Jumat, 11 November 2011

BERBAGI SUMBER DAYA (RESOURCE SHARING)


Di ringkas Oleh:
Yusri Fahmi (0906587382)
Mufid (0906587432)


Menurut American Library Association (ALA), resource sharing adalah :
“activities engaged in jointly by a group of libraries for the purposes of improving services and/or cutting cost. Resource sharing may be established by informal or formal agreement or by contract and may operate locally, nationally, or internationally. The resources shared may be collections, bibliographic data, personnel, planning activities, etc.”[1]
Sedangkan menurut Online Dictionary for Library and Information Science (ODLIS), resource sharing adalah :
“The activities that result from an agreement, formal or informal, among a group of libraries (usually a consortium or network) to share collections, data, facilities, personnel, etc., for the benefit of their users and to reduce the expense of collection development.[2]
Dari dua pengertian di atas, kita dapat memahami bahwa resource sharing adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok perpustakaan yang tergabung dalam sebuah konsorsium atau jaringan yang bertujuan untuk meningkatkan layanan dan mengurangi biaya pengembangan koleksi. Resource sharing tersebut dapat dilakukan dengan kesepakatan formal maupun informal yang diterapkan secara lokal, nasional, ataupun internasional. Sedangkan sumber daya yang di-share tersebut dapat berupa koleksi, data bibliografis, pegawai, dan fasilitas.
Dalam kaitannya dengan isu resource sharing tersebut, pada bab 15 ini pembahasan akan difokuskan pada empat konsep penting sebagai berikut :
1. Cooperative collection development (pengembangan koleksi bersama)
Sebuah mekanisme dimana dua atau beberapa perpustakaan sepakat bahwa setiap perpustakaan akan bertanggung jawab pada pengumpulan koleksi bidang-bidang tertentu dan perpustakaan tersebut akan bersedia saling tukar-menukar koleksi-koleksi tersebut dengan perpustakaan lain tanpa biaya. (Model Farmington/Scandia).
2. Coordinated acquisitions (pengadaan yang terkoordinasi)
Sebuah mekanisme dimana dua atau beberapa perpustakaan sepakat untuk membeli bahan pustaka-bahan pustaka tertentu dan atau menanggung biaya-biaya bersama dan dua atau beberapa anggota menyimpan bahan pustaka tersebut. (Model LACAP/CRL).
3. Joint acquisition (pengadaan bersama).
Sebuah mekanisme dimana dua atau beberapa perpustakaan mengadakan pemesanan bersama terhadap suatu produk atau jasa, dan setiap perpustakaan menerima produk atau jasa tersebut, seperti kesepakatan untuk membeli atau berlangganan pangkalan data elektronik (termasuk misalnya VIVA – the Virtual Library of Virginia http://www.viva.lib.va.us).
4. Shared collection information (informasi koleksi bersama).
Sebuah sistem yang mana anggota menggunakan informasi dalam sebuah pangkalan data bersama tentang koleksi perpustakaan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan seleksi atau pengadaan mereka.
Ke-empat konsep tersebut di atas dapat mendorong kepada resource sharing diantara anggota-anggota yang tergabung dalam sebuah konsorsium atau jaringan perpustakaan. Konsep yang terakhir adalah relatif baru dan melibatkan perjanjian kerjasama temporer untuk menghubungkan OPAC dan mempunyai beberapa bentuk sistem pengantar dokumen untuk mempercepat proses pinjam antar perpustakaan (Inter library loan).
Sindrom sesuatu yang tidak ada gunanya
Sistem pengembangan koleksi bersama perpustakaan yang sesungguhnya berjalan pada seperangkat asumsi yang seharusnya diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Mungkin asumsi yang paling penting adalah bahwa semua peserta dalam sebuah sistem adalah sama-sama efisien dalam kegiatan pengembangan koleksi mereka. Tidak ada seorangpun yang menganggap bahwa setiap anggota akan menerima manfaat yang sama atau menyumbangkan bahan pustaka dengan volume yang sama.
Setiap perpustakaan berharap bahwa perpustakaan tersebut akan menjadi satu-satunya yang akan menerima lebih banyak daripada yang diberikan perpustakaan tersebut terhadap sistem dalam sebuah jaringan perpustakaan. Jika sebuah perpustakaan masuk pada sebuah program kerja sama dengan membawa pemikiran tentang sesuatu yang tidak ada faedahnya, maka harapan keberhasilan adalah sedikit.
Apa yang dapat diperoleh melalui kerjasama?
Paling tidak terdapat enam manfaat umum yang muncul dari usaha-usaha kerjasama perpustakaan. Pertama, potensial terhadap peningkatan akses. Peningkatan akses dalam pengertian ketersediaan bahan-bahan dalam cakupan yang lebih besar atau kedalaman bidang subyek yang lebih baik. Kedua, kerjasama memungkinkan untuk merentangkan sumber daya yang terbatas. Terlalu sering orang-orang memandang kerjasama sebagai sarana yang dapat menghemat uang. Padahal sebenarnya, kerjasama tidak menghemat uang untuk sebuah perpustakaan. Jika dua atau beberapa perpustakaan menggabungkan usaha-usaha mereka, maka mereka tidak akan menghabiskan sedikit uang; sebuah program kerjasama yang efektif sekedar membagi pekerjaan dan saling berbagi hasil. Ketiga, adanya kerjasama perpustakaan dapat mendorong spesialisasi staf lebih besar. Seorang staf dapat memusatkan pikirannya pada satu atau dua kegiatan ketimbang lima atau enan kegiatan sehingga diharapkan nantinya menghasilkan kinerja yang secara umum menjadi lebih baik. Secara alami, kinerja yang lebih baik seharusnya mendorong pada pelayanan yang lebih baik dan dengan demikian kepuasan pelanggan lebih besar. Keempat, manfaat selanjutnya adalah mengurangi duplikasi bahan pustaka. Pengurangan tersebut dapat berupa pekerjaan yang dilakukan atau bahan-bahan pustaka yang dibeli tetapi para perencana seharusnya mempelajari seberapa banyak duplikasi yang dapat mereka hapuskan sebelum merancang kesepakatan formal. Kelima, program kerjasama antar perpustakaan dapat mengurangi jumlah tempat yang perlu dikunjungi oleh pengguna untuk mendapatkan layanan atau jasa. Dengan adanya jaringan OPAC, sekarang pengguna dapat diarahkan kepada sumber-sumber informasi yang lebih tepat dan lebih baik. Terakhir, manfaat kerjasama antar perpustakaan adalah peningkatan dan atau perbaikan dalam hubungan kerja antara perpustakaan-perpustakaan yang tergabung dalam kerjasama tersebut terutama pada sistem yang multitipe. Orang dapat mendapatkan perspektif yang lebih baik tentang permasalahan orang lain sebagai hasil dari kerja bersama atas permasalahan bersama.
Isu-isu resource sharing
Ada beberapa isu yang terkait dengan resource sharing. Isu-isu tersebut adalah sebagai berikut :
1. Isu institusional
Isu institisional merupakan faktor kunci baik pada kegiatan awal maupun pada kegiatan yang dilakukan terus menerus.
2. Isu “manusia”
Isu “manusia” berhubungan dengan isu-isu institusional, yakni staf dan pengguna perpustakaan. Pengguna menginginkan perpustakaan dapat memenuhi semua kebutuhan mereka, meskipun ketika mereka mengetahui bahwa hal itu tidak mungkin terjadi. Staf perpustakaan juga enggan untuk membuang pemikiran local self-sufficiency (merasa sudah cukup dengan koleksi yang ada). Selain itu, mereka takut kehilangan otonomi ketika tiba pada saat keputusan-keputusan seleksi.
3. Lembaga akreditasi
Lembaga akreditasi mempunyai pengaruh terhadap proyek-proyek resource sharing. Misalnya, Western Association of Schools and Colleges (WASC) memasukkan pernyataan berikut ini dalam standarnya :
6.B.1 Koleksi dasar yang diadakan oleh institusi adalah cukup dalam hal kualitas untuk memenuhi secara substansial semua kebutuhan program pendidikan di dalam dan di luar kampus.
6.B.2 Pinjam antar perpustakaan atau kesepakatan penggunaan berdasarkan perjanjian dapat digunakan untuk melengkapi koleksi dasar tetapi tidak untuk digunakan sebagai sumber utama sumber daya pembelajaran.
Meskipun pernyataan tersebut tidak menghalangi upaya membangun koleksi kooperatif, pernyataan tersebut secara pasti menambah sebuah lapisan kompleksitas lain pada sebuah isu yang sudah kompleks.
4. Faktor administrasi dan Undang-undang.
Faktor adminstrasi dan undang-undang menciptakan tantangan teoritis dan praktis bagi resource sharing. Supaya efektif, program-program kerjasama perlu lebih dari hanya sekedar persoalan lokal saja. Namun demikian, perluasan program kerjasama di luar wilayah lokal biasanya berarti mengabaikan batas-batas yurisdiksi/wilayah. Semakin luas kerjasama tersebut maka semakin cepat pula kompleksitas itu muncul.
5. Akses secara fisik
Akses secara fisik kadang-kadang dapat menjadi sebuah masalah kecil bagi orang-orang yang terlibat dalam resource sharing. Hak-hak peminjaman timbal-balik seringkali dikemukan untuk program-program berbagi setingkat lokal saja. Hal ini dapat berjalan lancar ketika terdapat ruang pengguna yang memadai pada semua perpustakaan peserta. Sejauh “law of least effort” tidak menjadi sebuah faktor yang terlalu besar, maka “law of least effort” tersebut dapat menjadi sebuah pendekatan yang efektif. Namun, terdapat contoh-contoh dimana perpustakaan yang memiliki koleksi yang sangat kuat menjadi kewalahan dengan pengguna. Beberapa perpustakaan swasta mempunyai batasan-batasan tentang siapa yang secara fisik dapat menggunakan fasilitas-fasilitas perpustakaan tersebut.
6. Teknologi
Teknologi mempunyai dampak terhadap pengembangan koleksi kooperatif dan resource sharing. Terdapat banyak alasan mengapa pengembangan koleksi kooperatif yang sesungguhnya tidak pernah berhasil dalam jangka waktu panjang dan pada skala luas. Salah satu alasannya adalah tidak memiliki informasi up to date tentang apa yang tersedia dimana dan ketersediaanya. Alasan lain adalah lambatnya layanan pengiriman bahan pustaka dalam pinjam antar perpustakaan. Keberadaan teknologi telah memungkinkan informasi dengan mudah diketahui sehingga dengan begitu akses dapat lebih cepat diberikan kepada pengguna.
Apa Saja Yang Harus Dihindari Saat Membangun Program Berbagi Sumber Daya (Resource Sharing).
Dalam rangka membangun program kerja sama berbagi sumberdaya (resource sharing) yang sukses, maka perlu menghindari tujuh hal sebagai berikut:
Ø Hindari berpikir tentang kerja sama tersebut sebagai “pelengkap” dan “add-on”, sebaliknya, pertimbangkan kerja sama tersebut sebagai sesuatu yang tidak mungkin tanpa dilakukan.
Ø Miliki perencana yang mencurahkan waktunya menyusun rincian operasional
Ø Sadari bahwa sistem tersebut seharusnya menyebabkan perubahan operasional yang utama di perpustakaan-perpustakaan anggota.
Ø Hindari berpikir tentang sistem tersebut sebagai sistem yang menyediakan perpustakaan dengan mendapatkan sesuatu yang cuma-cuma.
Ø Miliki dana kerja sama dan operasional yang ditangani oleh suatu lembaga independen.
Ø Sadari bahwa kerja sama tersebut butuh waktu, kehati-hatian, komunikasi yang sempurna, dan satu atau dua orang yang mengambil peran kepemimpinan dengan pemahaman yang sabar demi keberhasilan suatu proyek tersebut.
Ø Ingat bahwa, di atas segalanya, membentuk kerja sama adalah sebuah prosess politik.
Walaupun hal ini merupakan hal yang kompleks, namun poin-poin tersebut menjadi contoh alasan umum program berbagi sumber daya yang tidak mudah untuk dilaksanakan.
Beberapa model berbagi sumber daya telah bereksperimen selama bertahun-tahun, dengan berbagai macam tingkat keberhasilan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor yang disebutkan di atas. Pedoman ALA tersebut mengidentifikasi tujuh model untuk pengembangan koleksi bersama: the Farmington Plan, the National Program for Acquisitions and Cataloging (NPAC) system, the Library of Congress System, the Center for research Libraries model, the mosaic overlay of collection development policies, the status quo, dan the combined self interest models. Masing-masing memberikan pedoman yang berharga bagi perpustakaan yang mempertimbangkan suatu program berbagi sumber daya.
Farmington Plan, disebutkan sebelumnya, merupakan upaya berani, tapi tidak berhasil. Yaitu suatu upaya perpustakaan penelitian besar Amerika untuk memiliki satu salinan dari setiap pekerjaan penelitian yang baru diterbitkan tersedia beberapa tempat di Amerika Serikat. Setelah bertahun-tahun usaha tersebut dilakukan, kemudian usaha itu ditinggalkan pada 1970-an. Farmington Plan tersebut awalnya diserahi tanggung jawab pengadaan atas dasar kepentingan lembaga. Dalam dua puluh tahun, kepentingan-kepentingan tersebut berubah, tetapi tujuan tetap satu salinan. Masalah lain adalah bahwa beberapa bidang tertentu dari bahan pustaka tersebut tidak menjadi perhatian / minat utama bagi lembaga yang lain. Kepentingan nasional yang ada untuk menjamin cakupan, namun masalahnya adalah memutuskan lembaga yang mana yang harus memiliki tanggung jawab untuk membeli bahan penelitian tersebut. Sebuah penelitian mengenai mengapa Farmington Plan gagal memberikan data yang tak ternilai untuk usaha kerja sama masa depan. Dalam analisis akhir, kegagalannya sebagai akibat dari tidak menghindari perangkap yang dibahas sebelumnya.
Contoh di Eropa adalah Scandia Plan, diterapkan di negara-negara Skandinavia, yang mengalami masalah-masalah serupa. Rencana ini tidak pernah mencapai tingkat aktifitas yang sama seperti Farmington Plan, terutama karena masalah kebutuhan yang berubah dan penugasan tanggung jawab.
Sistem NPAC adalah upaya lain pada jumlah perolehan bahan penelitian dari luar Amerika Serikat dan memastikan bahwa katalog data akan tersedia untuk bahan penelitian tersebut. (Katalogisasi adalah salah satu hambatan bagi Farmington Plan). The Library of Congress (LC) adalah titik fokus di NPAC, tapi ada konsultasi dengan perpustakaan penelitian lain di Amerika Serikat tentang subyek-subyek apa yang akan dimasukkan ke dalam program tersebut. No. 480 Hukum Publik merupakan elemen dari program NPAC di mana LC "diberi wewenang oleh Kongres untuk memperoleh buku-buku luar negeri dengan menggunakan mata uang asing milik AS yang tidak dapat diuangkan menurut ketentuan Undang-Undang". Sekali lagi, LC bertanggung jawab untuk mengoperasikan program tersebut, termasuk mengkatalog dan mendistribusikan bahan pustaka tersebut ke perpustakaan akademik. No. 480 Hukum Publik adalah bukan berkenaan suatu proyek kerja sama pengembangan koleksi, tetapi adalah berkenaan suatu program pengadaan dan katalogisasi yang terpusat.
Suatu yang terkait dengan program kerjasama pengadaan yang juga gagal adalah the Latin American Cooperative Acquisition Plan (LACAP). LACAP adalah usaha komersial yang dirancang untuk berbagi biaya dan masalah pengadaan jumlah bahan penelitian, secara teratur, dari negara-negara Amerika Latin. Meskipun sebagian perpustakaan penelitian Amerika Serikat masih mengumpulkan secara besar-besaran dari Amerika Latin, mereka tidak bisa mempertahankan program tersebut. Tiga faktor memainkan peran penting dalam kematian LACAP. Pertama, sebagian besar dari apa yang diperoleh perpustakaan adalah bahan pustaka yang penggunaannya rendah. Pendanaan yang ketat menyebabkan pilihan sulit, dan bahan pustaka yang penggunaannya rendah selalu menjadi pilihan utama untuk pemotongan. Kedua, rencana pengadaan tersebut dimulai pada periode ketika banyak lembaga mengembangkan program wilayah studi, dan ada harapan bahwa hal ini akan menjadi bidang yang berkembang. Kondisi ekonomi berubah; lembaga menghentikan perencanaan untuk program-program baru dan sering memotong beberapa program yang terakhir ditetapkan. Akibatnya, sedikit lembaga yang tertarik untuk berpartisipasi dalam LACAP. Akhirnya, perdagangan buku di banyak negara Amerika Latin jatuh tempo, dan itu tidak lagi sulit untuk menemukan dealer lokal yang handal. Jika seseorang dapat membeli langsung dan handal dengan biaya lebih rendah, maka masuk akal untuk membeli bahan yang paling mungkin dengan dana yang tersedia.
Pedoman ALA menggambarkan sistem LC sebagai "variasi Farmington Plan". Secara umum, adalah sistem terpusat (dikoordinasikan) di mana perpustakaan nasional dan perpustakaan penelitian di suatu negara bekerja bersama untuk memastikan bahwa setidaknya satu salinan dari semua bahan penelitian yang relevan tersedia.
Dua dari program kerja sama yang paling berhasil adalah the Center for Research Libraries (CRL) di Amerika Serikat dan the British Library Document Supply Service (dahulu British National Lending Division atau BLD). Salah satu alasan bagi kesuksesan mereka adalah bahwa mereka beroperasi sebagai lembaga independen. Tujuan mereka adalah untuk melayani berbagai kelompok perpustakaan anggota; pada intinya, mereka tidak memiliki konstituen lokal untuk dilayani. Perbedaan utama lainnya untuk CRL adalah bahwa tidak ada usaha untuk mendapatkan bahan pustaka yang penggunaannya tinggi. Dengan tidak adanya populasi layanan lokal, sumber daya fiskal bisa digunakan untuk pengadaan bahan pustaka penelitian yang penggunaanya rendah untuk perpustakaan anggota.
CRL tidak berhadapan dengan sebagian keputusan penting terkait dengan kebijakan koleksi. Isu pertama adalah kebijakan seharusnya membangun koleksi selektif berbasis luas, dengan banyak subyek dan bidang, atau kebijakan itu seharusnya berusaha menjadi koleksi komprehensif di beberapa bidang. Isu kedua berhubungan dengan kebutuhan untuk sumber tunggal berkala yang penggunaannya rendah (konsep “National Periodicals Center") dan peran apa yang harus dimainkan CRL. Bagaimana dengan masa depan? Seseorang akan berharap bahwa pusat tersebut akan terus berkembang sebagai pemegang bahan pustaka yang unik. Dengan sistem pengiriman (delivery system) yang lebih baik, memungkinkan perpustakaan dapat memasok bahan pustaka yang penggunannya rendah cukup cepat dari CRL dan membolehkan pengunjung mengenal tentang sistem tersebut, yang akan memungkinkan mengurangi duplikasi bahan pustaka yang penggunaannya rendah.
Model "lapisan mosaik tentang kebijakan pengembangan koleksi" (Mosaic overlay of collection development policies”) adalah apa yang dilakukan oleh RLG conspectus dan ARL National Collection Inventory Project (NCIP). Tujuan mereka adalah untuk menjamin cakupan nasional; untuk mengidentifikasi kesenjangan koleksi secara nasional; untuk memberikan dasar bagi setiap perpustakaan yang bertanggungjawab terhadap pengumpulan (primary collecting responsibility, atau PCR), untuk membantu dalam mengarahkan sarjana kepada koleksi yang kuat, untuk membuat dasar secara konsisten bagi kebijakan pengembangan koleksi, untuk berfungsi sebagai perangkat komunikasi yang mengisyaratkan perubahan dalam kegiatan koleksi, untuk memberikan link antara kebijakan koleksi, pengolahan dan preservasi; untuk memberikan alat penggalangan dana, dan akhirnya, untuk merangsang minat, dan mendukung program kerja sama. Melalui upaya NCIP dan RLG yang akan menghasilkan sederet daftar tujuan jangka panjang, hanya waktu yang akan memberitahu, tetapi pada tahun 2004 tampaknya sangat tidak mungkin. Produk akhir akan menjadi penilaian kekuatan koleksi di hampir 7000 kategori subyek dengan perpustakaan yang berpartisipasi, memberikan setiap kategori subjek yang sesuai nilai dari 0 sampai 5. Ketika itu dilakukan, kita akan tahu mana perpustakaan yang berpikir bahwa mereka memiliki koleksi yang kuat atau lemah di masing-masing bidang, tetapi kami tidak akan tahu persis apa yang ada di masing-masing koleksi. Penilaian tersebut akan mengidentifikasi kesenjangan dan akan berguna untuk tujuan rujukan, dan mungkin untuk ILL jika perpustakaan tersebut online dan pencarian informasi dapat menggunakan database tersebut. Kemungkinan masing-masing dari 200 atau lebih perpustakaan penelitian (estimasi calon peserta) menerima bagiannya atas 5000 PCR potensial, sekitar 25 PCR masing-masing, adalah grand. Akankah itu terjadi? Ini akan menjadi indah jika hal itu dilakukan, namun, hal itu belum terjadi.
Pembelian Bersama (Shared Purchases)
Contoh pembagian sumber daya pada skala yang lebih terbatas adalah program akses dan koleksi bersama (Shared Collection and Access Program) sistem perpustakaan Universitas California Perpustakaan. Program ini memiliki sejarah pembelian bersama selama dua puluh tahun. Ketika diinisiasi sebagai " Program Pembelian Bersama ", tujuannya adalah:
Untuk mengadakan bahan pustaka, karena biaya tinggi (atau frekuensi penggunaannya diantisipasi), harus dibagi di antara kampus tanpa duplikasi yang tidak perlu. Program ini juga telah dilembagakan untuk mengurangi persaingan, dan untuk mempromosikan berbagi naskah dan koleksi area subyek di antara berbagai kampus dari Universitas California. Stanford University adalah anggota penuh dari program tersebut. Namun demikian, dana negara tidak akan digunakan untuk memperoleh bahan pustaka bertempat di Stanford (kecuali untuk indeks yang diperlukan). Bahan pustaka yang diperoleh dengan dana bersama harus dibagi di antara kampus baik seluruh negara bagian atau secara regional (Utara dan Selatan).
Setiap pengadaan bahan pustaka, perpustakaan kampus dapat merekomendasikan bahan pustaka kepada panitia / komite, dan keanggotaan komite selalu dirotasi sehingga setiap kampus memiliki perwakilan dari waktu ke waktu.
Menghimpun dana untuk pembelian kelompok biasanya merupakan masalah yang kompleks ketika melintasi garis yurisdiksi. Salah satu program yang paling sukses pembelian bersama adalah bahwa dari CLR. Perpustakaan membayar biaya keanggotaan untuk menjadi anggota CLR, dan sebagian biaya yang masuk ke dana untuk memperoleh bahan pustaka yang disimpan di fasilitas CLR. Hal ini untuk menghindari salah satu masalah dalam pembelian bersama—bahan pustaka apa yang mungkin akan sangat bermanfaat.
Untuk tingkat tertentu orang bisa mempertimbangkan berbagai proyek konsorsium untuk menyewa sumber daya elektronik sebagai bentuk pembelian bersama. Hal ini kurang valid ketika seseorang melihat pada database, tetapi sudah ada pembelian consortial buku elektronik (e-book) di perpustakaan anggota yang setuju untuk satu paket judul. Dalam satu kasus, Statewide California Electronic Library Consortium’s (SCELC) membeli buku elektronik berjalan dengan baik untuk paket awal, tetapi pada pembelian koleksi telah terbukti bermasalah seperti pembelian kerja sama buku cetak.
Proyek Lokal dan Internasional
Los Angeles memiliki sejumlah perpustakaan dengan koleksi teologi yang mendukung satu atau lebih program sarjana. Tak satu pun dari perpustakaan yang mampu secara finansial, dan anggaran pengadaan gabungan akan mampu memenuhi kebutuhan seluruh pengguna. Tentu saja, ada kepentingan dalam kegiatan kerja sama di tingkat direktur. Dengan demikian, ada cukup dukungan kelembagaan dan perpustakaan untuk paling tidak mengeksplorasi usaha kerja sama. Hal ini masih terlalu dini untuk mengetahui berapa banyak, jika ada, dari hambatan lembaga yang spesifik akan muncul.
Karena semua sekolah adalah lembaga swasta yang seharusnya tidak menemui hambatan hukum. Karena proyek masih dalam tahap what-if, adalah tidak diketahui hambatan administratif apa yang mungkin muncul. Namun, nampaknya hambatan administrasi bisa segera diselesaikan.
Pada tahun 1999, 23 perpustakaan teologi yang menggunakan EBSCO sebagai agen serial sepakat untuk memiliki perusahaan yang menghasilkan daftar induk langganan serial. Daftar ini bersifat komprehensif, bukan hanya judul teologi dan filsafat, sehingga memiliki pengetahuan yang cukup baik dari hasil kerja sama serial tersebut. Tentu, ada beberapa judul urutan langsung yang tidak muncul di daftar. Kita bisa menggunakan daftar ini sebagai titik awal untuk pengembangan koleksi serial bersama. Kita telah menyetujui meng-update daftar setiap tahunnya. Ini tidak bisa dilakukan lima belas tahun lalu tanpa pengeluaran uang dalam jumlah besar. Langkah berikutnya akan menyetujui bahwa setiap judul teologi atau filsafat yang diselenggarakan oleh hanya salah satu dari kami tidak akan dibatalkan tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan perpustakaan lain.
Sebagian besar dari kita memiliki mesin faks, dan bagi mereka yang tidak ada, investasi beberapa ratus dolar akan menyediakan jaringan faks perpustakaan bidang teologi Los Angeles. Dengan asumsi bahwa perpustakaan menyetujui untuk memberikan layanan faks prioritas anggota perpustakaan ILL untuk artikel teologi atau filsafat, mereka akan mencapai suatu jasa pengiriman dokumen (document delivery service) jurnal yang harus memenuhi sebagian besar konsumen.
Sebagian besar perpustakaan memiliki OPACs. Untuk biaya yang relatif sederhana, masing-masing bisa memberikan akses dial-in, setidaknya oleh staf perpustakaan anggota. Akses ini akan memungkinkan perpustakaan untuk berbagi informasi koleksi monograf yang dimiliki masing-masing perpustakaan. Tentu saja, itu akan ideal jika memiliki OPAC induk, namun tidak realistis untuk saat ini. Pastinya harus dial ke sepuluh atau lebih OPACs individu untuk menentukan apakah perpustakaan memiliki judul yang diinginkan yang akan memakan waktu lama. Namun demikian, akan terlihat bahwa pendekatan seperti itu akan memberikan pelayanan yang lebih baik daripada yang disediakan oleh perpustakaan sekarang. Bahkan tanpa masuk ke dalam perjanjian pembelian subjek formal, pendekatan ini akan memungkinkan perpustakaan untuk membuat beberapa keputusan seleksi atas dasar pengetahuan orang yand ada di daerah setempat. Beberapa perpustakaan memiliki sistem otomatisasi yang mencerminkan informasi tentang bahan pustaka pada urutan OPAC tersebut. Hal ini akan memberikan data tambahan untuk selektor, jika semua perpustakaan bisa setuju untuk mengaktifkan seperti kemampuan dalam sistem mereka.
Kurangnya katalog induk akan membuat lebih sulit bagi perpustakaan bidang teologi Los Angeles untuk menentukan kekuatan, kelemahan, dan yang sangat penting tentang adanya tumpang tindih. Salah satu pilihan yang ada untuk memecahkan masalah ini, untuk perpustakaan yang menggunakan OCLC, adalah dengan menggunakan layanan analisis koleksi (Collection Analysis service) yang kita bahas dalam bab terakhir. Kekurangan utama dalam peer group yang memiliki judul. Namun demikian, bisa menjadi alat yang berguna jika proyek tersebut terus berjalan. (Ini merupakan proyek yang masih didiskusikan sebagaimana saat buku ini ditulis. Jangka waktu yang panjang untuk mempertimbangkan proyek tersebut maka tidak masuk akal proyek tersebut akan sukses).
Dengan demikian, kita memiliki banyak unsur yang dibutuhkan untuk membuat program pengembangan koleksi bersama (cooperative collection-building program):
Ø Kepentingan manajerial;
Ø Kepentingan kelembagaan (tidak diketahuinya tentang kekuatan);
Ø Daftar induk serial;
Ø OPACs;
Ø Alat pengukuran (assessment) koleksi;
Ø Kemampuan pengiriman dokumen;
Ø Kemampuan faks;
Ø Layanan kurir dan
Ø Terbatasnya wilayah layanan geografis
Mengapa begitu lama, jika semua ini positif ada? Kurangnya pengetahuan dan orang yang harus disalahkan. Kami belum berkembang cukup jauh dalam pemikiran kita untuk tahu persis apa yang kita lakukan dan tidak tahu apa yang perlu dilakukan. Hal ini diragukan bahwa banyak diantara kita memiliki data banyak tentang pola penggunaan koleksi kami. Kita mungkin akan sangat ditekan untuk menghasilkan data yang banyak tentang koleksi inti kami, jauh lebih sedikit bahan pustaka penelitian kami yang penggunaannya rendah dan tinggi. Tidak adanya biaya yang dianggarkan. Dengan demikian, kurangnya pengetahuan, waktu dan anggaran untuk mengumpulkan informasi adalah hambatan serius.
Namun demikian, kekhawatiran orang akan menimbulkan masalah utama. Resistensi pelanggan akan sangat sulit untuk diatasi. Beberapa tahun yang lalu, penulis senior mendekati seorang anggota komite perpustakaan fakultas LMU yang berada di departemen teologi tentang proyek ini. Ia diberi keterangan singkat tentang poin-poin penting yang disajikan kepada rekan-rekan departemen pada pertemuan akhir tahun akademik. Laporannya pada hasil diskusi itu menyedihkan. fakultas mengatakan bahwa mereka akan lebih memilih koleksi biasa-biasa saja di semua bidang di LMU, koleksi non kurikulum atau mata pelajaran dari pada memiliki kekuatan besar di bidang-bidang tertentu sementara untuk kedalaman koleksi tergantung pada perpustakaan lain. Jika fakultas lain menanggapi dengan cara yang sama, apalagi jika didukung penuh staf perpustakaan, maka akan sulit untuk mendapatkan proyek tersebut. Apakah ini akan berhasil? Ini akan bergantung pada seberapa banyak kita ingin bekerja dan seberapa baik kita memasarkan ide untuk pelanggan dan otoritas pendanaan kita.
Setiap profesional informasi mengetahui ada jalan panjang dalam mencapai tujuan tersebut walaupun di negara-negara dengan sistem perpustakaan dan ekonomi yang kuat, apalagi di negara-negara berkembang. Maka perlu melihat ke arah satu usaha sangat kompleks untuk melaksanakan proyek tersebut—the UNESCO Universal Availability of Publications (UAP) program. Sebagaimana yang dikatakan oleh Maurice Line,
"Salah satu alasan utama mengapa situasi berkaitan dengan UAP begitu memuaskan adalah ketersediaan dengan pendekatan secara berangsur-angsur; aspek-aspek tertentu seperti pengadaan dan pinjam antar perpustakaan (interlending) telah ditangani oleh perpustakaan individu atau kelompok perpustakaan, tapi pendekatan secara berangsur-angsur ini tidak terkoordinasi yang dapat benar-benar membuat hal-hal buruk ...... UAP akhirnya harus bergantung pada kegiatan masing-masing negara. "
UAP adalah program yang sangat ambisius yang dirancang untuk membuat pengetahuan terpublikasikan, apapun bentuknya yang diproduksi, tersedia untuk setiap orang setiap kali ia menginginkannya. Sejak perumusannya, UAP telah mengalami beberapa perubahan signifikan, terutama dalam hal sumber daya elektronik. Pada awal 1980-an, beberapa orang memiliki suatu ide bagus tentang isi informasi yang akan berada di dunia digital. Web tidak ada, komputer rumah masih jarang, dan sebagian kecil sekolah-sekolah perpustakaan memiliki terminal yang dihubungkan dengan komputer mainframe. perpustakaan nasional di seluruh dunia telah menyatakan dengan jelas mereka tidak dapat memperoleh dan memelihara semua sumber daya informasi yang dihasilkan di negara mereka, apalagi bahan pustaka dari negara lain. Kami mengeksplorasi isu mempertahankan warisan budaya dalam bab berikutnya.
Ringkasan
Ada empat poin utama yang perlu diingat pada pembahasan bab ini. Pertama, konsep kerjasama adalah cenderung pada banyaknya penafsiran yang beragam, bahkan di antara staf -- staf layanan perpustakaan publik melihatnya sebagai akses saja, petugas pemilihan memiliki pandangan positif dan negatif dan seringkali pucuk pimpinan (top administrator) melihatnya sebagai cara untuk menyimpan uang. Kedua, status dan anggaran masih menjadi persoalan utama, jika ada kesempatan yang bekerja sama mungkin memiliki dampak negatif pada ukuran besarnya perpustakaan. Ketiga, upaya perpustakaan yang jenisnya beragam (multitype) atau ukurannya beragam (multisize) tidak mungkin berhasil karena tujuan perpustakaan yang berbeda dan apakah masing-masing perpustakaan dapat berkontribusi untuk usaha kerja sama yang baik. Akhirnya, teknologi adalah menciptakan kemudahan untuk berbagi koleksi, meskipun dengan konsorsium jenis perpustakaan yang beragam.
Pengembangan koleksi bersama bukan tugas mudah. Kebutuhan lokal sering tampaknya bertentangan dengan kebutuhan wilayah atau negara yang lebih luas. Namun, masalah pendanaan dan praktik lokal dapat diatasi. Sebagai sistem pengiriman (delivery system) baru, kita mungkin dapat menguraikan kebutuhan bagi swasembada lokal dan memperluas program berbagi sumber daya melebihi yang terlihat saat ini. Ini akan menjadi proses yang panjang dan lambat, namun perlu untuk terus berjuang untuk mencapai tujuan ini.
Ross Atkinson menyimpulkan pembahasan ini, meskipun ia tidak tahu, ketika ia menulis:
"banyak petugas pengembangan koleksi dari suatu era tertentu tidak diragukan lagi, seperti yang saya lakukan, bahwa mereka telah membaca tentang kerja sama untuk sebagian besar kehidupan dewasa mereka. Samudera tinta telah tumpah di dalam argumen atas pemikiran dan kepraktisan kerja sama--bagaimana masa depan perjanjian kerja sama yang mungkin dikerjakan, dan mengapa yang lalu tidak bisa dikerjakan. Apa yang sebenarnya sangat menarik tentang pengembangan koleksi bersama adalah mengapa hal ini sangat masuk akal dalam teori -- dan namun begitu bermasalah untuk melaksanakan dalam praktek


[1] Evan, G. Edward., Margaret Zarnosky Saponaro. (2005). Developing library and information center collections. London : Libraries Unlimited. Hal. 340.
[2] http://lu.com/odlis/odlis_r.cfm#resourcesharing. Diakses tanggal 8 November 2010.

Other Electronic materials

Ringkasan Bab 7 : Other Electronic materials

Developing library and information center collections
Evans, G. Edward; Saponaro, Margaret Zarnosky
Connecticut : Libraries Unlimited, 2005


Oleh:

Rivalna Rivai

Muntashir




Sumber Daya Berbahan Elektronik

Pada era perkembangan teknologi khusunya komunikasi dan informasi telah membawa perubahan yang besar terhadap bagaimana orang bekerja dan berprilaku, tidak terkecuali masalah kebutuhan akan informasi. Kondisi ini membuat perpustakaan sebagai lembaga pengelola informasi harus mampu mengikuti kebutuhan dan prilaku informasi yang ada di lingkungan mereka. Kemajuan teknologi membuat informasi menjadi format yang berbeda dan penggunaan yang berbeda juga, Salah satunya adalah adanya internet. Kehadiran internet membawa perubahan yang sangat berpengaruh secara signifikan terhadap prilaku pencari informasi, yang memiliki kelebihan aksesibilitas yang lebih baik di bandingkan berbahan cetak. Perubahan ini tentu berdampak pada pengelolaan perpustakaan terutama dalam pengembangan koleksi untuk di layankan kepada pengguna.
Pada bab 7 dari buku ini penulis mencoba untuk membahas tentang bahan elektronik atau sumber daya elektronik yang mungkin dapat di koleksi oleh perpustakaan antara lain adalah Full-text, Database Numerik, Musik, referensi elektronik, Perangkat lunak, Simpanan kelembagaan (institutional repository). Selain itu juga mendiskusikan beberapa isu umum tentang pengembangan koleksi tersebut dari permasalahan teknis, hukum dan termasuk pendanaan dalam pengembangan koleksi berbasis web sampai dengan dengan kriteria seleksi koleksi berbahan elektronik tersebut.

A. Analisis Kebutuhan dan Pertimbangan

Sebelum memilih bahan yang akan dikoleksi apakah akan memilih bahan elektronik, perlu di dahulukan dengan adanya kajian terhadap kebutuhan informasi oleh perpustakaan kepada para penggunanya, bagaimana kebutuhan yang mereka inginkan, bagaimana dan dimana mereka mengunakan informasi, apa saja media teknologi yang telah mereka miliki. Sedangkan untuk perpustakaan ada beberapa hal yang harus di pertimbangkan ketika mereka memilih bahan elektronik sebagai bagian dari koleksinya, yaitu; ketersediaan infrastruktur teknologi informasi yang dimiliki terutama jaringan dan telekomunikasi yang ada, dan yang tidak kalah pentingnya adalah ketersediaan dana yang berkelanjutan serta sarana pendukung kainnya.
Kebutuhan informasi terhadap bahan tercetak dan elektronik oleh pengguna pada saat ini masih merupakan sumber yang saling melengkapi dan bersaing. Koleksi bahan tercetak masih banyak di gandrungi dan dimanfaatkan oleh beberapa orang dan komunitas tertentu. Sebagai contoh untuk pengguna yang memiliki minat sejarah tentu akan membutuhkan koleksi yang informasinya dari tahun terbitan lama, tentu saja ini merupakan koleksi yang lahir dari awal adalah sebagai bahan tercetak. Namun bagi beberapa vendor ada yang juga berfokus menyediakan akses ke dokumen lama. Untuk itu Perpustakaan harus mampu untuk memilih vendor yang menyediakan informasi sesuai dengan kebutuhan penggunannya. Sumber berbahan elektronik juga memberikan keuntungan bagi perpustakaan untuk meminimalkan pemakaian ruangan bagi perpustakaan yang memiliki ruang buku yang terbatas. Selain itu ada isu lain yang perlu di pertimbangkan adalah budaya pengguna dari perpustakaan. Apakah telah sesusai dengan kebiasaan cara mereka memnafaatkan informasi?.
Bagi perpustakaan, mengkoleksi bahan elektronik akan meningkatkat kualitas serta efektifitas terhadap layanan pinjam antar perpustakaan serta pengiriman dokumen kepada para penggunannya. Tentu hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi perpustakaan yang memiliki karakter pengguna yang membutuhkan informasi dimana saja dan kapan saja. Namun di sisi lain layanan berbahan elektronik berdampak pada pelayanan menjadi sifatnya berbayar terutama ketika pengguna ingin mencetak dokumen elektronik tersebut. Keuntungan lain dari pengembangan koleksi elektronik di bandingkan dengan koleksi tercetak adalah koleksi elektronik dapat di disain sebagai perangkat lunak yang memungkinkan untuk memberikan laporan kepada perpustakaan tentang statistik pemanfaatan koleksi, hal ini tentu menjadi dukungan sangat baik untuk pengembangan koleksi pada masa yang akan datang. Sebagaian vendor penyedia informasi kadang mengintegrasikan kemampuan tersebut terhadap database mereka, sehingga memiliki laporan. Intinya bahan elektronik memungkinkan penyajian data yang lebih cepat di bandingkan bahan tercetak untuk kepentingan manajemen.


B. Permasalahan Dalam Pengembangan Koleksi Elektronik

Dibawah ini beberapa permasalahan dalam pengembangan koleksi elektronik :
1. Masalah teknis yang berkaitan dengan kecepatan dan stabilitas yang merupakan aspek penting dalam transfer elektronik. Kadang hal ini menjadi masalah ketika penyebaran informasi terganggu sesuai dengan kelemahan dari teknologi tersebut.
2. Perkembangan jumlah informasi secara kuantitas menjadi signifikan dan ini akan merumitkan perpustakaan dalam mengidentifikasi informasi yang sesuai termasuk berkembangnya jenis format elektronik yang ada.
3. Khusus untuk bahan elektronik berbasis web, sering terjadi perubahan terhadap URL (Uniform Resource Locator) sehingga halaman sering tidak dapat diakses.
4. Masalah copyright terhadap karya intelektual. Ketersediaan bahan elektronik yang mudah untuk dilakukan manipulasi sehingga mendorong untuk pelanggaran hak cipta.

C. Jenis Bahan Elektronik

1. Full Text
Istilah ini dapat di terjemahkan sebagai “teks sepenuhnya” mengarah pada koleksi yang mengandung seluruh teks. Sayangnya sampai saat ini belum ada kesepakatan makna dari full text ini dari para vendor sehingga tidak semua yang menyediakan full text dalam artian sepenuhnya pada sebuah jurnal, mulai dari sampul hingga informasi-informasi lainnya seperti catatan legalitas, gambar, tulisan pendek dan bahkan gambar. Dan juga termasuk informasi tentang lowongan kerja, kegiatan seminar dan lainnya yang sebenarnya merupakan bagian dari peran jurnal dalam komunikasi ilmiah. Tentu ini akan mengurangi nilai kualitas dari penyedia atau vendor yang menyediakan bahan full text.. Hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi perpustakaan ketika ingin berlangganan. Dan salah satu yang harus dipertimbangkan adalah kemampuan format full text yang dimaksud memiliki kemampuan dalam system temu kembali yang mengijinkan sebagian atau seluruh teks menjadi titik akses ketika melakukan penelusuran. Selain itu full text yang lengkap tentunya akan membutuhkan koneksi yang lebih cepat untuk melakukan pengunduhan, ini semua harus menjadi pertimbangan bagi perpustakaan ketika memilih layanan full text yang di sediakan oleh para vendor.
Sedangkan untuk pengembangan koleksi lokal atau muatan lokal terutama dalam melakukan proses digitalisasi dokumen full text sebagai salah satu pengembangan koleksi, yaitu format dokumen, ada berbagai macam format digital untu text mulai dari ASCII, PDF, HTML, XML, dan SGML. Pada saat ini standar format yang berlaku secara internasional, sehingga mudah nantinya di lakukan perubahan system yaitu SGML.

2. Musik

Sumber daya informasi berbahan elektronik disini merupakan musik dalam bentuk terekam, yang tersedia di internet ada yang berbayar dan ada juga yang gratis. Walaupun pada saat sekarang telah banyak website yang menyediakan secara gratis tapi illegal. Namun ada beberapa website yang legal dalam memberikan layanan koleksi musik terekam ini. Jenis bahan elektronik dapat di jadikan koleksi terutama pada perpustakaan akademik atau perpustakaan khusus.

3. Database Numerik

Pada umumnya database numerik menyediakan data berupa angka-angka seperti statistik, data keuangan, informasi sensus, indikator ekonomi dan sebagainya. Koleksi seperti ini dapat dijadikan salah satu pengembangan koleksi oleh perpustakaan, tentunya harus sesuai dengan kebutuhan informasi penggunannya. Pada perpustakaan akademik, data data numerik dari penelitian dapat dijadikan sumber daya koleksi yang bermanfaat untuk pengguna maupun organisasi. Ada beberapa hal yang harus di pertimbangkan ketika ingin membangun pangkalan numerik perpustakaan adalah tersedinya infrasturktur penyimpanan yang memadai dan yang besar karena cendrung filenya berkapasitas besar terutama jika layanan ini berbasis online jika tidak media penyimpan seperti cd-rom menjadi alternative.

4. Koleksi Referensi Berbasis Elektronik

Koleksi referensi secara tradisional yang berupa ; bibliografi, indeks, abstrak, dan daftar isi yang terekam ke dalam media elektronik. Para penerbit biasanya menyediakan dalam format online / web dan ada juga dalam bentuk CD-rom. Walaupun secara kualitas koleksi referensi elektronik lebih baik di bandingkan tercetak namun paling tidak bagi pengguna kemampuan penelusuran lebih baik dan cepat.

5. Software

Perpustakaan dapat mengembangkan koleksi perangkat lunak, terutama pada perpustakaan sekolah yang berkaitan dengan perangkat lunak pendidikan , atau kadang kala software yang terdapat pada suplemen tambahan dari judul koleksi yang di beli.

6. Simpanan Kelembagaan (institutional repository)

Simpanan kelembagaan merupakan suatu kegiatan menghimpun dan melestarikan koleksi digital yang merupakan hasil karya intelektual dari sebuah komunitas tertentu. Ada dua penekanan yang terdapat pada simpanan kelembagaan yaitu ; pertama adalah koleksi digital yang memiliki keterkaitan erat dengan lembaga penciptanya, dan penekanan pada preservasi digital terhadap proses kegiatan ini. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika membangun sebuah simpanan kelembagaan :
a. Ketersediaan sumberdaya teknis seperti server, dan jet scanner.
b. Ketersediaan sdm untuk mengelola simpanan kelembagaan baik untuk seleksi yang akan di masukan serta untuk teknisi perangkat keras hingga perangkat lunak.
c. Permasalahan hukum, yakni menyangkut hak cipta.

D. Evaluasi Bahan Elektronik

1. Isi (content)

Masalah isi merupakan faktor yang harus menjadi perhatian dalam melakukan seleksi bahan elektronik, ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab ketika seleksi terkait isi, yaitu:
a) Seberapa seringkah produk melakukan update
b) Apakah produk menyediakan akses backfile (akses ke dokumen volume tahun lama) , dan berapa tahun terbit yang lama masih dimiliki. Dan apakah ada tambahan bayaran untuk itu?
c) Sejauh mana cakupan subjek koleksi yang disediakan vendor, dan membandingkannya dengan vendor lainnya?

2. Akses

a) Mode akses yang digunakan apakah akses single user atau mult user, jika multi berapa daya yang dapat di tampung, dan disesuaikan dengan kebutuhan juga dana.
b) Bagaimanakan Kompatibilitas produk dengan sistem jaringan yang dimiliki perpustakaan dan system temu kembali.
c) Apakah Interface produk yang user friendly dan mudah untuk digunakan.
d) Bagaimana Kemampuan sitem temu kembali dari produk
e) Bagaimanakah proses otentifikasi pada pengguna yang sah?

3. Dukungan

a) Apakah produk memberikan dukungan pelatihan kepada para staff perpustakaan?
b) Bagaimana kualitas dokumentasi untuk pedoman penggunaan baik untuk pengguna awam maupun profesional?
c) Bagaimanakah layanan untuk klaim serta pertanyaan permasalahan kepada vendor tersedia ?
d) Bagaimanakah informasi mengenai review dari produk , apakah mencakup seluruh layanan yang disediakan, hal ini penting untuk memberi masukan awal untuk seleksi.

4. Biaya

a) Apakah produk meyediakan akses terbatas beberapa dokumen apakah hanya bisa di cetak saja atau bisa di download, hal ini akan menambah biaya.
b) Perkirakan pembiayaan lebih lanjut dari penggunaan produk, seperti masalah teknis seperti ketersediaan perangkat lunak security atau anti virus.

E. Evaluasi Web Dalam Pengembangan Koleksi

Web merupakan bahan elektronik yang sifatnya lebih dinamis dibandingkan bahan lainnya, hal ini di karenakan kemudahan untuk melakukan perubahan informasi di internet itu sendiri. Oleh karena perubahan yang cepat itu serta setiap orang bisa membangun sebuah website dengan berbagai informasi yang disediakan,, maka hal ini akan menjadi tantangan bagi pustakawan serta pekerja informasi lainnya dalam melakukan seleksi terhadap bahan tersebut. Hal ini perlu dicermati untuk memahami bagaimana melakukan evaluasi yang baik terhadap informasi tersebut.
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan kriteria dalam melakukan evaluasi pada informasi di website antara lain adalah :
a) Relevansi
Topik koleksi harus sesuai dengan kebutuhan sivitas akademika baik untuk pengajaran, penelitian dan pengabdian.
b) Kualitas
Koleksi yang di karang oleh pengarang ternama dan atau diterbitkan oleh penerbit terkenal.
c) Komprehensif
Koleksi dengan topik yang lebih luas dan mendalam
d) Harga
Disesuaikan dengan prioritas koleksi yang dibutuhkan
e) Kemutakhiran
Kemutakhiran koleksi di perhatikan terutama pada kajian atau disiplin ilmu yang memiliki perkembangan yang cepat seperti teknologi dan ilmu sosial
f) Kemudahan penggunaan
Koleksi yang mudah digunakan baik sistematika maupun bahasa.
g) Akreditasi
Di utamakan koleksi yang sudah memiliki akreditasi terutama pada journal atau majalah
h) Keunikan

Keunikan koleksi menjadi pertimbangan untuk di adakan, sebagai perluasan topik.
Dari seluruh uraian diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa dalam melakukan pengembangan koleksi khususnya koleksi berbahan elektronik, perlu mendapat perhatian yang serius bagi perpustakaan dalam melakukan kegiatan pengembangan koleksi, perlunya untuk memahami karakteristik dari bahan tersebut, kelemahan dan kelebihan dan juga harus memperhatikan akan kebutuhan dan latar belakang dari pengguna potensial, sehingga dengan begitu perpustakaan dapat membangun kebijakan dengan pertimbangan yang matang dengan harapan tujuan dapat tercapai dengan tepat, efektif dan efesien

Kamis, 29 September 2011

AGAR TIDAK SEPERTI AYAM YANG MATI DI LUMBUNG PADI: BAGAIMANA MENJADI PUSTAWAKAN KREATIF, INOVATIF, DAN PRODUKTIF



Oleh Hernowo
"Hanya kemauan yang menjadikan manusia itu kecil atau besar."
HEINRICH HEINE
Suatu ketika Penerbit Mizan, dalam sebuah acaranya, mengundang Kang Ibing sebagai salah satu pembicara. Kang Ibing, sebagaimana kita tahu, adalah komedian yang kental dengan balutan budaya Sunda. Kang Ibing juga sosok yang sering memerankan si Kabayantokoh fiktif dari tanah Sunda yang digambarkan lucu (suka ngebodor) dan pintar tetapi sekaligus bodoh. Apa yang dibicarakan oleh Kang Ibing ketika diminta mengisi sebuah acara yang diadakan oleh Penerbit Mizansebuah penerbit yang memiliki akar di Bandung dan kini, selama 25 tahun lebih, telah memproduksi banyak buku yang menjadi bacaan masyarakat luas di Indonesia?
"Waha'i rekan-rekan yang bekerja di Penerbit Mizan," demikian Kang Ibing menujukan materi pidatonya kepada kami, para pekerja yang bekerja di Penerbit Mizan, yang memang mengisi hampir separuh lebih dari tamu undangan, "janganlah Anda sekalian seperti ayam yang mati di lumbung padi." Memang, Kang Ibing tidak menjelaskan lebih jauh tentang apa yang dikatakannya itu. Namun, sayayang termasuk salah satu pendengar pidato Kang Ibing yang juga menjadi pekerja di Penerbit Mizantentu menyadari sekali akan hal itu.
Setiap bulan Penerbit Mizan, penerbit buku tempat saya bekerja, menerbitkan puluhan buku baru. Apakah buku-buku baru yang diterbitkan oleh penerbit saya sempat saya baca semua? Atau, kalau tidak semua, apakah saya benar-benar menyempatkan diri untuk memerhatikan apa saja buku-buku baru yang bermanfaat bagi diri saya? Bagaimana pula dengan buku-buku baru yang diterbitkan oleh penerbit selain Penerbit Mizan? Dalam Kelompok Mizan saja, kini ada banyak penerbit dengan corak buku terbitannya yang sangat beragam. Ada Qanita, Kaifa, Mizania, Hikmah, Bentang, dan masih banyak lagi. Belum penerbit di luar Kelompok Mizan.
1


Lantas, yang layak untuk saya perhatikan lagi, penerbit tempat saya bekerja juga melanggan sebuah majalah perbukuan dari Amerika Serikat. Majalah perbukuan itu bernama Publishers Weekly dan terbit setiap minggu. Lewat majalah tersebut saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa di negeri adidaya itu setiap minggu diterbitkan buku baru yang jumlahnya mungkin ratusan. Dan kini, di zaman kita saat ini, informasi tidak hanya disebar lewat medium kertas tetapi juga medium lain. Internet adalah salah satu contoh medium baru penyebar informasi yang memiliki kecepatan dan kuantitas yang luar biasa.
Hidup memang tidak harus diisi dengan membaca. Namun, apakah hidup dapat mencapai tingkat yang sedemikian berkualitas jika dijalani tanpa membaca? Saya tiba-tiba teringat kata-kata indah dan demikian "powerful" yang dilontarkan oleh Jostein Gaarder dan Klaus Hagerup dalam karya mereka, Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken, begitu mendengar apa yang disampaikan oleh Kang Ibing. Gaarder dan Hagrup mengatakan, "Setiap kali aku membuka sebuah buku, aku menguak sepetak langit. Dan jika aku membaca sederetan kalimat baru, aku lebih banyak tahu dibandingkan sebelumnya. Dan segala yang kubaca membuat dunia dan diriku sendiri menjadi lebih besar dan luas."
Bagaimana agar diri saya dapat menjalankan kegiatan membaca secara kontinu dan konsisten? Bagaimana agar kegiatan membaca dapat menjadikan diri saya ini produktif sekaligus -kreatif? Apakah ada cara-cara baru yang dapat saya temukan dan jalankan sehingga kegiatan membaca dan menulis tidak mudah jatuh pada kegiatan yang sangat melelahkan, membebani, dan membosankan? Apakah membaca dan menulis dapat menyulap diri saya ini menjadi diri yang penuh dengan ide-ide yang brilian dan inovatif?
Menemukan dan Menjalankan Konsep "Mengikat Makna"
Tidak ada yang baru terkait dengan membaca. Dari dahulu hingga sekarangdi zaman yang sangat canggih terutama jika kita merujuk ke perkembangan teknologi informasi dan komunikasimembaca tidaklah berubah. Mata kita menatap teks, kemudian pikiran bekerja untuk memahami apa yang disajikan oleh teks. Kadang-kadang, untuk memahami deretan teks yang disusun oleh seorang penulis, pikiran kita perlu mengunyah dalam waktu tertentu dan kemudian mencemanya. Ada deretan teks yang mudah dikunyah dan dicerna, ada juga deretan teks yang sangat sulit dikunyahapalagi dicerna.
2


Begitulah membaca. Pada suatu ketika, saya terusik untuk bertanya, "Setelah saya memahami sederetan teks dari hasil kegiatan membaca, ke mana hasil pemahaman itu saya simpan?" Saya bertanya seperti ini karena jika saya membaca sebuah buku, saya mungkin mendapatkan sekian kali pemahaman begitu saya membaca halaman-halaman buku tersebut. Ada buku yang memiliki halaman dalam jumlah sedikit, misalnya tidak sampai seratus halaman, ada pula buku yang memiliki ketebalan halaman di atas tigaratus halaman. Sekali lagi, saya simpan di mana jika saya mendapatkan sekian ratus pemahaman?
Ada kemungkinan saya sudah membaca ratusan atau bahkan ribuan buku. Di manakah hasil kegiatan membaca saya yang sangat banyak dan tidak ringan itu? Apakah saya benar-benar mendapatkan sesuatu yang bermanfaatmisalnya ilmuketika saya menjalankan kegiatan membaca? Apabila ya, apa buktinya? Bukankah banyak sekali buku yang telah saya baca dan pada saat buku itu saya baca, saya pun mendapatkan sesuatu yang sangat bermanfaat, namun begitu waktu berlalu, saya pun melupakan hampir semuanya? Kadang saya pun dihinggapi rasa sebal dan kesal karena saya lupa apa yang telah saya baca?
Bahkan kejadian yang lebih parah pun kerap melanda diri saya. Dikarenakan saya sering mengalami rasa sebal dan kesal ketika menjalankan kegiatan membacakarena yang saya baca kemudian terlupa begitu sajasaya pun menghentikan kegiatan membaca yang seharusnya memberikan manfaat kepada saya. Penghentian kegiatan membaca itu kadang-kadang tanpa sadar. Tiba-tiba saja saya berhenti membaca. Ada semacam rasa malas yang menjalar di dalam diri saya untuk membaca. Bahkan, saya rasakan sekali begitu saya menghentikan kegiatan membaca dalam jangka waktu yang lama, untuk memulai membaca kembali ada semacam beban yang tidak tertanggungkan.
Saya yakin bahwa rentetan penghentian kegiatan membaca hingga munculnya rasa malas membaca itu tentu ada sebabnya. Saya pun menduga itu dikarenakan oleh apa yang saya pahami dari membaca kemudian saya lupakan. Atau, dalam bahasa lain, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya ketika saya membaca, dan begitu selesai membaca, saya tidak mendapatkan apa-apa. Benar bahwa selama membaca saya seperti mendapatkan pengetahuan akan apa yang saya baca. Namun, begitu saya menutup buku y&ng saya baca, apa yang saya dapat dari membaca itu hilang bersama ditutupnya lembaran-lembaran buku tersebut. Mungkin ada yang tersisa sedikit di benak saya tentang hal-hal yang mengesankan, namun begitu waktu berlalu, yang tersisa itu pun musnah tidak berbekas.
3


Saya pun berjanji untuk menemukan cara membaca yang benar-benar menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Apabila saya membaca dan saya mendapatkan secara konkret sesuatu yang bermanfaat dari membaca, tentulah saya akan terus membaca. Entah dari mana mulainya, saya kemudian terinspirasi oleh kata-kata yang diringkas dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. Kata-kata itu berbunyi demikian, "Ikatlah ilmu dengan menuliskannya." Akhirnya, saya pun menemukan konsep bernama "mengikat makna". Saya harus menuliskan hasil-hasil kegiatan membaca saya begitu saya selesai membaca.
Melahap Buku dengan Metode "Ngemil"?
Konsep "mengikat makna" menjadikan diri saya kreatif dalam menjalankan kegiatan membaca dan menulis. Saya setuju dengan riset ahli linguistik Dr. Stephen D. Krashen dalam karyanya, The Power of Reading, bahwa terbentuknya kemampuan menulis berasal dari kegiatan membaca. Saya menjadi penulis yang produktif sekaligus kreatif pada usia 44 tahun gara-gara "kerakusan" saya dalam melahap buku. Di banyak buku yang saya ciptakan, saya senantiasa mengatakan kepada para pembaca buku saya bahwa saya dapat menulis dan mencipta banyak buku karena membaca.
Setelah saya renungkan pernyataan saya itu dan saya amati beberapa penulis produktif seperti Ustad Quraish (Muhammad Quraish Shihab) dan Kang Jalal (Jalaluddin Rakhmat), saya berkesimpulan bahwa menulis atau membuat buku itu hanyalah menuangkan hasil kegiatan membaca. Tentu, saya tidak ingin memudahkan persoalan. Namun, saya meyakini bahwa membaca adalah kegiatan paling utama yang harus dilakukan seseorang agar dia menjadi penulis yang baik. Menulis tanpa membaca tentu saja bisa.. Namun, apabila seseorang mau membaca terlebih dahulu sebelum menjalankan kegiatan menulis, tentulah dia akan lebih lancar dan lebih mudah dalam menulis. Dan bukan hanya itu yang diperoleh. Para penulis yang rajin membaca adalah mereka yang bersandar pada sandaran yang sangat kuat.
Saya menganggap membaca adalah memasukkkan kata-kata ke dalam diri. Semakin banyak dan semakin berkualitas bahan bacaan yang^dibaca oleh seseorang, itu berarti semakin banyak dan semakin berkualitas pula kata-kata yang dimasukkan olehnya ke dalam diri. Sementara itu, saya menganggap bahwa menulis adalah mengeluarkan apa saja yang ada di dalam diriapakah itu dalam bentuk pengalaman, pengetahuan, pemahanam, gagasan, dsb.dengan bantuan kata-kata yang sudah tersedia di dalam diri. Apabila diri itu miskin kata-kata alias tidak suka membaca, tentulah
4


diri itu akan kesulitan dalam menulis atau mengeluarkan apa yang ingin dikeluarkan secara tertulis.
Akhirnya, saya pun bertekad untuk menata kegiatan membaca saya. Betapa pentingnya membaca yang benar, tertata, dan teratur agar kegiatan menulis menjadi lebih lancar dan tidak banyak hambatan. Salah satu metode membaca yang saya temukan adalah metode "ngemil". Metode "ngemil" ini, selain sangat mendukung konsep "mengikat makna", juga saya temukan ketika saya menganggap buku sebagai makanan"makanan ruhani". Metode "ngemil" ini saya jelaskan secara panjang lebar ketika saya menulis buku yang sangat saya sukai, Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza. "Ngemil" pelbagai camilan atau makanan ringan tentulah sudah biasa; namun, apakah "ngemil" dalam konteks membaca buku merupakan hal yang biasa?
Untuk dapat menjalankan metode "ngemil" dalam membaca, pertama-tama Anda harus bersedia untuk memilih dan benar-benar menyiapkan sebuah buku yang memang menurut Anda penting untuk dibaca secara mencicil. Buku itu pun harus Anda bawa ke mana-mana. Selanjutnya, metode "ngemil" berhak Anda jalankan ketika Anda menganggur atau memiliki waktu luang. Anda tentu tidak dapat membaca jika Anda sibuk bukan? Nah, ketika Anda menganggursedang menunggu sesuatu, sedang dalam perjalanan, sedang tidak sibuksaatnyalah Anda membaca buku yang telah Anda siapkan dan bawa ke mana-mana itu. Janganlah Anda berpikir bahwa Anda nanti dapat mencari bahan bacaan untuk dibaca ketika Anda menganggur. Kenapa? Karena ada kemungkinan Anda tidak mendapatkan bahan bacaan yang sesuai dengan selera Anda. Apabila bahan bacaan itu tidak sesuai dengan harapan Anda, Anda pasti malas untuk membacameskipun Anda punya waktu untuk membaca.
Terakhir, metode "ngemil" ini mensyaratkan Anda untuk senantiasa mengakhiri kegiatan membaca yang mungkin singkat itu dengan menulis atau "mengikat". Apa yang Anda tulis atau "ikat"? Yang Anda tulis adalah hal-hal sangat penting dan berarti yang Anda temukan di dalam kegiatan membaca Anda. Tulislah sesuatu yang menurut Anda memang layak untuk Anda tulis. Dengan menulis, Anda membuktikan bahwa kegiatan membaca Anda menghasilkan sesuatu yang konkret: tulisan. Dengan menulis, Anda berarti menyimpan hasil kegiatan membaca Anda di sebuah wadah yang jelas. Dan dengan menulis'atau "mengikat", Anda benar-benar tidak sia-sia dalam membaca.[]
5

Senin, 26 September 2011

Majalah Perpustakaan dan Informasi Volume 2 Nomor 2 tahun 2011



Isi Majalah berkenaan tentang :
1. Pengaruh sensor terhadap pengembangan koleksi perpustakaan (studi kasus di 5 asosiasi perpustakaan di dunia oleh Mufid
2. Pustakawan dan Gerakan Pramuka sebuah aktualisasi diri oleh Haryanto
3. E-mail sebagai rekod: sebuah kajian kearsipan oleh Lilik Istiqoriyah
4. Sejarah perkembangan perpustakaan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta oleh Lolytasari
5. Program literasi informasi di perpustakaan perguruan tinggi oleh Ana Afida
6. Peran perpustakaan pada sekolah berbasis spider web methods oleh Ida Darawati

Majalah Perpustakaan dan Informasi Vol 1 Nomor 2tahun 2009

Ditengah kesibukannya sebagai pengajar dan rutinitas dalam mengelola
PSIP YARSI, redaktur mempersembahkan edisi Vol I/No. 2 Tahun 2009. Kali ini wajah cover Majalah PSIP memperkenalkan gedung baru Universitas YARSI.
Pembahasan pada Majalah ini mengacu pada “Perkembangan Dunia Perpustakaan” dengan menampilkan 7 penulis, diantaranya adalah:

1. Pengembangan Media Belajar Bersama dengan Pemanfaatan Fasilitas Gratis di Dunia Internet: Studi Empiris PEngembangan Situs Blogger oleh Indra Hiswara
2. I_Schools dan Kurikulum yang Ditawarkan, Termasuk Informatika Sosial oleh Sulistyo-Basuki
3. Pelestarian Materi Digital oleh Nita Ismayati
4. Mengenal ISBN: Penerapan dan Pemanfaatannya di Indonesia oleh Pudjiharti
5. Pengembangan Kreativitas Pustakawan: Tinjauan Secara Psikologis oleh Safrudin Azis
6. Sejarah Perpustakaan Babylonia oleh Lolytasari
7. Pustakawan Teladan Asal Pulau Dewata Bali Menuju Istana oleh Abdurrahman
8. Apa dan Siapa: Abdul Salam M. Sofro dan Harkrisyati Kamil

Majalah PSIP FTI Universitas YARSI dapat dilanggan dengan mengirim permohonan ke:
Alamat Redaksi dan Sirkulasi Majalah PSIP FTI YARSI:
Gedung Baru Universitas YARSI Cempaka Putih
Jl. Letjen Suprapto Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telepon: (021) 422-8105
Faks: (021) 422-8105

Selain itu Redaksi menerima sumbangan tulisan tentang Kepustakawanan baik tulisan ilmiah maupun hasil penelitian yang telah disesuaikan untuk format majalah. Naskah ditulis 1,5 sebanyak 20 halaman. Setiap tulisan harap disertai foto penulis. Naskah yang telah diterima redaksi tidak dikembalikan. Naskah dapat dikirim via email: jip@yarsi.ac.id

Senin, 25 Juli 2011

Read Aloud

RINGKASAN MATERI READ ALOUD
Tujuan READ ALOUDMendorong keberhasilan anak dengan membantu anak menjadi “pembaca sepanjang hayat” yang bisa dicapai melalui READ ALOUD.

Membacakan buku kepada anak-anak merupakan aktivitas terpenting untuk membangun pengetahuan yang dibutuhkan oleh anak-anak.

“If the child has never heard the world, the child will never say the word,
and if you have neither heard it nor said it, it’s pretty tough to read it and to write It”- Jim Trelease

Tahapan anak belajar :
1. Dimulai dengan mendengarkan, akan memperkaya vocabulary anak.
2. Kemudian anak akan belajar berbicara, seorang anak tidak akan pernah mengatakan kata-kata yang belum pernah didengarnya. Jadi setelah mendengarkan, tahap berikutnya berbicara.
3. Tahap selanjutnya adalah membaca. Tahapan dimana anak akan mulai belajar membaca. Akan lebih mudah untuk anak membaca jika ia sudah pernah mendengarkannya dan mengatakannya kata-kata tersebut.
4. Tahap akhir menulis. Setelah mendengar, berbicara, membaca, pada akhirnya anak akan belajar menulis. Kosakata yang banyak akan sangat membantu si kecil untuk mulai menuliskan banyak hal.

Kecerdasan otak anak tergantung dari sinapsis atau sambungan pada otak anak-anak. Namun, diperlukan stimulasi yang berkualitas untuk mendorong tersambungnya neuron pada otak si kecil. Salah satunya dengan mendorong kecintaannya untuk membaca, karena membaca merupakan jendela ilmu pengetahuan yang tidak terbatas.


READING ROLE MODEL

Kapan waktunya memulai READ ALOUD?

You can start read aloud when your child's a newborn. No matter what your baby's age, of course, reading aloud provides a great opportunity for cuddling and bonding ~ Jim Trelease.

READ ALOUD bisa dimulai sejak si kecil baru saja lahir, atau jika mulai saja dari sekarang tidak peduli berapapun usia si kecil. Kenapa sejak dini? Menurut Montesori, ahli pendidikan mengatakan bahwa periode terpenting pertumbuhan perkembangan otak anak adalah ditahun awal kehidupannya sampai umur enam tahun. Jika Anda berhasil mengajarkan anak suka membaca di usia ini, maka seumur hidup si kecil akan suka belajar dan membaca dari buku. Hal ini akan sangat mendorong kemampuannya untuk belajar dan tumbuh kembang otak si kecil.

Mulai dengan membacakan kepada si kecil 3 menit dalam sehari. Lihat perkembangan si kecil, jika ia mulai terlihat menikmati apa yang Anda bacakan, anda bisa menambah porsinya. Membacakan cerita merupakan “hadiah terindah” yang bisa diberikan orang tua kepada anak.

You may have wealth untold: Caskets of jewels and coffers of gold.
Richer than I you never be – I had a mother who read to me
Stricklan Gillilan


Apakah Manfaat READ ALOUD?
• Mengajarkan bayi berkomunikasi
• Memperkenalkan angka, huruf, warna, bentuk dalam suasana yang menyenangkan.
• Membangun kemampuan mendengar, mengingat dan kosakata
• Memberi informasi mengenai dunia sekitarnya
Semuanya ada dan bisa disampaikan melalui buku, tergantung bagaimana kesadaran orang tua untuk mulai membacakan buku tersebut demi masa depan si kecil.

Bagaimana memulai READ ALOUD?

Pertama-tama kenali dulu tahapan perkembangan bayi sebagai berikut :
• 0 – 2 bulan (listener)
Merupakan masa membiasakan bayi dengan suara kedua orang tuanya, jadi bersuaralah ketika membaca, usahakn bayi mendengarkan suara Anda.
• 2 – 4 bulan (observer)
Bacakan katalog book (buku berisi gambar-gambar saja, dengan tulisan sangat sedikit). Mulai gunakan buku sebagai alat berkomunikasi.
• 4 – 6 bulan (cooer)
Membacakan buku dengan menghadapkan ke bayi, pekalah kebutuhan bayi. Kapan harus terus membaca, kapan stop. Jangan dipaksakan jika si kecil terlihat bosan. Pilih buku dengan pilihan yang pas dan menarik.
• 6 – 12 bulan (babbler)
Perbolehkan bayi untuk meraih buku, gunakan buku terbuat dari kain atau plastik yang sukar untuk dirobek atau dimakan.
• 12 – 18 bulan (word maker)
Jadikan membaca buku kegiatan rutin setiap harinya sebelum tidur, atau sesudah bangun tidur. Bacakan satu buku dan ulangi berkali-kali, pilih buku yang sepertinya si kecil sangat suka. Si kecil mulai aktif bertanya apa ini apa itu? Coba cari buku yang berisi aktivitas untuk anak.
• 18 – 24 bulan (phrase maker)
Tetap tanamkan kebiasaan membaca pada anak. Dia akan lebih sering bertanya apa ini apa itu, dan mulai beri kesempatan pada anak untuk menjawab beberapa pertanyaan. Cobalah berhenti saat membacakan dan biarkan anak menyelesaikan ceritanya. Mulai siapkan crayon atau kertas sebagai ekspresi anak Anda.

Pilihlah buku yang berkualitas. Saat pembukaan pembacaan buku tunjukkan terlebih dahulu halaman depan, sebutkan judulnya dengan jelas. Sebutkan pengarang dan ilustratornya, sekilas isi tentang cerita. Orang tua harus terlebih dahulu mengetahui apa isi buku tersebut.

Saat Anda membacakan buku...
1. Think Aloud & Be A Star. Think Aloud dengan memberikan kesempatan anak mencerna cerita dan berpendapat. Be A Star dengan memaksimalkan penampilan Anda melalui ekspresi wajah, permainan suara, dan libatkan anak saat membaca. Misalnya menirukan suara binatang yang dibacanya.
2. Performance. Bacakan cerita dengan hati, expresif dan menarik. Gunakan intonasi suara, body language, bunyi-bunyian.

Saat Anda membacakan cerita untuk anak, yang terpenting adalah menanamkan kecintaannya untuk membaca. Bukan bertujuan untuk menyelesaikan sebuah cerita. Bukan sebuah masalah jika cerita dari buku tidak dapat selesai dibaca semua, dan bukan sebuah masalah jika si kecil hanya menginginkan cerita itu-itu saja. Ada baiknya coba libatkan si kecil saat Anda membeli buku, biarkan dia memilihnya sendiri sehingga sesampainya dirumah dia akan sangat tertarik untuk membacanya.

Sebuah metode yang menyenangkan sekaligus membuat kedekatan Orang tua dan anak semakin erat. Bacakan cerita untuk anak minimal 20 menit sehari untuk masa depan buah hati Anda. Selamat mencoba, semoga berguna untuk Anda para Orang Tua. Terimakasih.




Rabu, 20 Juli 2011

PENILAIAN DAN PENYUSUTAN ARSIP PERGURUAN TINGGI

Latar Belakang


Perguruan tinggi sebagai organisasi menghasilkan arsip. Dalam mengelola arsip dibutuhkan manajemen arsip. Salah satu kegiatan dalam manajemen arsip adalah penilaian dan penyusutan.
Penilaian dan penyusutan arsip mempertimbangkan rekod yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan operasional, persyaratan hukum dan akuntabilitas keuangan. Penyusutan arsip adalah penghapusan rekod dari suatu sistem kearsipan, baik manual maupun elektronik.

Penelitian tentang evaluasi pengelolaan arsip, dilakukan oleh Agus et.al., di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggambarkan bahwa penilaian dan penyusutan hanya mencapai level 23%.
Penilaian dan penyusutan arsip dilakukan berdasarkan subjektifitas pengelola arsip, dan tidak berdasarkan kebijakan yang dibuat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2006, Departemen Agama sebagai induk organisasi UIN telah membuat JRA untuk lingkungan Departemen Agama.
Arsip yang teretensi dalam JRA DEPAG tsb tidak memenuhi substansi fungsi dan tugas pokok organisasi di lingkungan UIN

Untuk itu, UIN harus membuat JRA spesifik untuk diterapkan di lingkungan UIN

Rumusan Masalah

Bagaimanakah pelaksanaan penyusutan arsip di FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?


Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memahami proses pelaksanaan penilaian dan penyusutan arsip di FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berpedoman pada Jadwal Retensi Arsip Departemen Agama, sebagai dasar untuk merancang Jadwal Retensi Arsip spesifik pada FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Senin, 04 Juli 2011

Majalah Perpustakaan dan Informasi Vol II Nomor 1 tahun 2011



Kali ini PSIP YARSI memberikan gebrakan baru dengan memberikan mandat kepada IKALIPSI untuk meneruskan perjuangan penerbitan Majalah Perpustakaan dan Informasi Vol. 2 Nomor 1 tahun 2011, yang selama ini dibina oleh PSIP YARSI. Sungguh suatu tantangan baru bagi IKALIPSI, suatu tantangan bagi alumni PSIP YARSI khususnya untuk membuat karya dalam bentuk tulisan.
Wajah sampul edisi kali ini dihiasi dengan suasana Perpustakaan POLTEKKES Jakarta III, dimana Haryanto, ketua IKALIPSI bekerja dan sampul belakang, bapak Drs. Muh. Kailani Eryono, MM., menyerahkan laptop untuk para mahasiswa PSIP YARSI.
Artikel yang datang ke meja redaksi edisi ini diawali dengan pemikiran Peranan Perpustakaan Perguruan Tinggi di Era Digital oleh Dekan baru PSIP YARSI bapak Anton Adibroto. Dilanjutkan dengan beberapa tulisan alumni dari alumni PSIP YARSI seputar perpustakaan dan kearsipan. Ada juga tulisan dari penulis non alumni diantaranya adalah dari mahasiswa Program S2 Ilmu Perpustakaan UI dan dari dosen UNAIR.

Daftar isi Majalah
  • Dari Meja Redaksi
  • Lensa kegiatan IKALIPSI
  • Profil Dosen Ilmu Perpustakaan, ibu Siti Sumarningsih, M.Lib
  • Perjalanan Karier seorang Pustakawan, bapak Mukmin Suprayogi
  • Profil perpustakaan dan Pustakawan alumni bekerja, Perpustakaan POLTEKKES Jakarta III (Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta III)
  • Peranan Perpustakaan di Era Keterbukaan Informasi Publik di Lingkungan Kementerian Kesehatan RI oleh Haryanto
  • Kepemimpinan dan Praktek manajerial perpustakaan oleh Safruddin Aziz
  • Menginstal senayan library di windows oleh Agus Yudo Waluyo
  • Prinsip ISO 15489 dalam pengelolaan Manajemen Rekod oleh Lolytasari
  • Manajemen Rekod elektronik oleh Dyah Puspitasari
  • Tantangan hak cipta di era internet oleh Lili Sudria Wenny
  • Lensa Kegiatan alumni
  • Berita Gembira
  • Berita Duka
  • Info Seminar
  • Biografi Penulis