Senin, 14 September 2009

Pemikiran Nietzcshe: Pengaruhnya terhadap Pemikiran Posmodernis

Friedrich Nietzshe lahir di Rohen Jerman pada tahun 1844, lahir di lingkungan keluarga Kristen yang taat. Ayahnya seorang pendeta terkemuka dengan garis kependetaan yang terwaris dari turun temurun dari keluarga ayahnya. Kakeknya adalah pedeta Gereja Lutheran yang menduduki jabatan cukup tinggi, sementara ibunya juga seorang penganut Kristen yang taat.


Nietzcshe menjadi anak yatim pada saat usianya 5 tahun, ibu, nenek, kakak-kakaknya serta tantenya yang memelihara dan mendidiknya. Sehingga dia tumbuh seperti pendeta cilik yang menghormati keteraturan, kerapihan dan kejujuran. Ia membenci teman-teman yang nakal, suka mencuri serta merusak milik orang lain. Di Univiersitas ia terkenal sebagai seorang peminat seni klasik dan mahasiswa filologi.


Usia 18 tahun, ia mulai kehilangan kepercayaannya pada agama Kristen dan mulai mencari Tuhan dan kepercayaan baru. Sejalan dengan itu gaya hidupnyapun berubah total, ia mulai hidup bebas, tidak beraturan, pesta pora, mabuk-mabukan dan memuaskan hasrat seksualnya.


Beberapa waktu kemudian, ia kembali menjadi seorang agamis, yang mengatakan bahwa orang yang minum bir dan menghisap tembakau tidak memiliki pangan yang jernih dan pemikiran yang mendalam. Tahun 1865, ia membeli buku Schopenhauer, Die Welt als Wille und Vorstellung (1818) atau The World as Will and Idea (Dunia sebagai kehendak dan Ide). Buku ini memberikan semangat dan menghasilkan pemikiran spektakuler. Usia 23 tahun, ia bergabung dengan tentara untuk ikut perang tapi karena kesehatannya tidak mendukung ia kembali ke dunia ilmiah dan akademik.


Tahun 1869, usia 25 tahun, ia menjadi guru besar Filologi di Universitas Basel Swiss. Disini dia bersahabat dengan Richard Wagner dan istrinya Cosima seorang komponis masyhur. Kemudian Nietzcshe membencinya karena Wagner dianggap tetap menjunjung tinggi agama. Tahun 1879, Nietzshe terpaksa pensiun karena sakit-sakitan lalu pindah ke Swiss.


Karya-karyanya dari tahun 1879-1888 :

1. The Birth of Tragedy, 1872

2. Human all, to Human, 1878-1890

3. The Dawn of Day, 1881

4. The Joyfull Wisdom, 1882

5. Also Sprach Zarathustra (Thus Spake Zarathustra, 1883. Buku ini menyampaikan gagasan utamanya "Manusia Unggul dan Pengulangan Abadi"

6. Jenseits von gut und bose (antara baik dan jahat), 1886

7. Zur Genecology of Moral (The Genecology of Moral, 1887)

8. The Anti Crist, 1888

9. The Will to Power diterbitkan Anumerta, 1910


Buku-buku ini di tulis pada masa ia berkelana untuk mengobati berbagai penyakit yang dideritanya dan masa frustasi. Tahun 1888, ia didiagnosa gila oleh dokter karena tingkahlakunya makin aneh dan tahun 1900, ia meninggal dan tulisan-tulisannya berhasil di sunting oleh kakaknya Elizaberth.


1. Tuhan Sudah Mati (God is Dead)


Gilles Deleuze dalam bukunya, Filsafat Nietzcshe, 2002, mengemukakan bahwa frasa Nietzcshe yang terkenal Tuhan telah mati dan dianggap sebagai bukti bahwa Nietzcshe ateisme. Nietzcshe adalah seorang pemikir Jerman yang menyebut dirinya sendiri sebagai seorang pemikir yang terlalu awal lahir sehingga pemikir-pemikir tidak terkenal dan tidak dapat dipahami orang-orang dimasa hidupnya. Tuhan mati dan yang membunuhnya adalah manusia sendiri. Konsep ini sebenanrnya tidak aneh, karena memiliki persamaan dengan kematian Yesus.

"Gott ist tot! Gott bleib tot! Und wir haben ihn getotet!, lihat Aforisme No. 125: 95-96, Nietzcshe 1990: 181-182) "Tuhan sudah mati, Tuhan terus mati dan kita semua telah membunuhnya".


Nietzcshe menganggap bahwa kepercayaan manusia Barat pad aTuhanlah yang merupakan pangkal semua kemunduran dan taglid buta masyarakat. Dengan mematikan Tuhan, Nietzcshe berharap dapat menjadikan manusia sebagai manusia unggul yang menentukan segalanya berdasarkan kemauannya sendiri. Setelah membunuh Tuhan akan timbul kekosongan nilai-nilai universal yang berlaku, kondisi kekosongan inilahyang disebut Nietzcshe dengan nihilisme. Untuk mengubah kondisi kekosongan nilai-nilai itu diperlukan keberanian untuk menjadikan semua potensi dan kemauan manusia untuk mengatasi semua keterbatasannya. Potensi dan semua kemampuan manusia yang ada di dalam dirinya itulah yang disebut Nietzcshe dengan Ubermensch. Kepercayaan pada Tuhan dalam pandangan Nietzcshe menunjukkan kelemahan manusia itu.
2. Nihilisme
Nihilisme dapat diartikan sebagai ketiadaan makna serta penolakan pada nilai-nilai absolut, karena itu yang ada adalah kekosongan nilai-nilai. "Nich ist wahr, alles ist erlaubt" Tidak ada sesuatu yang benar, segalanya diperbolehkan (Genecollogy, 1996: 121) sehingga pernyataan dan pengakuan akan kebenaran dalam pandangan Nietzcshe adalah palsu.
Dalam mengatasi nihilisme manusia harus menciptakan nilai-nilainya sendiri dengan mengadakan pembalikan nilai-nilai (transvaluation of all values), pembalikan nilai-nilai ini sebagai bukti kekuatan semnagat untuk menjadi manusia unggul.
3. Kembalinya Segala Sesuatu
Ada 2 konsep penting yang dikemukakan Nietzcshe melalui bukunya Thus Spake Zarathustra, 1884 yaitu Kembalinya Segala Sesuatu (eternal recurrence of the same) atau pengulangan abadi serta uberbermensch (overman, superman).
Nietzcshe menyatakan bahwa segala sesuatu pergi segala sesuatu datang kembali berputarlah roda hakekat itu secara abadi. Konsep ini juga mengemukakan tentang alam yang tidak berawal dan berakhir.
Masa depan kita ditentukan sendiri oleh pikiran-pikiran tindakan kita sekarang. Alasannya adalah karena ini dapat mendorong manusia untuk mencari kebahagiaan dalam hidup karena kebahagiaan itu kelak berulang lagi sehingga manusia tidak perlu takut mati. (lihat Vattiono, 2002:107).
4. Ubermensch
Ubermensch adalah manusia super yang menentukan sendiri makna dan tujuan hidupnya, sebagai pengganti manusia yang ditentukan oleh Tuhan yang sudah mati. Ada istilah lain yang sama maksudnya dengan konsep ubermensch Nietzsche yaitu der letzte mensch atau the last man atau manusia terakhir. Manusia unggul adalah upaya untuk mencapai terus menerus keunggulan manusia.
Tracy B. Strong menjelaskan bahwa sikap Zarathustra dibentuk dari sintesa Yesus dengan Socrates. Socrates kritis terhadap kebiasaan-kebiasaan lokal yang ada pada kebudayaan yunani dengan metode dialektis yang menyatakan tidak pada segala sesuatu. Yesus tumbuh besar dilingkungan kekafiran.
Skeptisisme Epistemologis
Nietzcshe berpendapat bahwa kebenaran adalah hasil konstruksi atau ciptaan manusia sendiri, yang berjiwa bagi mereka untuk melestarikan diri sebagai spesis. Pengetahuan dan kebearan sebagai perangkat yang efektif untuk mencapai tujuan bukan entitas yang trasenden dari manusia. Kebenaran ilmiah tidak mungkin efektif karena hasil konstruksi manusia dan selalau upaya melayani kepentingan dan tujuan tertentu manusia.
Kritik Nietzcshe Terhadap Rasionalitas dan Kebenaran
Nietzsche tidak menghargai rasionalitas, bahkan mendekonstruksi rasionalitas dan menghargai klaim-klaim dogmatisnya sendiri untuk meruntuhkan dasar-dasar miliknya dan lebih banyak lebih baik wissenschaft atau kebudayaan.
Kesimpulan
Meskipun tidak semua pemikiran Nietzsche dapat diterima, namun ia tetap diakui sebagai pemikir besar, karena ia mengajukan berbagai permasalahan yang orisinil yang belum dipertanyakan sebelumnya. Diantara sekian banyak pemikir yang terpengaruh oleh Nietzsche mungkin Jacques Derrida termasuk yang paling jelas dan dalam pengaruhnya. Pengaruh ini terlihat pada metode dekonstruksi penolakannya pada kebenaran objektif dan universal, anti fundasionalisme, skeptisisme, anti metafisika, dll.

Sumber :

Makalah Hasil Penelitian Dr. Akhyar Yusuf, Pemikiran Nietzcshe: Pengaruhnya terhadap Pemikiran Posmodernis

2 komentar:

Ega Black mengatakan...

dimana yah beli bukunya nietsche yang the gay science??? yang muran aja maksudnya..

Lolytasari mengatakan...

Coba ke FIB UI, Jurusan Filsafat.
disana ada Buku karangan Dr. Akhyar Yusuf