Kamis, 08 Oktober 2009

Friedrich Nietszche






FRIEDRICH NIETZSCHE:
MEMUTARBALIKKAN NILAI-NILAI

Alasan pemilihan Filsafat Nietzsche sebagai tema tulisan ilmiah ini adalah ketertarikan untuk mengetahui lebih banyak tentang sejarah kehidupan Nietszche dan pemikirannya. Terutama adalah untuk mengetahui tentang pengaruhnya terhadap pemikiran Posmodernis. Bagaimana ia dapat memiliki pemikiran-pemikiran yang menolak filsuf-filsuf sebelum dirinya, siapakah orang-orang yang mempengaruhi pemikiran-pemikirannya, mengapa ia memiliki penolakan yang seakan radikal terhadap agama. Selain hal di atas, pemilihan tema ini juga didasarkan pada data yang cukup mengenai sejarah hidup Nietzsche.
A. Riwayat Hidup Singkat
Nietzsche merupakan tokoh yang menggali makna hidup manusia. Ia akhirnya menemukan bahwa eksistensi manusia berakhir pada absurditas. Ia melihat bahwa nilai-nilai yang dihayati manusia itu berasal dari kaum lemah yang akhirnya melemahkan dan memper­budak manusia sejati. Karena itu, nilai-nilai yang sekarang dihayati manusia harus dirombak dan harus digantikan dengan nilai-nilai yang berasal dari kehendak manusia yang berkuasa. Nilai-nilai moral, religius itu omong kosong karena yang ada hanyalah nilai-nilai material, badani, duniawi. Marilah kita menyimak bagaimana filsuf ini mengemukakan pandangan-pandangan dan usahanya yang sangat revolusioner itu.
Friedrich Nietzshe lahir di Rohen Jerman pada tanggal 15 Oktober tahun 1844, lahir di Rocken, Prusia, Jerman Timur, di lingkungan keluarga Kristen yang taat. Ayahnya seorang pendeta Lutheran terkemuka dengan garis kependetaan yang terwaris dari turun temurun dari keluarga ayahnya. Kakeknya adalah pedeta Gereja Lutheran yang menduduki jabatan cukup tinggi, sementara ibunya juga seorang penganut Kristen yang taat.
Nietzcshe menjadi anak yatim pada saat usianya 5 tahun, ibu, nenek, kakak-kakaknya serta tantenya yang memelihara dan mendidiknya. Sehingga dia tumbuh seperti pendeta cilik yang menghormati keteraturan, kerapihan dan kejujuran. Ia membenci teman-teman yang nakal, suka mencuri serta merusak milik orang lain. Di Univiersitas ia terkenal sebagai seorang peminat seni klasik dan mahasiswa filologi.
Usia 18 tahun, ia mulai kehilangan kepercayaannya pada agama Kristen dan mulai mencari Tuhan dan kepercayaan baru. Sejalan dengan itu gaya hidupnyapun berubah total, ia mulai hidup bebas, tidak beraturan, pesta pora, mabuk-mabukan dan memuaskan hasrat seksualnya.
Beberapa waktu kemudian, ia kembali menjadi seorang agamis, yang mengatakan bahwa orang yang minum bir dan menghisap tembakau tidak memiliki pangan yang jernih dan pemikiran yang mendalam. Tahun 1865, ia membeli buku Schopenhauer, Die Welt als Wille und Vorstellung (1818) atau The World as Will and Idea (Dunia sebagai kehendak dan Ide). Buku ini memberikan semangat dan menghasilkan pemikiran spektakuler. Usia 23 tahun, ia bergabung dengan tentara untuk ikut perang tapi karena kesehatannya tidak mendukung ia kembali ke dunia ilmiah dan akademik.
Tahun 1869, usia 25 tahun, ia menjadi guru besar Filologi di Universitas Basel Swiss, ia sangat mengagumi musikus Richard Wagner. Disini dia bersahabat dengan Richard Wagner dan istrinya Cosima seorang komponis masyhur. Kemudian Nietzcshe membencinya karena Wagner dianggap tetap menjunjung tinggi agama. Tahun 1879, Nietzshe terpaksa pensiun karena sakit-sakitan lalu pindah ke Swiss. Sesudah itu, ia menggelandang di Swiss, Italia, dan Prancis. Pada tahun 1889 ia sakit jiwa di Torino, Italia lalu dipelihara oleh ibu dan kakaknya. Pada tahun 1900 ia meninggal setelah 10 tahun menderita sakit.
B. Karya-karya Nietzsche
Karya-karya Nietszche dari tahun 1879-1910 adalah:
  1. 1872 : D Geburt der Tragödie/ The Birth of Tragedy (Kelahiran tragedi)

  2. 1873-1876 : Unzeitgemässe Betrachtungen (Pandangan non-kontemporer)

  3. 1878-1880 : Menschliches, Allzumenschliches/ Human all, to Human (Manusiawi, terlalu manusiawi)

  4. 1881 : Morgenröthe/ The Dawn of Day (Merahnya pagi)

  5. 1882 : Die fröhliche Wissenschaft/ The Joyfull Wisdom (Ilmu yang gembira)

  6. 1883-1885 : Also sprach Zarathustra (Maka berbicaralah Zarathustra
Buku ini menyampaikan gagasan utamanya "Manusia Unggul dan Pengulangan Abadi"

  1. 1886 : Jenseits von Gut und Böse (Melampaui kebajikan dan kejahatan)

  2. 1887 : Zur Genealogie der Moral/ The Genecology of Moral (Mengenai silsilah moral)

  3. 1888 : Der Fall Wagner (Hal perihal Wagner)

  4. The Anti Crist, 1888

  5. 1889 : Götzen-Dämmerung (Menutupi berhala)

  6. 1889 : Der Antichrist (Sang Antikristus)

  7. 1889 : Ecce Homo (Lihat sang Manusia)

  8. 1889 : Dionysos-Dithyramben

  9. 1889 : Nietzsche contra Wagner

  10. 1910 : The Will to Power diterbitkan Anumerta, 1910
Buku-buku ini di tulis pada masa ia berkelana untuk mengobati berbagai penyakit yang dideritanya dan masa frustasi. Tahun 1888, ia didiagnosa gila oleh dokter karena tingkahlakunya makin aneh dan tahun 1900, ia meninggal dan tulisan-tulisannya berhasil di sunting oleh kakaknya Elizaberth.
C. Kutipan Nietzsche

  1. "Saya bukan seorang manusia, saya adalah sebuah dinamit!"

  2. "Yang penting bukanlah kehidupan kekal (das ewige Leben), melainkan kekal-nya 'yang menghidupkan' (die ewige Lebendigkeit)! "

  3. "Tuhan sudah mati"

D. Latar Belakang Filosofi Nietzsche
Filsafat Nietzsche banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh yang ia kagumi dan para filsuf sebelum dirinya. Selain itu, Filsafatnya juga dipengaruhi oleh unsur filologis yang berisi tentang Yunani. Hal ini dikarenakan oleh ketertarikannya terhadap filologi yang bercerita tentang legenda-legenda Yunani. Dan juga Filsafat Nietzsche adalah filsafat cara memandang 'kebenaran' atau dikenal dengan istilah filsafat perspektivisme. Nietzsche juga dikenal sebagai "sang pembunuh Tuhan" (dalam Also sprach Zarathustra). Ia memprovokasi dan mengkritik kebudayaan Barat di zaman-nya (dengan peninjauan ulang semua nilai dan tradisi atau Umwertung aller Werten) yang sebagian besar dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan tradisi kekristenan (keduanya mengacu kepada paradigma kehidupan setelah kematian, sehingga menurutnya anti dan pesimis terhadap kehidupan). Walaupun demikian dengan kematian Tuhan berikut paradigma kehidupan setelah kematian tersebut, filosofi Nietzsche tidak menjadi sebuah filosofi nihilisme. Justru sebaliknya yaitu sebuah filosofi untuk menaklukan nihilisme (Überwindung der Nihilismus) dengan mencintai utuh kehidupan (Lebensbejahung), dan memposisikan manusia sebagai manusia purna Übermensch dengan kehendak untuk berkuasa (der Wille zur Macht).
Dalam filsafat Nietzsche dijelaskan bahwa hidup adalah penderitaan dan untuk menghadapinya kita memerlukan seni. Seni yang dimaksud oleh Nietzsche ada dua jenis, yaitu Apolline dan Dionysian. Sehingga Nitzsche mengagumi Richard Wagner yang ikut mempengaruhi gaya filsafatnya. Oleh karena itu Nietzsche dikenal sebagai filsuf seniman (Künstlerphilosoph) dan banyak mengilhami pelukis modern Eropa di awal abad ke-20, seperti Franz Marc, Francis Bacon,dan Giorgio de Chirico, juga para penulis seperti Robert Musil, dan Thomas Mann. Menurut Nietzsche kegiatan seni adalah kegiatan metafisik yang memiliki kemampuan untuk me-transformasi-kan tragedi hidup.
1. Tuhan Sudah Mati (God is Dead)
Gilles Deleuze dalam bukunya, Filsafat Nietzcshe, 2002, mengemukakan bahwa frasa Nietzcshe yang terkenal Tuhan telah mati dan dianggap sebagai bukti bahwa Nietzcshe ateisme. Nietzcshe adalah seorang pemikir Jerman yang menyebut dirinya sendiri sebagai seorang pemikir yang terlalu awal lahir sehingga pemikir-pemikir tidak terkenal dan tidak dapat dipahami orang-orang dimasa hidupnya. Tuhan mati dan yang membunuhnya adalah manusia sendiri. Konsep ini sebenanrnya tidak aneh, karena memiliki persamaan dengan kematian Yesus.
"Gott ist tot! Gott bleib tot! Und wir haben ihn getotet!, lihat Aforisme No. 125: 95-96, Nietzcshe 1990: 181-182) "Tuhan sudah mati, Tuhan terus mati dan kita semua telah membunuhnya".
Nietzcshe menganggap bahwa kepercayaan manusia Barat pad aTuhanlah yang merupakan pangkal semua kemunduran dan taglid buta masyarakat. Dengan mematikan Tuhan, Nietzcshe berharap dapat menjadikan manusia sebagai manusia unggul yang menentukan segalanya berdasarkan kemauannya sendiri. Setelah membunuh Tuhan akan timbul kekosongan nilai-nilai universal yang berlaku, kondisi kekosongan inilahyang disebut Nietzcshe dengan nihilisme. Untuk mengubah kondisi kekosongan nilai-nilai itu diperlukan keberanian untuk menjadikan semua potensi dan kemauan manusia untuk mengatasi semua keterbatasannya. Potensi dan semua kemampuan manusia yang ada di dalam dirinya itulah yang disebut Nietzcshe dengan Ubermensch. Kepercayaan pada Tuhan dalam pandangan Nietzcshe menunjukkan kelemahan manusia itu.
2. Nihilisme
Nihilisme dapat diartikan sebagai ketiadaan makna serta penolakan pada nilai-nilai absolut, karena itu yang ada adalah kekosongan nilai-nilai. "Nich ist wahr, alles ist erlaubt" Tidak ada sesuatu yang benar, segalanya diperbolehkan (Genecollogy, 1996: 121) sehingga pernyataan dan pengakuan akan kebenaran dalam pandangan Nietzcshe adalah palsu.
Dalam mengatasi nihilisme manusia harus menciptakan nilai-nilainya sendiri dengan mengadakan pembalikan nilai-nilai (transvaluation of all values), pembalikan nilai-nilai ini sebagai bukti kekuatan semnagat untuk menjadi manusia unggul.
Pemikiran Nietzsche bisa diringkaskan sebagai eksistensi manusia lama itu nihilisme, maka mesti diperbaharui. Nihilisme merupakan paham pemikiran yang menyatakan bahwa makna hidup manusia berakhir dalam ketanpaartian. Dalam pemikiran Nietzsche paham ini dipuncakkan dengan menunjukkan nihilisme nilai-nilai yang ada dan ia mewartakan nilai-nilai baru yang harus dihayati secara baru dengan moral baru yang bertolak pada manusia eksis­tensial secara baru pula.
Secara sepintas nihilismenya mempunyai arti yang sama dengan usaha melenyapkan - memusuhi nilai-nilai. Baginya nihilisme berarti melenyapkan nilai-nilai imanen, fisik, sejarah, material dengan cara menegaskan berlakunya nilai-nilai absolut, langgeng. Dengan demikian nilai-nilai yang kita pandang absolut, langgeng itu berlaku sebaliknya bagi Nietzsche.
Dalam kerangka nilainya, Nietzsche bertitik tolak dari suatu pandangan revolusioner, yaitu bahwa nilai-nilai absolut (nilai-nilai rohani), transenden dan seterusnya itu benar-benar memalu­kan, melemahkan manusia sejati yang merupakan kumpulan nilai remeh dan lemah yang diajarkan kaum imam dan penguasa yang mengajak umat manusia untuk baik, tunduk, rendah hati sehingga membuat manusia seperti unta yang mesti membawa semua beban kehidupan di punggungnya.
Bagi Nietzsche sebenarnya hanya ada nilai-nilai otentik yang sejati, yaitu nilai-nilai material, nilai-nilai tubuh, nilai-nilai hidup, nilai-nilai dari bumi ini di dunia ini.
Nietzsche sendiri sebelum meninggal berkata bahwa dalam seluruh hidupnya ia mempunyai satu tujuan, yaitu melenyapkan nilai-nilai transenden, rohani yang menjadi dasar kebudayaan Barat dan mau melaksanakan penggantian nilai-nilai. Dengan itu ia mau memulai suatu kebudayaan baru "dengan bangkit kembali, menapak selangkah lebih tinggi dari keadaan dan pandangan hidup yang lemah dan sakit menuju tapak konsep-konsep yang lebih sehat, menuju nilai-nilai kepastian dan kekayaan diri pribadi dalam hidup yang penuh. Sayalah guru itu dan dengan kepalan tanganku, aku siap merobek nilai-nilai yang melemahkan untuk menggantinya". Semua karangan dan tulisan dari tahun 1888-1889 mengarah ke ambisi tersebut sebagai karya sistematis tentang nihilisme nilai-nilai dan usaha penggantiannya (sampai ia sendiri lalu tidak waras).
Jika ditelusuri, ada dua bentuk pemikiran dalam jalan pemi­kiran nihilisme Nietzsche. Di satu pihak, pemikirannya bersifat merombak, mendobrak, dan menghancurkan (una pars destruens). Di sini yang menonjol adalah pola pemikiran untuk memusnahkan nilai-nilai kekal, absolut dengan seluruh wujud-wujudnya yang diketahui terutama moral, agama, dan filsafat yang mendukung sistem nilai absolut tersebut. Ia menyerangnya dengan sistematis dan garang. Di lain pihak pemikirannya mempunyai pola membangun (una pars construens) yang meliputi uraian teori baru tentang nilai-nilai lalu disusul konsepsi baru mengenai realitas (itu berarti konsep­si vital dan dionisius).
Dari empat buku pokoknya, tiga buku ditulis untuk pola yang pertama, yaitu merombak nilai-nilai absolut dan satu buku untuk pola yang kedua, yaitu untuk membangun dasar nilai-nilai baru. Seluruh karyanya berjudul Volontadi Potenza (Kehendak untuk Berkuasa) atau Transvalutasi (Penggantian Semua Nilai).
Ia merencanakan membagi Transvalutasi dalam :
Buku I : Antichrist, sebagai usaha untuk mengritik habis-habisan Kristianisme.
Buku II : Roh yang Merdeka (Lo Spirito Libero), sebagai kritik terhadap filsafat yang merupakan usaha yang nihil.
Buku III :The Immoralist, sebagai kritik terhadap moral yang merupakan ketidaktahuan yang paling kekanak-kanakan.
Buku IV: Dionisius, sebagai sebuah filsafat tentang kembali­nya keabadian.
Ia membuat strategi yang cukup pintar dengan menjual pemikiran pertamanya di pasar, lalu nilai-nilai barunya ia masukkan untuk mengganti nilai-nilai lama yang mau dibasminya.
3. Kembalinya Segala Sesuatu
Ada 2 konsep penting yang dikemukakan Nietzcshe melalui bukunya Thus Spake Zarathustra, 1884 yaitu Kembalinya Segala Sesuatu (eternal recurrence of the same) atau pengulangan abadi serta uberbermensch (overman, superman). Nietzcshe menyatakan bahwa segala sesuatu pergi segala sesuatu datang kembali berputarlah roda hakekat itu secara abadi. Konsep ini juga mengemukakan tentang alam yang tidak berawal dan berakhir.
Masa depan kita ditentukan sendiri oleh pikiran-pikiran tindakan kita sekarang. Alasannya adalah karena ini dapat mendorong manusia untuk mencari kebahagiaan dalam hidup karena kebahagiaan itu kelak berulang lagi sehingga manusia tidak perlu takut mati. (lihat Vattiono, 2002:107).
4. Ubermensch
Ubermensch adalah manusia super yang menentukan sendiri makna dan tujuan hidupnya, sebagai pengganti manusia yang ditentukan oleh Tuhan yang sudah mati. Ada istilah lain yang sama maksudnya dengan konsep ubermensch Nietzsche yaitu der letzte mensch atau the last man atau manusia terakhir. Manusia unggul adalah upaya untuk mencapai terus menerus keunggulan manusia.
Tracy B. Strong menjelaskan bahwa sikap Zarathustra dibentuk dari sintesa Yesus dengan Socrates. Socrates kritis terhadap kebiasaan-kebiasaan lokal yang ada pada kebudayaan yunani dengan metode dialektis yang menyatakan tidak pada segala sesuatu. Yesus tumbuh besar dilingkungan kekafiran.
Super manusia adalah manusia yang tahu mengikuti dan langsung sambung pada irama tari hidup. Dialah yang menerima seluruhnya, dialah yang menghargai seluruhnya, dialah yang mengagungkan seluruhnya, dialah yang tidak pernah menolak apa-apa yang dianu­gerahkan oleh hidup yaitu baik maupun buruk, indah maupun buruk, suka maupun duka.
Super manusia merupakan formula sesanti dari penegasan "ya" penuh yang lahir dari kepenuhan diri yang samasekali tidak pernah mau peduli dengan duka sendiri, kesalahan sendiri, problem, dan masalah eksistensi.
Untuk dapat mencapai manusia super, manusia mesti melewati metamorfosis ganda, yaitu:
a. metamorfosis pertama, akan mengubah eksistensi unta berbeban dan mudah taat (yaitu manusia baik, rendah hati, tunduk, religius, moralis) menjadi singa yang agresif (yaitu roh kebebasan, otonom, tuan pada diri sendiri, penentu mutlak tindak-tanduk dan perbuatannya sendiri).
b. metamorfosis kedua, akan mengubah manusia dari singa yang ganas tadi menjadi kanak-kanak murni yang selalu mengagumi dan mencintai realitas dalam semua ungkapannya dan sisinya. Ia akan berseru gembira dan menyatu dengan hidup.
Hidup yang dipunyai manusia super dalam ujudnya yang paling penuh pada saat yang sama mempunyai pula hukum-hukumnya yang tegas yang oleh Nietzsche diungkap dengan istilah eterno ritorno (pulang ke keabadian). Artinya semua yang ada secara abadi kembali dan kita juga kembali. Kita sudah menyatu dengan semua dan semua ke kita. Hadirlah tahun menjadi yang sama dengan sebuah roda putar. Semua harus membalik lagi agar selalu dapat habis.
Pada dentang waktu tersebut semua tahun sama baik yang besar maupun yang kecil. Semua akan kembali lagi, berputar lagi secara abadi dalam lingkar putar eksistensi. Semua akan mati dan akan bangkit lagi. Semua yang pecah berkeping-keping akan diutuhkan kembali. Secara kekal semuanya akan membangun rumah yang sama dari eksistensi. Semuanya saling dipisahkan dan diruntuhkan lagi. Yang selalu setia pada diri sendiri adalah domba eksistensi.
Pada setiap penantian, waktu dan eksistensi kembali mulai berputar lagi . Lautan kehidupan tidak dapat melahirkan selain menjadi rahim dari serentetan eksistensi. Itu pun selalu membaharui diri kembali secara kekal dalam roda tertutup dan putar yang pasti.
Dalam hukum kembali ke keabadian kekal tentu saja termasuk manusia di dalamnya, baik manusia kecil maupun besar, baik pengecut, baik, pemberani, maupun manusia super. "Manusia secara kekal kembali! Manusia yang lebih najis, rendah akan kembali juga" , manusia super juga akan kembali secara kekal karena keduanya ambil bagian dalam tari irama kehendak kuasa dari kehidupan. Figur simbol dari yang "ya" terhadap hidup yang terus berputar kembali secara abadi mempunyai model­nya, yaitu Dionisius.
Di sini kuletakkan Dionisius dari orang-orang Yunani, yaitu penegasan "ya" tegar yang religius terhadap dunia dari dalam hidup tanpa satu titik "tidak" pun. Dionisius adalah simbol waktu dari hidup yang penuh dan dari penerimaannya yang riang terhadap hidup. Dionisius melambangkan becoming (menjadi) hal-hal yang dalam kebutuhan serta kemendesakannya menyatakan seluruhnya menjadi satu baik duka nestapa maupun suka cita, ketakutan maupun keberanian, cinta maupun dengki. Di samping itu Dionisius melam­bangkan pula kondisi manusia super yang menerima semua ekspresi saling bertentangan dari eksistensi dengan penuh syukur (BM 80).
Dalam kerangka karyanya "Perubahan/penggantian nilai-nilai," Nietzsche secara sistematis menyusun perlawanan dan perang tanding antara figur Dionisius dengan tokoh Kristus. Nietzsche mau mengungkapkan motif yang menunjukkan ungkapan yang paling menyeluruh dari nihilisme, sikap "tidak" terhadap hidup, roh menyerah, takluk serta penyangkalan diri.
Bisa dikatakan bahwa Dionisius adalah Tuhannya Nietzsche. Dalam salah satu karyanya yang terakhir Nietzsche menulis, "Setelah mendapat pukulan terberat palu dari Tuhan Yesus, juga setelah matinya Tuhan dari orang-orang Kristiani, dewa-dewa baru masihlah mungkin muncul (Nietzsche sendiri tiap kali mengingatkan naluri religius, yaitu naluri hidup bagi dewa-dewa baru tersebut).
Di sini Nietzsche melancarkan perang pembasmian melawan nilai-nilai absolut serta melawan ideologi-ideologi pokok yang mendasari nilai-nilai tersebut, yaitu filsafat, moral, agama, (Kristiani) .
Tuduhan pokok Nietzsche terhadap filsafat, moral, agama Kristen yang mendukung nilai-nilai absolut adalah karena ketiga-tiganya membentuk dan membina dusta kolosal yang membelenggu umat manusia dan menghalanginya untuk meneguk cawan kehidupan secara bebas. Ia mengatakan dustalah kalau ada nilai-nilai mutlak lain di luar hidup ini, dustalah nilai-nilai transenden di seberang hidup sekarang kini ini, dustalah bila dikatakan bahwa ada jiwa/roh abadi dalam diri manusia, dalam tubuhnya, dustalah bila dikatakan ada dunia akherat yang spiritual di seberang dunia material yang ada di depan mata ini, dan terutama dustalah bila ditegaskan bahwa manusia tidak mampu menjadi yang tertinggi lantaran di atas manusia hanya ada Tuhan! (BM 81).
Menurut Nietzsche, moral merupakan gumpalan kondisi-kondisi pemelihara manusia-manusia malang, lemah sebagian atau gagal seluruhnya. Dari buku ini jelaslah bahwa Nietzsche sebenarnya mau memaklumkan perang terhadap moral karena moral merupakan wujud paling laknat dari kehendak dusta yang mengajari untuk menilai rendah dan meremehkan naluri-naluri dasariah pokok dari hidup.
Moral hanya mengajar nilai-nilai dekaden, keruntuhan sebagai nilai-nilai tertinggi. Moral mengajak untuk mendorong orang berlaku dan melaksana­kan tindak-tanduk muluk yang tidak ada karena tidak adalah tindakan altruis itu, tidak ada pulalah tindakan suci. Moral mengajar keutamaan-keutamaan yang tidak ada (jiwa, roh, kehendak bebas). Moral juga mengajari hakekat-hakekat yang tidak ada, misalnya Tuhan, malaekat. Moral mendidik manusia pada ordo yang tidak ada. Adakah ordo moral di dunia dengan hadiah/pahala dan hukuman? Dengan semua ajaran dan petunjuk dusta ini, moral merendahkan, malahan meniadakan:
a) nilai sungguh-sungguh dari tindakan manusia yaitu egoistis.
b) nilai tubuh.
c) tipe-tipe manusia yang sungguh-sungguh berharga, bernilai, naluri-naluri manusia yang berharga.
d) seluruh motif dan dasar hidup yang bertolak dari mau tahu.
Cara berpikir di atas yang menjunjung tinggi salah satu macam manusia, berjalan dan bekerja dari pengandaian absurd sebagai berikut: memandang baik dan jahat sebagai realitas yang berlawan­an satu sama lain (dan bukan sebagai konsep pelengkap dari nilai yang sebenarnya merupakan realitas), menasehati untuk memihak ke yang baik dengan alasan merasa bahwa yang baik itu akan menolak dan menentang yang jahat sampai ke akar dasarnya dan dengan begitu cara berpikir ini telah menolak hidup dalam realitas yang mempunyai baik "ya" maupun "tidak" dalam seluruh nalurinya. Barangkali tidak ada ideologi yang begitu berbahaya selama ini selain kehendak untuk berbaik tersebut karena di sini diluhurkan tipe manusia. Alim fanatik yang membawa hidup pada keilahian; dan hanya ditunjuk kelakuan si alim sebagai kelakuan baik, yang ilahi (Nietzsche, Framenti Postumi, hal. 260).
Dalam seri karangan pendek lain, Nietzsche lebih agresif dan ganas dalam mengecam moral. Ia mengatakan bahwa moral merupakan kandang, sangkar, penjara yang memperkirakan dengan jeruji-jeruji besi akan berguna bagi kebebasan yang tertutup ke dalam, tempat kubang binatang-binatang yang menerima perjuangan dengan kebuasan roh yang bernama "iman".
Dalam kata pengantar karyanya Genealogia della Morale, Nietzsche menulis bahwa kita memerlukan sebuah kritik terhadap nilai-nilai moral yang mesti mulai dengan mempertanyakan ni­lai/harga diri nilai-nilai ini.
Nietzsche mempertanyakan bahwa sampai hari ini mereka mempro­pagandakan perkembangan kebahagiaan manusia padahal itu tidak lain hanyalah ungkapan pemiskinan, degenerasi kehidupan; atau sebaliknya mesti diwahyukan, diwartakan kepenuhan hidup sendiri, kekuatannya, kehendak hidup itu, keberaniannya, kepastian dan jaminannya, masa depan hidup itu sendiri (no 3). Terhadap perta­nyaan-pertanyaan sendiri, Nietzsche menjawab lebih dengan "suara perutnya daripada otaknya".
Nietzsche beranggapan bahwa sumber kesalahan berat dari nilai-nilai mutlak adalah Plato yang merasa menemukan adanya Roh yang baik dalam dirinya. Nietzsche menganggap bahwa metafisika mempunyai tiga kepalsu­an, yaitu:
a. Palsu terhadap diri sendiri
b. Palsu terhadap hal-hal yang ada.
c. Palsu terhadap manusia.
Palsu terhadap diri sendiri. Metafisika bersifat palsu terhadap diri sendiri karena tidak tahu-menahu tentang motivasi sejati dari teori/ajaran yang sungguh-sungguh.
Palsu terhadap hal-hal yang ada. Metafisika bersifat palsu terhadap hal-hal yang ada karena menghantar masuk adanya hukum kedua dari realitas, yaitu adanya idea, Tuhan, substan­si terpisah, Roh mutlak, dan seterusnya. Dengan itu metafi­sika meniadakan nilai-nilai, menghampakan nilai efektif mereka.
Prinsip perlawanan yang mendukung kerangka pendapat dunia yang sejati tempat pencarian, penapakan jalan ke sana tak bisalah bertentangan dalam dirinya sendiri, tak bisalah merubah, tak mungkin menjadi, tak mungkin pula mempunyai prinsip dan tujuannya sendiri. Salahlah bila percaya pada ungkapan-ungkapan alasan ukuran realitas untuk menguasai realitas demi memberi tanda kurung bagi realitas. Maka semuanya merupakan bencana:
a. Bagaimana mungkin mampu membebaskan diri dari dunia palsu, dunia tidak sejati? Padahal hanya ada satu dunia ini
b. Bagaimana mungkin menjadi diri sendiri secara penuh apabila tidak menghormati dunia nyata ini?
c.Seluruh orientasi nilai-nilai berjalan ke arah "menje­lek-jelekkan dan memfitnah hidup"
Karena itu, kelirulah metafisika manusia yang mau membuang "being sejati" serta mau menindas (mengekang) afeksi, insting, naluri, kekuatan kuasa, dan mereduksi semuanya ke kepala, akal budi, dan pikiran! Semua yang berkait pada yang bukan rasio, yang bebas, yang naluriah, yang dibenci oleh para metafisikawan aliran keliru tersebut. Konsekuensinya, mereka menolak elemen fundamen­tal dalam essere (ada pada dirinya sendiri), dan menerima sebagai yang utama apa yang disebut rasionalitas dan finalisme absolut.
Di sini kita melihat Nietzsche memang mau membasmi agama yang melawan hidup dan menggantinya dengan agama dari kehidupan (agama dari Dionisius) dan berusaha menyingkirkan moral dekaden untuk menggantinya dengan moral yang dinamis (moralitas manusia super). Cara yang ditempuhnya adalah dengan melebur sampai ke akar-akarnya filsafat being/essere yang sama dengan metafisika yang membuahkan/menjadi semua filsafat yang menjauhkan diri dari bumi, ia mau menggantinya dengan filsafat yang setia pada kehendak yang kuasa. Filsafat tidak bisa lagi berkeinginan abstrak, tujuan-tujuan spekulatif tetapi mesti menjadi praktis dan konkret.
Filsuf-filsuf sejati adalah mereka yang memimpin/berkuasa memerintah dan mampu menegaskan ini "harus hidup kembali!" harus hidup begitu! Mereka mesti menentukan pertama-tama "ke mana" dan "demi tujuan mana" manusia hidup dan begitu menawarkan lengkap pokok-pokok dasar filsafat menuju masa depan di dalam dan melalui tangan kreatif si manusia sendiri yang menjadi alat, gaman, piranti untuk mencapai tujuan.
"Mengerti" mereka mesti menjadi sama dengan mencipta! Pencip­taan mereka mesti menjadi penentuan hukum dari kehendak kebenaran yang adalah kehendak kuasa.
Fungsi sejati filsafat menurut Nietzsche mesti sama dengan peran seni, yaitu sebagai hasil karya mendalam penciptaan/trans­formasi material menjadi seni tetapi bukan demi indah sendiri tetapi demi menjadikan cermin, pantulan kekuatan dahsyat manusia, cermin bias kekuatan/daya hidup. Filsafat mesti mempunyai kekuat­an dari dalam yang magis yang:
· mampu mengubah setiap hal,
· mampu menilai lagi semua nilai,
· mampu membaharui lagi semua nilai,
· mampu membebaskan manusia dari semua belenggu metafisika, moral, Kristianisme, begitu rupa sehingga mampu berucap "lan­tang" yang tegar pada semua yang ada pula bila hal-hal tersebut di jaman lalunya merupakan hal terlarang, tidak dihargai dan dipandang jahat (berdosa).
Dalam salah satu karangan, Nietzsche menulis Seni Filsafat dengan tugas rangkap tiga, yaitu (fungsi filsafat):
a. filsafat mesti menjadi penebusan bagi manusia dalam soal pemahaman (BM 90-91) dan problema eksistensi manusia.
b. filsafat mesti menjadi penebusan tindakan konkret manusia agar mampu menjadi daya hidup untuk menausia yang mau menjadi pahlawan dengan kekuatan kehendaknya.
c.filsafat mesti menjadi penebusan bagi orang-orang malang sebagai jalan masuk untuk mengangkat mereka yang menerima sengsara sebagai yang dikehendaki, dilahirkan menuju kesadaran bahwa sengsara itu kenikmatan.
Model ideal filsuf seniman menurut Nietzsche adalah tokoh Dionisius. Dialah filsuf sejati, unik dan satu-satunya yang mengetahui mengambil bagian secara kreatif dalam tarian abadi kehidupan cerah masa mendatang. Dia juga mengetahui menempatkan dan menampilkan diri sebagai pencipta, sang pemberi pada segala apa yang ada. Demikianlah Nietzsche tidaklah kebetulan bila dalam bagian akhir tulisannya memilih memberi judul Dionysos Philoso­phos untuk bagian itu.
Dengan judul tersebut, ia mau merangkum seluruh makna kegiat­an sastranya sebagai berikut, "Tulisan-tulisanku, buku-bukuku, dari garis ke garis, dari baris ke baris merupakan pantulan-pantulan nyata dari kehendak hidup. Tulisan-tulisan itu merupakan hasil karya sang pencipta kehidupan, menjadi duta dari hidup itu sendiri".
5. Skeptisisme Epistemologis
Nietzcshe berpendapat bahwa kebenaran adalah hasil konstruksi atau ciptaan manusia sendiri, yang berjiwa bagi mereka untuk melestarikan diri sebagai spesis. Pengetahuan dan kebearan sebagai perangkat yang efektif untuk mencapai tujuan bukan entitas yang trasenden dari manusia. Kebenaran ilmiah tidak mungkin efektif karena hasil konstruksi manusia dan selalau upaya melayani kepentingan dan tujuan tertentu manusia.
6. Kritik Nietzcshe Terhadap Rasionalitas dan Kebenaran
Nietzsche tidak menghargai rasionalitas, bahkan mendekonstruksi rasionalitas dan menghargai klaim-klaim dogmatisnya sendiri untuk meruntuhkan dasar-dasar miliknya dan lebih banyak lebih baik wissenschaft atau kebudayaan.
Untuk mudahnya kita akan memulainya dengan melihat pars construensnya yang merupakan konsep yang hidup tentang realitas. Dalam visinya, realitas itu muncul sebagai ledakan dahsyat dari kekuatan hidup. Nietzsche menyebutnya sebagai "sebuah kekuatan hebat tanpa awal dan tanpa akhir, sang keindahan yang membebaskan diri dari kekuatan cinta dan kebencian, suka cita dan duka, keberanian dan ketakutan, kebebasan dan ketundukan yang menyeruak keluar, yang membebaskan diri secara dahsyat tanpa aturan, tanpa kontrol apa pun.
Realitas merupakan hidup itu sendiri dalam semua ungkapannya yang paling mencekam, menarik. Hidup itu sendiri merupakan kehendak untuk berkuasa yang tak terukur, tak terbilang, tak mampu dikalkulasi.
Nilai tertinggi bagi Nietzsche sama dengan kehendak untuk berkuasa, lebih persis lagi sama dengan kualitas maksimal kuasa yang berhasil direngkuh dan dimiliki oleh si manusia. Filsafatnya sama dengan jawaban tak bersyarat untuk menjawab "ya" terhadap hidup yang menggeser semua "tidak", semua larangan, dosa, dakwaan. Perbedaan "ya" dan "tidak", positip dan negatif, baik dan buruk merupakan kejahatan yang tidak bisa diampuni terhadap kehidupan.
Berkata "ya" pada hidup merupakan suatu kekuatan. Mengatakan "tidak" pada hidup merupakan penurunan derajad. Hidup adalah nihilisme. Siapa pun yang berkata "ya" kepada hidup akan bebas termasuk juga bila itu termasuk yang imoral. Yang menjawab "tidak" pada hidup itu termasuk budak, juga bila itu termasuk sesuatu yang moral/baik.
Untuk semua orang kuat dan alamiah, mereka membuat semuanya bersama-sama dalam satu tindakan hidup baik cinta maupun benci, balas budi atau balas dendam, kebaikan dan kemarahan, penolakan dan pengiyaan. Bila baik, manusia perlu tahu juga yang jelek. Bila jelek, itu disebabkan karena manusia tidak lagi tahu apa yang baik.
Sebagaimana yang dirumuskan Zarathrusta, hukum tertinggi hidup adalah perlu untuk "tenggang rasa" pada tiap "penolakan" atau penerimaan dalam hidup. Kristianisme adalah racun terhadap nilai ini, imoral, melawan hidup, melawan natura. Dalam konsepsi realitas Nietzsche, nilai "baik" sebagai ketaatan terhadap hukum moral dipandang sebagai "parasit," artinya hidup dengan memper­alat kehidupan sendiri, seperti benalu yang menghisap darah hidup, seperti epikuris yang menikmati "kebahagiaan kecil" dengan menolak kebahagiaan besar yang imoral.

"Nilai baik" adalah kambing hitam insting nihil sebagai akibat berkata tidak pada hidup "la sua affermazione piu attenua­ta e che non essere e meglio di essere, che la vonta del nulla la piri valore della volonta di vivere; quella piu rigorosa e che il nulla e la cosa piu desiderabile, che questa viata, come opposto del nulla, e assolotamente priva di valore (Nietzsche, hal 318). Lalu apa yang dimaksud Nietzsche dengan "HIDUP" itu?
Hidup yang selalu menjadi tema sentral Nietzsche mempunyai batas-batas yang jelas, yaitu hidup di dunia ini, fisik, dalam tubuh karena tidak ada dunia lain di luar dunia material, tidak ada pula hidup badani kita di sini. Manusia lahir untuk berada di bumi ini (esistere sulla terra). Roh/jiwa yang semestinya menjadi subjek eksisitensi di dunia sekarang itu tidak ada. Manusia hanyalah yang bertubuh ini: "saya adalah si tubuh ini seluruhnya tanpa yang lain."
Dunia Nietzsche meluas, merangkum imanensi dunia ini. Memi­sahkan dunia idea yang asli, yang sejati dengan dunia semu (di bumi ini) merupakan dusta yang amat memalukan yang dibuat Plato dan Kristianisme. Dunia hanya ada satu, yaitu yang ada di depan mata kita. Dalam dunia ini tidak ada lagi tempat bagi Tuhan. Zarathrusta mengatakan bahwa Tuhan sudah mati. Sesungguhnya Tuhan tidak pernah ada karena tidak mampu ada.
Tuhan sama dengan proyeksi kebutuhan-kebutuhan kaum lemah. Tuhan ditemukan oleh jiwa yang lemah, jiwa yang sakit, yang diracuni oleh perasaan-perasaan luhur melawan orang-orang yang benar-benar sehat, kuat, dan kuasa.
Tuhan adalah hasil kreasi manusia sebagaimana dewa-dewa yang lain pula. Derita dan ketidakmampuanlah yang menciptakan semua yang suci di seberang dunia nyata ini. Manusia kelelahan karena menari sendiri dengan meloncat-loncatkan kakinya ke maut untuk menggapai puncak, kelelahan karena tidak memahami yang disebabkan karena tidak mampu mengingini. Tubuhlah yang menentukan langkah-langkah dan bukan jari telunjuk yang menunjuk ke atas.
Dunia manusia dan dunia non manusia, dunia yang dikejar sebagai adikodrati itu tidak lain adalah surga dari ketiadaan yang merupakan rahim dari Ada, Being. Hanyalah si sakit, si lemah yang meremehkan tubuh dan kehidupan, serta menggantinya dengan surga dan tetesan darah penebusan namun toh akhirnya tetap memutuskan hubungan mereka dari tubuh mereka sendiri serta dari bumi (dalam ketiadaan).
Hidup ini ada dalam perjalanan gemilangnya melalui satu jurusan perkembangan dari tahap manusia. Super manusia adalah makna dari bumi ini. Kehendak berseru: manusia super adalah arti dari bumi (Nietzsche, idem hal 6) dan inilah undangan dari Nabi Zarathrusta untuk umat manusia ( BM, 78).
Zarathrusta mau mengajar umat manusia mengenai makna dari keberanian mereka yang tidak lain adalah manusia super. Hidup, kehendak berkua­sa, mengekspresikan diri paling puncak pada manusia super. Di sana nilai seluruhnya mewujudkan diri, menemukan realisasinya yaitu menjadikan kehendak kuasa mengada dan diadakan dalam ketegangan-ketegangan yang agresif dan meledak-meledak dalam jatung hati manusia.
Kesimpulan
Filsafat Nietzsche banyak membahas mengenai kehidupan. Dalam filsafat Nietzsche disebutkan bahwa hidup adalah sebuah penderitaan. Dalam filsafat ini diuraikan mengenai hal-hal apa saja yang dibutuhkan oleh manusia dalam menghadapi kehidupan yang merupakan penderitaan itu. Dalam filsafat ini dijelaskan mengenai moral. Moral yang ada tentang kebaikan umum berbeda dengan moral yang ada pada Kristianitas. Selain itu, Nietzsche juga banyak membahas mengenai Kekuatan. Menurut Nietzsche kekuatan adalah hal yang dibutuhkan setiap masyarakat untuk tetap bertahan. Orang yang kuat adalah orang tidak menyerah pada paham martabat.
Dalam filsafat Nietzsche juga disebutkan bahwa moralitas ada dua, yaitu moralitas tuan dan moralitas budak. Moralitas tuan pada awalnya adalah moralitas yang baik. Yang menganut moralitas tuan adalah kaum yang kuat sedangkan yang menganut moralitas budak adalah kaum yang lemah. Pada awalnya kaum kuat berada di atas. Namun, semakin lama mereka semakin menerima pula moralitas budak. Sehingga kaum yang kuat semakin berkurang jumlahnya. Akibatnya kaum yang lemah menjadi semakin banyak dan pada akhirnya mereka yang lemah dan tertindas ini membalikkan keadaan. Sehingga moralitas tuan yang tadinya dianggap moralitas yang baik berganti menjadi moralitas yang buruk, begitu pula sebaliknya.
Meskipun tidak semua pemikiran Nietzsche dapat diterima, namun ia tetap diakui sebagai pemikir besar, karena ia mengajukan berbagai permasalahan yang orisinil yang belum dipertanyakan sebelumnya. Diantara sekian banyak pemikir yang terpengaruh oleh Nietzsche mungkin Jacques Derrida termasuk yang paling jelas dan dalam pengaruhnya. Pengaruh ini terlihat pada metode dekonstruksi penolakannya pada kebenaran objektif dan universal, anti fundasionalisme, skeptisisme, anti metafisika, dll.

Referensi
Makalah Hasil Penelitian Dr. Akhyar Yusuf, Pemikiran Nietzcshe: Pengaruhnya terhadap Pemikiran Posmodernis