan (knowledge management) adalah sebuah konsep baru di dunia bisnis. Konsep ini berkembang pesar terutama sejak tahun 2000-an. Tujuan penerapan konsep ini adalah untuk meningkatkan dan memperbaiki operasional perusahaan dalam mencari keuntungan kompetitif. Manajemen pengetahuan digunakan untuk memperbaiki komunikasi diantara manajemen puncak dan pekerja untuk mempertahankan proses kerja, menanamkan budaya berbagai pengetahuan dan mengimplementasikan sistem penghargaan berbasis kinerja.
Definisi knowledge management masih beragam antar berbagai ahli. Perbedaan ini terutama karena masih beragamnya persepsi atau pendapat tentang perbedaan informasi dan pengetahuan. Para ahli dibidang informasi menyebutkan bahwa informasi adalah pengetahuan yang disajikan kepada seseorang dalam bentuk yang dapat dipahami; atau data yang telah diproses atau ditata untuk menyajikan fakta yang mengandung arti. Sedangkan pengetahuan berasal dari informasi yang relevan yang diserap dan dipadukan dalam pikiran seseorang. Sedangkan pengetahuan berkaitan dengan apa yang diketahui dan dipahami oleh seseorang. Informasi cenderung nyata, sedangkan pengetahuan adalah informasi yang diinterpretasikan dan diintegrasikan.
Secara umum, knowledge management adalah sebuah proses yang mengkoordinasikan penggunaan informasi, pengetahuan dan pengalaman. Dengan konsep tersebut, berarti ada perbedaan untuk data, informasi dan pengetahuan. Berdasarkan hierarkinya, informasi berasal dari data yang telah diproses sehingga dapat diinterpreasikan. Data terdiri dari angka-angka (untuk data kuantitatif) dan bentuk fakta-fakta lain yang yang relative tidak berarti bagi pemakai





Hal. 83-89

Potensi konflik atau kompetisi antara negeri dengan swasta di sector kepustakaan dan pengiriman jasa informasi tidak dibatasi pada perpustakaan negeri saja. Perkembangan-perkembangan yang telah didiskusikan dalam system komunikasi yang menghubungkan kelompok akademis, baik yang fomal ataupun nonformal, justru mempertanyakan peran perpustakaan dalam komunitas akademis. Perpustakaan dahulu dikenal sebagai jantung dari universitas tapi saat ini lebih dikenal sebagai pusat buku teks, took buku dan tempat belajar. Hal ini disebabkan teknologi informasi mampu menyediakan informasi langsung meja akademis dan pelajar melalui computer yang mereka akses, akibatnya perpustakaan hanyalah bagian dari jaringan untuk memenuhi kebutuhan akan informasi.


Semua masalah ini berujung pada satu titik; yaitu akses kepada informasi. Teknologi telah meningkatkan potensial untuk mengakses informasi, tapi pada waktu yang sama juga memberikan cara untuk membatasinya. Batasan ini dapat disebabkan karena kurangnya kemampuan, infrastruktur teknologi, kebijakan politik dan kemampuan financial. Hal ini semua menimbulkan sebuah kontradiksi; potensi untuk mengakses informasi menjadi lebih besar, tapi justru dapat juga terbatasi oleh teknologi tersebut.


Tapi kita tidak perlu pesimis mengenai hal ini.Menurut sudut pandang sejarah kita ini masih berada di titik awal dalam revolusi yang menciptakan komunitas informasi. Aplikasi computer yang digunakan dalam teks ini kebanyakan berusia kurang dari sepuluh tahun. Jumlah orang yang memiliki akses terhadap informasi dan kemampuan untuk mengambil manfaat darinya semakin bertambah. Perubahan keseimbangan antara pihak negeri dan swasta masih tetap belum menemukan titik temu untuk mencapai consensus. Debat politik yang akan menentukan hasilnya itu baru saja dimulai dan pada tahap ini masih mendebatkan layanan jasa perpustakaan negeri. Kita masih dapat berharap bahwa perdebatan ini dapat membuahkan hasil untuk menyediakan informasi yang sangat efektif bagi masyarakat dan ekonomi.


Isu-isu yang didebatkan adalah hal-hal yang nyata serta memiliki konsekuensi yang nyata pula. Seiring akses terhadap informasi menjadi lebih mudah dan juga sulit, ketergantungan kita terhadapnya juga makin bertambah. Hubungan yang jelas antara nilai dan biaya informasi, serta kemampuan untuk menentukan harga layanan informasi dan juga tariff yang ditentukan pemerintah, justru melemahkan pihak yang memiliki sumber daya ekonomi yang lemah seiring dengan meningkatnya penggunaan jaringan juga melemahkan pihak yang memilki sumber daya teknis yang lemah. Pada waktu yang bersamaan, individu, organisasi, pemerintah yang memiliki kemampuan teknis dan financial sedang mengakumulasi potensi untuk mengendalikan informasi itu sendiri dan membatasi pihak lain untuk mengaksesnya. Ini merupakan masalah sentral dari masyarakat informasi.



5


Dimensi Politik


Kaya informasi dan miskin informasi.



Telah dibahas sebelumnya pada bab 3 dan 4 bahwa informasi teknologi dapat memfasilitasi dan membatasi akses terhadap informasi. Pada satu sisi, teknologi telah memberikan kemudahan untuk menyimpan, mengurut dan mengambil data; tapi di sisi yang lain teknologi juga menambah biaya untuk melakukan semua itu. Dengan memasukkan teknologi rumit dengan infrastruktur mahal antara informasi dengan calon pengguna, teknologi justru menjadi sebuah halangan dalam jalur rantai persediaan.



Informasi di negara berkembang: penjelasan sebuah masalah


Nilai sebuah informasi tidak intrinsic, tapi terletak pada penggunaannya. Dari penggunaan ini, dapat diambil manfaat yang akan menguntungkan bagi ‘pemilik’ informasi tersebut. Jika akses terhadap informasi dikendalikan, baik secara ekonomi atau cara yang lain, potensi manfaat dari memiliki akses tersebut akan hilang dari mereka yang tidak dapat mengaksesnya. Hal-hal seperti ini yang memunculkan istilah ‘kekayaan informasi’ dan ‘kemiskinan informasi’ dan hubungannya dengan perkembangan ekonomi.


Kemajuan dari perkembangan ekonomi terletak pada pembuatan kebijakan di setiap negara, baik itu negara berkembang atau maju. Jadi maksudnya adalah sebuah implementasi dari rencana-rencana yang menuju terciptanya infrastruktur yang dapat mendukung, pada jangka waktu yang lama, kegiatan ekonomi dan kegiatan-kegiatan lainnya yang mendukung. Program seperti ini perlu didesain dan diawasi, tapi perlu juga untuk cukup fleksibel agar desainnya dapat dimodifikasi sesuai dengan analisa berkelanjutan dari pengawasan tersebut. Dengan kata lain, ‘perkembangan’ merupakan proses yang dinamis, proses perubahan yang tidak acak tapi direncanakan dengan tujuan mencapai target-target tertentu. Tujuan jangka panjang dari perkembangan ini bukan hanya untuk tujuan ekonomi, tapi juga untuk kepentinan social, dan pengembangan kualitas hidup. Dinamika perkembangan tidak hanya diarahkan untuk tujuan pengembangan ekonomi, seperti peningkatan GNP, hasil perkapita, dan sebagainya – tapi juga untuk manfaat tidak nyata seperti perumahan yang baik, pelayanan medis serta pelayanan jasa yang baik pula.


Peran pemerintah dalam proses ini dapat berupa maca-macam. Kebanyakan negara barat menargetkan hal-hal yang jauh, seperti tingkat inflasi, penyediaan uang, tingkat pengangguran dan beberapa tindakan makro ekonomi lainnya. Bagi negara berkembang proses perencanaan ini dimasukkan dalam sebuah rencana nasional, biasanya berdasarkan siklus lima tahun. Dalam rencana ini, sumber daya yang terbatas yang dikuasai negara diarahkan untuk tujuan strategis untuk kepentingan nasional. Pihak swasta juga diharapkan akan ikut terlibat dalam proses perencanaan ini dengan diberi insentif yang dapat diberikan dalam bentuk keringanan pajak, investasi atau pelatihan.


Jika anggapan bahwa memiliki informasi itu menguntungkan bagi pemilik dan ketidak pemilikannya itu tidak menguntungkan maka anggapan ini sangat mengikuti proses perkembangan yang dibahas tadi. Asumsi ini perlu ditelaah, dan jika valid, maka perlu dipikirkan sejauh mana kesiapan Negara-negara berkembang untuk menyediakan layanan informasi yang efektif.


Hubungan antara informasi dan perkembangan tampaknya sangat dekat. Mari lihat Negara Asia yang maju – Jepang, Singapura dan Korea Selatan – di sana informasi mengenai ekonomi dan ilmu sains mudah ditemukan. Ketiga Negara tersebut telah dapat menggunakan kecanggihan teknologi informatika secara baik. Ini telah menghasilkan bukan hanya pengolahan perusahaan dan institusi yang efektif melainkan juga perubahan structural yang besar dalam kegiatan ekonomi.


Negara industry baru telah banyak mendapat manfaat lain dari penggunaan informasi selain untuk tujuan pemerintahan dan bisnis. Penggunaannya juga untuk perkembangan produk-produk baru, desain ulang dari produk-produk yang sudah ada dan juga terciptanya system baru untuk pembuatan dan pendistribusian barang-barang. Sistem informasi juga mendukung sector-sektor jasa lainnya, seperti perbankan, asuransi, transportasi dan media. Dengan kata lain, ketersediaan ilmu pengetahuan dan teknologi informatika merupakan fondasi utama untuk perkembangan industry yang berdasarkan ilmu pengetahuan. Juga penggunaannya selain itu juga turut mendukung terciptanya infrastruktur yang lebih lengkap di mana industry itu berjalan. Kesuksesan ekonomi yang kaya informasi dan kelemahan relatif mereka yang miskin informasi merupakan argumen dari pentingnya informasi.


Dalam banyak hal, Negara industry baru dari Asia Tenggara dan Asia Timur dapat dibandingkan dengan Negara Barat disbanding dengan Negara Asia lainnya. Bahkan, Jepang dan Singapura, telah melampaui Negara Barat dalam penggunaan teknologi informatika dalam bisnis dan industry serta dalam kehidupan sehari-hari. Jepang telah mengembangkan sector manufaktur di mana teknologi informatika merupakan bagian integral, yaitu sebagai alat dan juga produk. Perindustrian Jepang menggunakan robot dan system pengendalian terkomputerisasi secara luas – juga system bisnis konvensional, dan produksi perangkat keras dari teknologi informatika merupakan bagian terpenting dari industry ekonomi Jepang. Singapura sendiri menggunakan kapasitas teknologi informatika untuk mengubah negaranya menjadi pusat financial global. Di kedua Negara tersebut tentunya banyak factor pendukung lainnya selain penggunaan teknologi informatika, meskipun begitu Nampak sengat jelas kedua pemerintahan Negara tersebut sangat mendukung perkembangan industry informasi. Hasilnya mereka dengan sukses telah dapat bersaing dengan Negara Barat yang juga memiliki ekonomi yang sangat maju.


Kesuksesan yang berhasil diraih oleh negara-negara tersebut bukan hanya dalam bidang ekonomi. Perkembangan di bidang sosial, seperti perumahan, kesejahteraan, layanan medis dan pendidikan, semuanya dapat berkembang jika ada dukungan finansial yang diperoleh dari sektor ekonomi. Di negara Singapura dan Jepang, kesuksesan ekonomi yang dibangun dari penggunaan teknologi informatika digunakan untuk perkembangan sosial. Singapura, negara kecil yang sangat sentralistis mampu memberikan kualitas kehidupan yang tinggi bagi warganya, walaupun banyak yang menyatakan keberhasilan ini mengorbankan keragaman sosial dan politik. Dalam hal ini sangat menarik untuk membandingkan Singapura dengan Hong Kong, walau keduanya memiliki perbedaan dalam situasi politik.


Hong Kong, telah menjadi pusat finansial global yang dalam hal tertentu bahkan melebihi Singapura. Hong Kong sejak dahulu telah dikembangkan untuk menjadi pusat perbankan dunia dan akibatnya dapat menarik investasi di bidang perbankan. Di Singapura sendiri, hal ini dapat tercapai karena adanya sistem komunikasi dunia yang canggih; hal ini dapat mengatasi jarak dan zona waktu yang memisahkan Hong Kong dari kawasan Eropa barat dan Amerika utara yang merupakan kebanyakan para pelaku bisnis. Tidak seperti Singapura, Hong Kong tidak berhasil membangun sebuah struktur sosial baru dari struktur ekonomi berbasis teknologi informatikanya. Hong Kong bahkan tetap menggunakan sistem ekonomi pasar bebas yang tradisional. Akibatnya, perkembangan sosial menjadi sangat lambat dan adanya perbedaan tajam antara yang kaya dengan yang miskin yang lebih nampak dari Singapura. Hong Kong juga tidak seperti Singapura dalam sektor manufaktur, bahkan – tidak seperti di Jepang – sektor ini tidak berkembang dari revolusi teknologi informatika. Hal ini dikarenakan ketersediaanya buruh murah sehingga perusahaan-perusahaan manufaktur Hong Kong dapat tetap menjalan bisnisnya secara tradisional, yaitu berbasis buruh bukan berbasis teknologi.


Negara-negara tersebut memberi contoh bahwa aplikasi informasi teknologi dapat berbeda-beda, dan baik penyebab dan akibat dari perbedaan-perbedaan tersebut dapat berimbas pada politik atau ekonomi. Singapura, Jepang dan Hong Kong dengan cara yang berbeda dengan hasil yang berbeda pula, mengeksploitasi teknologi informatika dalam perkembangan ekonomi. Ketiganya dapat diargumentasikan sebagai contoh dari ‘masyarakat informasi’. Ketiganya juga mengilustrasikan bahwa masyarakat informasi dapat menghasilkan: keseragaman dan penekanan terhadap perbedaan untuk mencapai kesuksesan ekonomi seperti halnya di Singapura, dan hingga tahapan tertentu juga Jepang; atau juga eksploitasi buruh kerja dan keterlambatan perkembangan sosial seperti halnya di Hong Kong.


Pandangan bahwa kesuksesan ekonomi dari negara-negara Asia ini yang berdasarkan informasi sangat diakui bahkan di negaranya sendiri. Salah satu ekonomi negara Asia yang sukses juga adalah Korea Selatan. Negara ini merupakan negara pertama yang mengimplementasikan rencana nasional untuk menyediakan jasa informasi terpusat untuk mendukung industri berbasis ilmu pengetahuan. Pelajaran ini juga telah dipelajari di negara Asia lainnya. Di Indonesia, perkembengan informasi dan layanan kepustakaan telah diintegrasikan dalam perencanaan nasional dan telah memperoleh dukungan dari Bank Dunia dan Bank Perkembangan Asia.


Eksistensi sebuah layanan informasi tidak menjamin kesuksesan. Negara India dan Pakistan, contohnya, telah sangat lama memiliki pusat informasi seperti Korea Selatan. Baik INSDOC (Indian Scientific Documentation Centre) maupun PASTIC (Pakistan Scientific and Technical l Information Centre) tidak dapat memberikan manfaat yang semestinya diberikan untuk kedua negara tersebut. Walau keduanya lumayan dapat memberikan layanan informasi dan layanan pengiriman jasa untuk ilmuwan di universitas dan industri. Hal ini dikarenakan kurangnya dukungan politik dari pemerintah dan masyarakat. Kurangnya dukungan ini berakibat kurangnya sumber daya untuk menyediakan layanan informasi, sains dan teknologi. Sumber daya ini dapat dihasilkan jika hasil dari kegiatan perekonomian dapat disisihkan untuk perkembangan informasi.


Dunia pendidikan juga sangat memerlukan berbagai macam informasi, setidaknya para pengajar dan pelajar memerlukan akses terhadap perpustakaan. Bahkan dapat diargumentasikan bahwa informasi sangat dibutuhkan baik di bidang pendidikan maupun di bidang ekonomi.


hal. 90-96







produk setidaknya sama pentingnya dengan informasi teknis yang akan membantu untuk menghasilkan mereka.

Argumen ini tidak hanya berlaku di sektor industri dan jasa. Mereka berlaku untuk pertanian, yang merupakan industri yang paling mendasar bagi banyak negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin. ¬ agribisnis budaya ilmiah, berusaha untuk memaksimalkan hasil panen, untuk menghilangkan penyakit dan untuk menjaga kualitas tanah untuk generasi masa depan, adalah bergantung pada pengetahuan dari para ilmuwan, dan karenanya pada sumber informasi yang mereka butuhkan akses. Pembangunan pertanian tidak dapat dicapai tanpa mati eksploitasi informasi yang efektif, walaupun, seperti di sektor lain, politik, ekonomi dan faktor-faktor budaya bisa campur tangan untuk mencegah penggunaan informasi yang efektif bahkan ketika secara teori tersedia.
Kebutuhan informasi sebagai bagian dari proses pembangunan tampaknya mapan dan akan datang untuk menjadi dikenal dengan baik. Sekarang marilah kita kembali ke pertanyaan tentang bagaimana informasi itu harus pro ¬ vided. Dangkal, jawabannya sangat sederhana. Semua yang dibutuhkan perpustakaan yang baik, sistem komunikasi yang baik dan pasokan yang cukup dari personil terlatih. Mereka kesederhanaan tidak terlalu EAS ¬ keluargamu diwujudkan dalam praktik, dan perlu dipertimbangkan secara lebih rinci. Pertimbangan seperti itu akan membawa kita lebih dekat kepada isu sentral infor ¬ mation ketentuan di negara-negara berkembang, dan karenanya dari tionship ¬ nyata antara penyediaan informasi dan pembangunan sosial dan ekonomi.
KEKAYAAN DAN KEMISKINAN: INFORMASI DAN EKONOMI PEMBANGUNAN frase 'informasi kaya' dan 'miskin informasi' perlu didefinisikan lebih tepat jika hal ini adalah untuk dikembangkan. 'Informasi kaya' adalah diartikan suatu negara, organisasi atau individu dengan informasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas di tangan. Miskin informasi 'kemudian dapat didefinisikan dalam istilah-istilah yang berlawanan dan negatif untuk menggambarkan orang-orang yang kekurangan informasi tersebut. Kita harus, bagaimana ¬ pernah, berhati-hatilah untuk tidak menyamakan informasi kekayaan dan informasi kemiskinan dengan jenis informasi tertentu yang disediakan melalui ticular ¬ par media atau lembaga. Jhe petani yang mengetahui tepuk tahunan ¬ Terns dari cuaca dan tingkat air di sungai yang mengairi tanahnya mungkin memiliki informasi yang cukup untuk tumbuh tanaman yang memadai untuk memberi makan keluarganya. Dalam pengertian dia adalah informasi kaya. Petani kekayaan, bagaimanapun, adalah hanya komparatif. Jika dia ingin meningkatkan

DIMENSI POLITIK G3 1: Informasi kaya & miskin 91
aku
hasil dari tanah dan tumbuh tanaman, atau jika ia ingin perubahan tanaman, atau jika ia ingin dengan cara apapun untuk mengubah pola-pola tradisional yang dia bekerja, maka ia akan perlu untuk memperkaya sumber informasi-nya. Jika dia tidak bisa, ia menjadi korban informasi kemiskinan, dan akan suf ¬ fer dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki akses terhadap informasi.
Contoh sederhana ini dapat bermanfaat dikejar furdier sedikit, karena membuka sejumlah tema penting. Ini id dikatakan bahwa petani yang ingin mengubah pola kerja tradisional telah memperoleh informasi di luar bahwa yang diperlukan untuk bekerja dengan cara tradisional. Dia tahu bahwa perubahan adalah mungkin. Dia mungkin telah mengamati di tanah sesamanya. Dia mungkin telah mendengar tentang hal itu di radio, atau melihat program tentang hal itu di televisi. Dia mungkin telah diberitahu tentang hal itu oleh seorang penasihat pertanian dipekerjakan oleh pemerintah atau lembaga lain. Intermediasi yang tidak relevan; apa yang penting adalah bahwa petani telah memperoleh informasi. Tanpa itu, ia tidak akan tahu bahwa perubahan itu mungkin. Setelah diperoleh itu, dia dapat - mungkin dengan bantuan dan nasihat-mulai mengevaluasi dan mempertimbangkan apakah perubahan yang diinginkan atau diperlukan. Untuk membuat perubahan, namun ia membutuhkan informasi lebih lanjut, tentang bagaimana pola-pola baru untuk mencapai produksi dan bekerja. Yang paling jelas, ia akan perlu tahu tentang benih dan bahan kimia. Dia mungkin perlu tahu tentang mesin dan peralatan. Pada tingkat menengah, Namun, ia juga akan memerlukan informasi mengenai sumber pasokan barang-barang tersebut, dan hampir pasti tentang bagaimana ia dapat memperoleh uang yang akan diperlukan untuk memberikan modal awal untuk perusahaan yang baru.
Urutan kejadian ini dapat dianggap sebagai model kemungkinan untuk sambungan antara penyediaan informasi dan proses pembangunan. Kami pada awalnya petani mandiri, dan hanya membutuhkan informasi yang telah diperoleh ketika ia pertama kali mulai bekerja, hampir pasti secara lisan, dan mungkin dari dalam keluarga. Dia kemudian menjadi sadar akan kemungkinan perubahan. Kesadaran ini muncul keluar dari akses ke sumber informasi. Dia kemudian mengambil keputusan untuk melakukan perubahan. Langkah berikutnya adalah mencari infor ¬ mation lebih lanjut tentang cara menerapkan keputusan ini, dan hampir immedi ¬ ately ia mencari informasi tentang jasa serta barang. Untuk meningkatkan status ekonomi, ia tidak bisa lagi membatasi kegiatan ¬ ikatan ke salah satu sektor ekonomi, tetapi harus memiliki akses kepada orang lain. Pada setiap tahap, informasi adalah katalis yang diciptakan pertama menyadari ¬ an, dan kemudian memfasilitasi pengambilan keputusan dan pelaksanaan.

INFORMASI MASYARAKAT 92 SO
Cara lain untuk mengungkapkan hal ini adalah dengan mengatakan bahwa petani mengakui bahwa informasi kekayaan hanya superfisial; ketika ia mengenali kemungkinan perubahan, ia juga mengakui perlunya informasi obat-nya relatif kemiskinan. Rincian model ini mungkin tidak bersifat universal, dan mungkin sedikit, jika ada, dari tliose yang sesuai dengan itu akan mengenalinya sebagai suatu deskripsi dari apa yang mereka lakukan, tapi itu, bagaimanapun, secara luas dan akurat diterapkan secara luas. Semakin banyak informasi yang diperoleh, lebih menjadi perlu untuk melaksanakan keputusan berdasarkan analisis informasi yang baru diperoleh. Proses ini juga siklis progresif. Ini adalah model yang menggabungkan semua fitur penting kesadaran akan kebutuhan informasi dan akses terhadap sumber-sumber dan sistem yang sesuai.
SISTEM INFORMASI PENGIRIMAN: BEBERAPA membandingkan ketepatan informasi uhe sistem pengiriman larly ¬ khususnya penting dalam konteks ini. Dalam Bab 2, kita dianggap devel ¬ opment dari banyak cara di mana informasi sekarang dapat dikirim ke pengguna-akhir, dan seluruh Bab 3 dan 4 kita telah mempertimbangkan berbagai aspek mekanisme penyampaian. Kami biasanya menerima informasi dari pendengaran atau dengan melihat hal itu, tetapi, sebagaimana telah kita lihat, fungsi indrawi sederhana ini dapat diatasi dengan berbagai cara. Kita mungkin mendengar informasi tentang panggilan satu-ke-satu dasar, atau dalam kelompok, atau dalam pidato publik; kita dapat mendengarnya secara pribadi dari beberapa ¬ satu di lokasi lain melalui telepon atau radio dua arah; kita dapat mendengarnya melalui media umum seperti siaran radio, atau pra-rekaman audio tape. Beberapa media ini dapat pardy visual, seperti pidato publik. Media lain sangat bergantung pada dampak visual, yang paling jelas, televisi, video dan bioskop, dan, tentu saja, tampilan layar dari sebuah komputer. Sebuah potongan informasi tertentu dapat ditularkan melalui salah satu atau semua metode ini, walaupun ada yang lebih efektif daripada yang lain dalam keadaan tertentu. Pilihan media sangat penting dalam memastikan bahwa pesan yang disampaikannya dimaksudkan mencapai penerima dan dapat dimanfaatkan secara efektif bila diterima.
Efektivitas dari proses transfer informasi tergantung pada efektivitas sistem komunikasi melalui transfer yang terjadi, dan yang, pada gilirannya, tergantung pada apakah target yang memiliki akses pada media dan dapat memahami pesan yang disampaikannya. Mungkin petani kita buta huruf, tetapi ¬ erate Illit orang dapat menyerap informasi melalui televisi atau beberapa

DIMENSI POLITIK oa /: Informasi kaya (T miskin 93
aural lain atau visual media. Pada tingkat makro, bagaimanapun, teknologi yang sangat yang membuat proses transfer informasi yang jauh lebih efektif, memiliki, seperti yang telah dikatakan, ditekankan dan mungkin meningkatkan perbedaan antara informasi yang kaya dan miskin informasi.
Teknologi mulai menyediakan beberapa jawaban terhadap beberapa masalah yang telah dibuat. Munculnya CD-ROM berarti bahwa akses online tidak lagi satu-satunya cara masuk ke database yang kompleks. Sebagaimana telah kita lihat, meskipun CD-ROM pasti sedikit kurang skr ¬ sewa dari database wjiich itu adalah salinan, maka keduanya lebih mudah untuk digunakan dan lebih ekonomis untuk menghasilkan daripada dicetak setara, dan dapat, tentu saja, diperbarui bukan sekadar ditambah pada interval perundang ¬ lar. Hardware yang dibutuhkan untuk akses ke CD-ROM adalah com ¬ paratively murah, dan yang kedua murah dan mudah dipelihara dibandingkan dengan modal tinggi dan biaya menjalankan akses online. CD-ROM memiliki efek mengeluarkan elemen telekomunikasi dari teknologi informasi equ? Tion. Ini adalah yang paling penting di negara-negara berkembang, di mana ¬ telecommu infrastruktur nications sering lemah, dan teknologi untuk trans ¬ mitting data digital sering tidak ada.
Meskipun demikian, jelas bahwa ekonomi paling berhasil dari negara-negara berkembang telah orang-orang yang telah menginvestasikan paling heav ¬ keluargamu dan paling ahli dalam infrastruktur informasi ¬ Technol ogy, dan khususnya dalam pengembangan sistem telekomunikasi yang efektif untuk jaringan. Lini kedua ekonomi Asia - Indonesia, Thailand, Malaysia dan Filipina - dengan cepat mengikuti contoh Singapura, Korea, Hong Kong dan Jepang, dan bahkan negara-negara barat, dalam pencarian untuk mengembangkan infor ¬ mation dan sistem telekomunikasi yang tinggi prioritas. Perkembangan seperti itu akan, bagaimanapun, butuh waktu, dan biaya sangat mereka berarti bahwa ketersediaan mereka akan terbatas. Tidaklah sulit untuk membayangkan ¬ mbahan situ di mana sebuah NIC adalah informasi kaya di tingkat nasional, tetapi kantong-kantong besar berisi informasi kemiskinan, yang mungkin bahkan mencakup mayoritas penduduk. Dalam some.countries di Asia dan di Amerika Latin bahaya ini telah menyadari.
Terkait bahaya adalah yang lebih tradisional cara akses informasi akan diabaikan. Hal ini memanifestasikan dirinya dalam beberapa cara, yang kedua adalah sangat penting. Pertama, sebagaimana telah kita disarankan dalam Bab 3, sebagian besar dari sumber-sumber informasi dunia mengambil bentuk print-on-kertas, yang masih yang paling umum
>

INFORMASI MASYARAKAT 94 SO
media penyebaran informasi. Maka karena itu, bahwa yang terorganisasi dengan baik dan benar terampil industri penerbitan, perdagangan buku yang efisien, dan baik-ditebar dan dikelola dengan baik perpustakaan, tetap menjadi elemen kunci dalam infrastruktur informasi nasional.
Kedua, harus diingat bahwa di luar dunia kecil pengguna profesional informasi - ilmuwan, manajer, ¬ pol pembuat es - yang paling penting media informasi dan komunikasi bukan komputer tetapi penyiaran, dan khususnya tele ¬ visi. Hal ini berlaku dalam "dunia industri, tapi mungkin nomenon ¬ phe bahkan lebih jelas di negara-negara berkembang. Televisi mengatasi masalah buta huruf, dan bahkan pengetahuan sempurna bahasa itu sendiri, dengan memanfaatkan citra visual. Meskipun pada awalnya adalah media hiburan, itu dapat dan memang memberi informasi, dan, di negara-negara di mana negara benar-benar dikontrol, televisi dapat digunakan secara sangat efektif untuk tujuan itu. Uv seperti itu dapat, tentu saja, mengambil bentuk propaganda, dan ini mungkin tidak dapat dihindari bahwa harus melakukannya. Namun ada, banyak menggunakan lebih positif. Di Pakistan, misalnya, televisi, radio dan direkam pra-materi rekaman telah digunakan dengan sangat efektif selama bertahun-tahun oleh Allamah Iqbal Open University, mungkin yang paling sukses beberapa upaya untuk pro ¬ vide lembaga seperti itu di negara berkembang.
Buku dan televisi terus menjadi yang paling efektif pendidikan dan media informasi, meskipun jelas predom ¬ inance komputer. Dalam otJier kata-kata, kita perlu mempertahankan dan mengembangkan infrastruktur yang dibutuhkan untuk baik cetak dan media penyiaran jika kita ingin mempertahankan berbagai sumber daya informasi untuk kegiatan-kegiatan pembangunan. Ada masalah di sini. Kita harus tidak pernah jatuh ke dalam kesalahan dengan mengasumsikan bahwa informasi hanya dapat pro ¬ vided jika kita memiliki akses ke komputer berbasis sistem informasi. Namun demikian, sistem seperti ini memang memainkan peran kunci dalam membuat informasi yang tersedia di negara-negara industri, dan bukti bahwa ini adalah sangat penting adalah ekonomi. Hal ini mengisyaratkan menekan ¬ ing kesimpulan bahwa kesenjangan antara kekayaan informasi dan infor ¬ mation Pelebaran bukan kemiskinan. Daripada mempersempit sebagai informasi infrastruktur di negara-negara industri bahkan lompatan lebih jauh dari itu di tempat lain.
'UTARA' DAN 'SELATAN': DUNIA PENERBITAN INDUSTRI Ini merupakan kesimpulan yang didukung dengan mempertimbangkan aspek-aspek lain dari pembangunan ekonomi di berbagai belahan dunia. Industri -

DIMENSI POLITIK 03 J: Informasi yang kaya & miskin ized 95 negara telah diri menghadapi diffi ekonomi utama ¬ culties pada akhir 1980-an dan awal 1990-an, dan hal ini pasti memiliki efek pada hubungan mereka dengan negara-negara berkembang meninggal. Utara-selatan membagi, antara industri yang kaya utara dan selatan pertanian yang miskin, lebih ditandai, pria yang pernah. Seperti melebar, menjadi lebih sulit untuk menyeberang. Fenomena ini seperti yang ditandai di sektor informasi seperti di bidang lain sosial dan kegiatan ekonomi. Titik dapat digambarkan dengan mempertimbangkan industri penerbitan.
Selama dua abad ekspansi di luar Eropa, mobil Inggris ¬ Ried bahasa Inggris ke setiap benua. Inggris kekuasaan dan influ ¬ ence begitu meluas bahwa bahasa Inggris menjadi bahasa internasional perdagangan, diplomasi dan ilmu pengetahuan, dan memiliki dasarnya mempertahankan posisi itu lama setelah Britain's penarikan dari kerajaan. Akibatnya, penerbitan internasional didominasi oleh buku-buku dalam bahasa Inggris, yang mayoritas, seperti yang kita lihat dalam Bab 3, masih diterbitkan di Britania Raya, meskipun Amerika Serikat adalah sumber ¬ ukuran minoritas mampu. Oleh karena itu Inggris tetap menjadi bahasa bisnis, pemerintahan dan pendidikan di banyak negara di Asia dan Afrika, dan di beberapa negara, seperti Nigeria dan India, misalnya, bahasa Inggris adalah, pada dasarnya, saya hanya bahasa umum di mana orang-orang dari berbagai suku atau kelompok budaya dapat berkomunikasi.
Bagi penerbit Inggris dan Amerika ini merupakan anugerah, karena hal itu berarti bahwa pasar mereka bersifat global. Konsekuensi lain, bagaimanapun, adalah bahwa perdagangan buku lemah di banyak negara-negara konsumen.
Membeli buku-buku barat barat berarti membayar harga, dan terlebih lagi, membayar harga tersebut dalam mata uang keras. Ini, dalam dirinya sendiri, adalah cle ¬ obsta utama untuk pengembangan pendidikan. Perpustakaan di banyak negara Asia dan Afrika, termasuk beberapa yang jelas tidak di ¬ lev els terendah kemiskinan seperti Kenya atau India, mampu hanya menghabiskan frac ¬ tion dari apa yang mereka butuhkan untuk menjaga hal-hal seperti yang masuk akal koleksi bahan . Hal ini telah, dan terus menjadi, hambatan serius bagi pengembangan sekunder dan tersier pendidikan dan penelitian akademik dan industri.
Alternatif adalah pengembangan penerbitan pribumi, tapi ini juga telah terbukti sulit. Dengan pengecualian fhe India, tidak ada yang berbahasa inggris negara berkembang dengan kubah-kubah yang cukup besar tic ¬ basis untuk mendukung industri penerbitan yang maju. Mana industri tersebut telah dikembangkan, umumnya karena satu dari dua anak laki-laki ¬ rea. Ada negara-negara dimana ada pesaing asli

INFORMASI MASYARAKAT 96 BO
ke Bahasa Inggris sebagai bahasa umum, seperti Malaysia di mana Bahasa penerbitan berturut-turut berkembang dan pemerintah telah mendorong perkembangannya sebagai kebijakan budaya nasional. Ada juga negara ¬ mencoba, seperti Kenya, Malawi dan Zambia, di mana negara atau semi-penerbitan negara-dasar menghasilkan dan secondary4evel buku pendidikan dalam bahasa lokal. Dalam kedua ca «a, namun, dasar linguistik industri bar efektif dari mencari pasar global, dan merupakan disinsentif bagi penulis lokal yang mencari seorang pembaca di luar batas-batas negara mereka sendiri. Akibatnya, negara ¬ bahkan mereka yang telah mulai mencoba untuk mengembangkan industri penerbitan masih bergantung pada impor untuk buku tingkat yang lebih tinggi, dan tidak mampu menarik bahkan penulis asli mereka sendiri ke dalam penerbitan lokal.
The melanjutkan dominasi penerbitan berbahasa Inggris oleh British dan Amerika penerbit dan penjual buku, mampu memanfaatkan pasar dalam negeri sangat besar dan organisasi penjualan global, contoh masalah informasi miskin di selatan. Negara-negara selatan dipaksa untuk bersaing dalam arena yang didominasi oleh negara-negara utara yang melekat kekuatan ekonomi bertumpu pada sebuah ¬ infrastruc mendatang yang selatan tidak bisa ditiru. Pembentukan saluran baru transfer informasi melalui sistem komunikasi baru yang hanya memperburuk situasi. Telekomunikasi tidak memadai mungkin adalah yang paling penting kendala teknis. Tanpa con ¬ nections lebih baik, tidak akan ada akses online ke database apakah untuk aca ¬ demic, industri atau untuk tujuan komersial. Bahkan fax sulit, dan akses e-mail dan sistem komunikasi elektronik lainnya dibahas dalam Bab 4 adalah semua tapi mustahil. Selatan secara efektif dikeluarkan dari revolusi komunikasi, dan sebagai scien ¬ tists dan lain-lain di negara-negara industri menjadi lebih bergantung pada komunikasi elektronik, orang-orang di dunia berkembang akan menderita sesuai.
CD-ROM menawarkan setidaknya sebagian solusi untuk masalah ini, tetapi hanya parsial. Itu memang memberi mudah dan relatif murah akses ke database, tapi kebanyakan dari mereka yang tersedia di tikar ¬ hal ini adalah bibliografi, dan asumsikan akses berikutnya untuk layanan pengiriman dokumen (atau, lebih jarang, untuk full-text database atau CD-ROM ) dalam rangka untuk memperoleh informasi utama. Layanan tersebut seringkali tidak memadai di negara-negara berkembang, dan di mana mereka memang ada mereka sering mahal. Beberapa negara-negara berkembang telah berhasil merancang infrastruktur untuk antar-pinjaman dan dokumen deliv ¬ ery di tingkat nasional, sementara untuk menggunakan layanan internasional, bahkan ketika





Halaman 141-145


…dan buku referensi, dan memang desain database akses publik, kita mungkin tidak lagi bisa begitu jelas menentukan batas-batas informasi profesional bekerja. Para editor dan penerbit terlibat dalam usaha bersama yang masing-masing membawa keahlian mereka sendiri, tapi bidang keahlian ini tumpang tindih. Kedekatan dengan mereka yang harus bekerja sama, sering kali selama jangka waktu yang panjang, sangat berbeda dari model klasik dari hubungan penulis-penerbit.


Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa konsep 'penerbit' sebagai profesional informasi perlu diperluas di luar pemahaman tradisional peran penerbit. Sesungguhnya, batas antara penerbitan dan fungsi-fungsi lain buku kompilasi, produksi dan distribusi, yang, seperti telah kita lihat dalam Bab 3, sudah kabur dan mungkin larut. Ketika seorang penulis 'menulis' buku ke disk, dan file yang dibuat akhirnya mendorong phototypesetter yaitu orang yang menghasilkan pelat pencetakan, fungsi tradisional penulis, editor penerbit, copy editor dan compositor (penggabung) semua berubah; bahwa peran compositor bahkan mungkin telah dieliminasi. Pemisahan dan kemampuan mengkombinasi kembali (rekombinasi) dalam model ini adalah khas dari perubahan yang ditimbulkan oleh penggunaan komputer dalam dunia informasi; batas-batas tradisional sedang terkikis dan ada konvergensi antara kegiatan yang terpisah secara tradisional.


PUSTAKAWAN DAN PERPUSTAKAAN: POLA DASAR (archetypes) DALAM PERALIHAN


Dalam mempertimbangkan beberapa aspek dari pekerjaan pustakawan, proses ini mungkin lebih jelas. Dalam beberapa hal, pustakawan adalah professional informasi pola dasar. Memang, istilah yang sering digunakan dengan arti yang sama, dengan mungkin sebuah saran bahwa 'informasi profesional "yang lebih modern dan berpandangan maju daripada tradisional (julukan semakin terlampir)' perpustakaan '. Tidak seperti sinonim sedang diusulkan di sini, tapi 'kepustakawanan', seperti yang biasanya dipahami dan dipraktekkan, adalah jelas dimaksudkan untuk dicakup oleh konsep yang lebih luas. Secara historis, pustakawan telah menjadi kolektor dan kurator buku, membuat pengaturan bagi mereka untuk menjadi diinventarisasi, disimpan dan digunakan, dengan menggunakan perangkat dan mekanisme tersebut seperti katalog, skema klasifikasi, sistem sirkulasi, dan sebagainya. Inevitabily, hal ini juga membuat pustakawan, para manajer lembaga-lembaga di mana kegiatan ini berlangsung, merangkap juga sebagai manajer keuangan, manajer SDM dan manajer SDA (sumber daya alam).


Dalam dua puluh sampai tiga puluh tahun, bagaimanapun, peran pustakawan telah tunduk pada perubahan besar. Untuk taraf tertentu telah terjadi perubahan penekanan. Ada pengakuan yang eksplisit bahwa penyediaan buku-buku dan informasi kepada pengguna yang merupakan tenaga penggerak dari pekerjaan pustakawan, dan bahwa bagi sebagian besar pengguna sumber adalah masalah ketidakpedulian. Kualitas layanan diukur dengan kecepatan dan ketepatan pemenuhan permintaan pengguna, bukan oleh jumlah buku-buku koleksi atau bahkan data mentah statistik seperti jumlah pinjaman. Meskipun demikian, peran petugas tidak dilupakan, dan tidak menjadi tidak relevan. Sumber-sumber informasi keberadaan fisik, bahkan jika dalam sebuah disk di komputer di sebuah situs ribuan kilometer jauhnya dari titik konsultasi. Informasi dapat diakses hanya jika media itu cukup stabil untuk survive (bertahan). Meskipun demikian, tersirat bagi petugas pelestarian sumber tersebut merupakan sarana untuk mencapai tujuan, dan bukan tujuan itu sendiri.


Perubahan sikap, diwujudkan dalam pengakuan eksplisit keunggulan pengguna daripada sumbernya, berada jauh di bawah sebelum teknologi informasi membuat dampak utamanya kepustakawanan dari pertengahan 1970-an dan seterusnya. Sejak saat itu, telah berubah cepat dan mendalam. Alat yang paling mendasar dari pustakawan yakni katalog telah berubah tak bisa dikenali. Online Public Access Catalogue (OPAC)-pada dasarnya sebuah database bibliografi kepemilikan perpustakaan menawarkan berbagai macam layanan yang sebelumnya tidak tersedia bagi pengguna. Dibebaskan dari kekangan fisik katalog kartu tradisional, yang terbaik (jarang dicapai) biasanya ditawarkan akses hanya oleh pengarang, subyek dan judul, pengguna kini dapat mencari untuk kepemilikan dengan cara yang memenuhi kebutuhan individu daripada kenyamanan para manajer dari katalog. Namun, ini hanyalah permulaan.


Alat lain berbasis komputer memiliki sebuah revolusi serupa dalam akses terhadap informasi itu sendiri. Database, apakah diakses jauh secara online pada host atau secara lokal atau melalui jaringan pada CD-ROM, yang menggantikan, seperti yang sudah dikatakan, banyak sumber-sumber referensi yang dulunya hanya tersedia dalam bentuk cetakan. Fakta ini saja telah berubah baik teknis dan penyediaan informasi ekonomi. Untuk menggunakan database secara efektif memerlukan beberapa pelatihan; sulit untuk menggunakannya tanpa beberapa instruksi, dan hampir mustahil untuk menggunakannya dengan baik. Instruksi mungkin tidak lebih dari lembar dicetak menyertai CD-ROM - setara dengan kata pengantar untuk buku referensi - tapi instruksi tersebut (tidak seperti penggunaan kata pengantar) adalah lebih penting daripada yang diharapkan. Teknologi memberikan akses ke sejumlah besar informasi, namun telah membuat akses agak lebih sulit.


Jauh dari menghilangkan pustakawan, penggunaan teknologi sebagai dasar penyediaan layanan informasi telah menyoroti kebutuhan untuk perorang dengan keahlian khusus yang dapat membantu pencari informasi. Namun demikian, peran orang perorang telah berubah. Dalam perpustakaan akademik, khususnya, pustakawan semakin bekerja sebagai pelatih dan pemandu dari sebuah komputer generasi siswa yang perlu diajarkan informasi spesifics pencarian dan pengambilan disiplin mereka sendiri. Sebagai akibatnya, pustakawan yang lewat pada mereka pengguna sebagian dari apa yang secara tradisional dianggap sebagai keunikan mereka sendiri keterampilan profesional. Meskipun tak terelakkan dan kelangsungan hidup diinginkan dari beberapa ditengahi pencarian, di mana pustakawan bekerja atas nama pengguna, pustakawan semakin memberikan pelatihan keterampilan serta informasi. Seperti dalam penerbitan buku, kita dapat melihat perubahan yang digerakkan teknologi dalam hubungan antara penyedia dan klien, dan antara berbagai peserta dalam rantai informasi penawaran dan permintaan.


Pengguna perpustakaan menjadi jauh lebih sadar akan perubahan ini dan berusaha untuk mengeksploitasi mereka. Di perpustakaan perguruan tinggi dan perpustakaan khusus -dan sebagian di perpustakaan umum juga - pengguna menyadari potensi teknologi untuk membantu dalam penyampaian layanan dan informasi. Di universitas, sekarang umum bagi katalog perpustakaan dapat dipasang pada sebuah jaringan yang memungkinkan akademisi untuk mengakses OPAC dari workstation di meja mereka sendiri. Tidak ada alasan teknis mengapa mereka juga tidak boleh mengakses database dengan cara yang sama, walaupun di mana ada tuduhan (seperti yang sering kali) mengangkat isu-isu administratif yang perlu ditangani, dan beberapa menggunakan database juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan hukum tentang hak cipta dalam informasi yang diambil. Hambatan seperti itu, bagaimanapun, tidak dapat menyembunyikan fakta bahwa perpustakaan tidak lagi perlu untuk didefinisikan hanya sebagai lokasi. Hal ini menjadi sebuah konsep.


Penggunaan komputer menjadi lebih terintegrasi secara penuh dalam proses pengajaran dan pembelajaran, serta penelitian, persepsi perpustakaan sebagai bangunan pasti akan terus berubah oleh konsep yang lebih luas, yakni layanan informasi yang disediakan melalui berbagai bagian dari universitas infrastruktur. Ini tidak berarti bahwa perpustakaan akan lenyap. Masih akan ada kebutuhan untuk sebuah toko buku dan tempat untuk belajar. Dalam banyak kasus, perpustakaan juga akan terus menjadi lokasi yang paling nyaman untuk menjadi tempat informasi universitas yang membantu akademisi, mahasiswa dan administrator untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka, bahkan jika banyak permintaan dan balasan daripada secara elektronik ditransmisikan secara pribadi.


Namun bahkan unsur toko buku perpustakaan sedang ditantang. Semua perpustakaan sudah lama mengenali kesia-siaan mencari cakupan universal dalam kepemilikan saham sendiri. Untuk sebagian besar abad ini, perpustakaan di Eropa dan Amerika Utara telah mengembangkan hubungan dengan satu sama lain yang memungkinkan mereka dan penggunanya untuk berbagi sumber daya di masing-masing. Bentuk yang paling dikenal dari kerjasama tersebut adalah pinjaman antar perpustakaan, hal ini mapan di dunia berkembang selama lebih dari setengah abad. Model yang berbeda dari jaringan peminjaman telah dikembangkan menurut politik lokal dan keadaan keuangan, tetapi prinsip dasar umum berbagi kepada mereka semua. Sekali lagi, bagaimanapun, teknologi ini memungkinkan perubahan mendasar harus dilakukan dalam penyampaian layanan. Secara tradisional, peminjaman telah melibatkan gerakan fisik dokumen yang diinginkan dari pemberi pinjaman kepada peminjam. Sering kali, dokumen sebenarnya fotokopi artikel jurnal, yang akan dipertahankan oleh penerima, tapi kalau asli terlibat juga ada pengembalian. Sistem bekerja, dan sering bekerja dengan baik, namun hal itu baik mahal dan memakan waktu. Dalam waktu yang relatif singkat, ada kemungkinan bahwa bagian dari gerakan tradisional dokumen akan melalui sistem peminjaman digantikan oleh pengiriman dokumen elektronik, menggunakan jaringan untuk mengirimkan data digital untuk pengguna akhir. Sebagai teknologi digital dengan memindai terus membaik, sistem seperti ini akan menjadi lebih umum.


Hal ini menimbulkan sejumlah masalah yang kompleks diperpanjang jauh melampaui batas-batas tradisional kepustakawanan. Pengiriman dokumen elektronik hanya mungkin dengan persetujuan dari pemilik hak cipta dalam dokumen asli, suatu pembatasan yang tidak berlaku untuk peminjaman, kecuali, dalam bentuk yang dimodifikasi, untuk pasokan fotokopi. Jika kita mengembangkan skenario sedikit lebih jauh, bukan tidak mungkin untuk membayangkan jurnal elektronik, tersedia melalui terpusat sistem pengiriman dokumen elektronik, di mana 'perpustakaan' yang menampung database yang berisi jurnal sebenarnya adalah 'penerbit' dari jurnal. Pada titik ini, kata-kata seperti 'perpustakaan' dan 'penerbit' telah berkembang begitu jauh melampaui makna normal mereka seperti telah kehilangan mereka, dan batas-batas antara kedua memiliki semua tapi menghilang. Di dunia akademis, ini bisa menjadi konvergensi paling penting dari semua. Seperti yang kami sarankan dalam Bab 4, jurnal belajar tradisional adalah membahayakan oleh biaya produksi dan distribusi; setara elektronik dapat dan memang ada dan mungkin satu-satunya cara maju. Jika itu memang terjadi, sangat mungkin bahwa peran perpustakaan akan berubah dari penyedia pasif peserta aktif dalam proses komunikasi ilmiah. Asalkan mekanisme kontrol kualitas jelas tampak di tempatnya, tidak ada alasan mengapa hal ini harus tidak terjadi, atau alasan mengapa itu harus tidak diinginkan.


Kita harus, bagaimanapun, tidak melebihkan mewaspadai kecepatan atau perubahan secara universal dan dengan mengasumsikan bahwa itu akan membawa manfaat universal. Penjaga buku dan penyedia informasi terus hidup bersama, dan akan melakukannya selama beberapa dekade yang akan datang. Sekedar keberadaan perpustakaan, dan penanaman modal besar yang mereka wakili, mungkin adalah yang paling penting jaminan masa depan mereka. Meskipun ada teknologi yang akan memungkinkan untuk mendigitalkan dunia buku-buku dicetak, uang untuk memfasilitasi konversi itu tidak, dan tidak akan, tersedia. Selain itu, akan ada pengguna kebutuhan yang akan terus dipenuhi paling efektif, dan mungkin beberapa yang hanya dapat bertemu sama sekali, melalui penyediaan buku-buku dan dokumen. Sebagian besar pengguna perpustakaan publik Inggris, misalnya, adalah mereka yang meminjam buku untuk bersantai membaca. Begitu lama seperti itu terus terjadi, perpustakaan umum (yang, setelah semua, didukung oleh pajak yang dibayar oleh pengguna) akan terus memiliki untuk menyediakan akses terhadap buku sesuai kebutuhan. Bahkan di perpustakaan akademis, di mana permintaan penyediaan informasi canggih paling kuat saat ini, para sarjana dalam berbagai disiplin akan terus membaca dan untuk menerbitkan dalam format tradisional karena tidak ada alternatif ekonomi.


Penggunaan media baru dan teknologi informasi dapat benar-benar membuat akses ke informasi lebih sulit kurang menguntungkan pengguna, seperti telah kita usulkan. Hal ini dibahas di Bab 5 bahwa kesenjangan antara orang yang kaya informasi dan miskin informasi semakin lebar sebagai akibat dari penggunaan komputer berbasis sistem informasi untuk penyimpanan dan penghapusan secara bertahap media tradisional untuk beberapa jenis sumber informasi dan alat-alat pencarian informasi. Hambatan untuk yang miskin informasi adalah: kurangnya keterampilan, peralatan dan modal investasi yang dibutuhkan untuk baik yang disediakan hanya tiga yang paling jelas. Bahkan orang-orang dengan keahlian dan akses, bagaimanapun, dapat menghadapi masalah serius. Kuantitas informasi yang banyak yang sekarang secara teoritis dapat diakses secara paradoks, membuat akses ke bagian informasi spesifik lebih sulit. INTERNET itu sendiri, salah satu simbol yang paling kuat dan berkuasa produk informasi