Selasa, 21 Oktober 2008

sebuah harapan pustakawan non pns

Agar sebuah profesi tetap eksis dan bermartabat perlu didukung oleh payung hukum yang dilindungi oleh negara. Sebagai contoh sejak dikeluarkannya UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pemerintah tidak membedakan profesi tersebut berdasar dimana lingkungan mereka bekerja, apakah mereka guru dan dosen negeri (PNS) atau guru dan dosen swasta. Profesi tersebut diberikan hak-hak yang pantas dan dihargai harkat dan martabatnya karena mereka selama ini telah menjalankan kewajibannya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang diamanatkan dalam Konstitusi.
Hak-hak yang diberikan pun tidak membedakan apakah mereka dari golongan PNS atau swasta. Jika memenuhi semua persyaratan, mereka dapat diberi berbagai macam tunjangan, hak cuti bahkan diberi perlindungan keamaanan selama mereka bertugas. Pada pasal 51 sampai dengan 59 UU No. 14 tahun 2005 misalnya seorang dosen dapat mendapat tunjangan kehormatan, cuti, pengembangan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dsb.
Seharusnya Profesi Pustakawan pantas iri juga, bukankah pustakawan selama ini dikenal sebagai profesi yang menunjang tugas guru dan dosen dalam proses pendidikan. Dengan tidak diaturnya secara utuh perihal profesi pustakawan dalam UU No. 43 tahun 2007 yang baru saja disahkan menjadi UU tentang Perpustakaan, kelihatannya profesi ini masih dianggap sebelah mata di negeri kita sendiri. Beberapa peraturan yang dikeluarkan pemerintah selama ini (lihat Perpres RI No. 40 tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional, Arsiparis dan Pustakawan) memang mengatur profesi tersebut tapi hanya sekedar pemberian tunjangan fungsional bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sedangkan bagi mereka yang mengabdikan diluar pemerintahan tidak diatur secara mengikat, bagaimana dengan hak-hak lain seperti perlindungan profesi selama mereka bekerja, hak pengembangan pendidikan profesi ke jenjang yang lebih tinggi, hak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup, hak otonomi keilmuan, dan hak berserikat.
Justru dikeluarkannya Perpres RI No. 40 tahun 2006 yang hanya berlaku dan dikhususkan pada pustakawan yang menjalankan tugasnya di birokrasi atau berkarir sebagai pegawai negeri sipil ( PNS ) semakin nampak dikotomi antara pustakawan pemerintah dan “pekerja Perpustakaan” di luar pemerintah. Mengapa penulis menyebut pekerja perpustakaan di luar pemerintah karena sebelum RUU Perpustakaan yang diajukan pemerintah disahkan oleh DPR bulan Oktober 2007 lalu belum ada peraturan setingkat Undang-Undang yang mengatur secara kompleks mengenai profesi ini.
Secara nomenklatur sebutan pustakawan sebenarnya berlaku umum tidak mengenal dikotomi pemerintah atau non pemerintah, tapi kenyataannya semua peraturan resmi mengenai pustakawan yang dikeluarkan pemerintah cenderung menguntungkan pustakawan dalam birokrasi. Sedangkan nasib pustakawan yang bekerja di swasta, pemerintah sepertinya merasa belum terlalu “urgen” untuk mengaturnya. Pustakawan non pemerintah yang selama ini banyak bekerja di sektor swasta misalnya jangan berharap mereka mendapat tunjangan fungsional seperti rekan-rekan mereka di pemerintahan, kompensasi yang mereka terima pun harus sama dengan pekerja biasa yang tidak memiliki keahlian apapun.
Alangkah gembiranya jika harapan kita profesi pustakawan dapat dihargai dengan UU dimana diatur masalah hak dan kewajiban sebagai seorang profesional yang melayani masyarakat tanpa memandang lingkungan mereka bekerja. Mungkin masih jauh harapan itu tapi bukan berarti itu hal yang mustahil jika kemudian IPI sebagai lembaga bernaungnya para pustakawan berusaha memperjuangkan UU profesi itu atau paling tidak dapat mengusulkan kepeda pemerintah dalam pembuatan peraturan pemerintah sebagai pelaksana UU No. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan dijabarkan lagi secara lebih kompleks mengenai hak dan kewajiban profesi pustakawan.

teacher librarian

Guru pustakawan (teacher librarian) dalam konsep barat itu sebenarnya ada dan berbeda dengan tugas guru maupun pustakawan. kalo dibarat guru pustakawan itu adalah guru yang dibekali khusus pengetahuan tentang dunia kepustakawanan dan tugasnya sebagai penghubung antara perpustakaan dengan para siswa dan para guru dalam pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber belajar.
Sehingga guru pustakawan menjadi tulang punggung pemberdayaan perpustakaan menuju jantungnya pendidikan (pusat pemberlajaran). Singkatnya menjadi semacam PR nya perpustakaan lah.nah hanya saja di Indonesia istilah itu belum populer dan belum dipahami oleh banyak orang. salah satu sebabnya karena ya minimnya perhatian kita terhadap perpustakaan sekolah dan juga pustakawan. masih banyak sekolah yang tidak punya perpustakaan dan kalopun ada pengelolanya adalah para guru sehingga ya tadi itu ya jadi guru tapi juga disuruh jadi pustakawan. Hanya sebagian kecil sekolah yang sudah memiliki perpustakaan lengkap dengan tenaga pustakawan (lulusan D3 ilmu perpustakaan)
So.. konsep guru pustakawan (teacher librarian) dinegeri ini masih jauh dari harapan sebab syarat adanya guru pustakawan jika perpustakaannya sudah bagus dan ada pustakawannya. baru nanti butuh yang namanya guru pustakawan.Kalo sekarang ya.. para guru yang juga dibebani jadi pustakawan ya bersabarlah dan mari kita perjuangkan program “one school one library and one librarian”Jayalah.. perpustakaan sekolah…

Senin, 20 Oktober 2008

sdm perpustakaan kurang diberdayakan


Sebagai pusat sumber belajar yang kini kian bertumbuh pesat, perpustakaan masih dinilai belum dikelola secara profesional karena ternyata tidak diikuti perkembangan SDM-nya. Banyak perpustakaan, baik itu perpustakaan umum atau perpustakaan perguruan tinggi, yang dipimpin oleh mereka yang bukan dari kalangan perpustakaan, atau paling sedikit yang mempunyai pengalaman sebagai pustakawan.
Termasuk di dalamnya adalah para pejabat atau petugas di bawahnya. Indikatornya a.l. meski sejumlah perguruan tinggi telah meluluskan sarjana perpustakaan, namun fakta menunjukkan bahwa SDM yang muncul masih belum sesuai dengan harapan. Tentu yang dimaksud dengan SDM tersebut adalah mereka yang menguasai bidang ilmu perpustakaan dan memiliki pengalaman bekerja di perpustakaan.
Sebagaimana terungkap dari data yang dimiliki Perpustakaan Nasional, jumlah pustakawan saat ini hanya sekitar 2,600 orang (yang berstatus PNS). Dari sekian banyak pustakawan itu, yang menyandang gelar pustakawan utama (golongan IV/d – IV/e) hanya 12 orang atau 0.46%. Pustakawan madya baru (IV/a – IV/c) 190 orang atau 7.24%, sedangkan lainnya berjumlah 2,421 orang atau 92.3%.
Demikian sekilas paparan oleh Lasa Hs, Pustakawan Utama di Universitas Gadjah Mada, pada Rapat Koordinasi Perpustakaan se DI Jogjakarta yang digelar oleh Badan Perpustakaan Daerah DIY, Rabu 13 Februari 2008, di Hotel Roos Inn. Kenyataan ini tentu saja tidak sejalan dengan apa yang diamanatkan oleh Undang-undang no. 43/2007 tentang perpustakaan. Bisa saja para pengambil keputusan berdalih bahwa peraturan itu masih baru dan belum sepenuhnya disosialisasikan secara nasional, tapi informasi tentang berbagai aspek teknis kepustakawanan yang harus diikuti sudah disebarluaskan oleh Perpustakaan Nasional jauh sebelum terbitnya undang-undang tersebut.
Hal ini diungkap oleh Kepala Perpustakaan Nasional Dady Rachmananta dalam ceramahnya mengenai kebijakan pengembangan perpustakaan. Rakor yang dibuka oleh Sekretaris Daerah DIY Tri Harjun Ismaji menampilkan narasumber Setyoso dan Bayudono, selain Lasa Hs dan Dady Rachmananta, dan dimoderatori oleh Azharuddin.
Peserta sidang terdiri dari para kepala perpustakaan umum kabupaten/kota se-DIY disertai beberapa pejabat terkait di jajaran masing-masing.
Sesuai predikatnya sebagai lembaga layanan publik, perpustakaan (umum) dituntut untuk memenuhi aneka kegiatan yang tertuang dalam tugas pokok dan fungsinya, lanjutnya. Tapi survei membuktikan bahwa di berbagai perpustakaan kualitas layanannya belum maksimal karena sering terbentur minimnya pengetahuan teknis petugasnya, kurang memadainya anggaran operasional dan sarana yang tidak memenuhi standar. Kondisi ini diperparah lagi dengan diangkatnya banyak pejabat pemerintah yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan perpustakaan atau belum pernah mengenal seluk beluk perpustakaan, tapi dipaksakan menjadi pimpinan di lembaga itu. Hal ini merupakan konsekuensi dari pengisian jabatan yang asal-asalan karena hanya didasari pertimbangan pemerataan, hutang budi, atau pertemanan.

beda pustakawan guru dengan guru pustakawan

Menurutku nich, kalo pustakawan guru adalah pustakawan yang mampu menjadi seorang guru. dalam arti dia mampu mengajar, melatih dan mendidik anak didiknya.terus kalo guru pustakawan, ya yang selama ini terjadi di dunia pendidikan.
Guru pustakawan lebih kepada guru yang diberi tugas sampingan “mengurus” perpustakaan. itu saja. tidak lebih.kalo keduanya berbeda, lantas apakah yang perlu diperhatikan untuk menjadikan pustakawan guru ato guru pustakawan bisa mengerjakan tugasnya dengan benar dan asik? hayo…siapa yang dapat menjawabnya?apakah selamanya pustakawan tidak akan “mendapat tempat” di sekolah? ato apakah selamanya guru akan berprofesi ganda sebagai pustakawan? ayo kita hapus itu semua. dengan usaha untuk menjadikan pustakawan sebagai sebenar-benarnya pustakawan dan guru sebagai sebener-benarnya guru.

Jumat, 17 Oktober 2008

tujuan perpustakaan sekolah

Tujuan penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan bersama-sama dengan unsur sekolah lainnya. Perpustakaan Sekolah menunjang, mendukung, dan melengkapi semua kegiatan, baik kurikulair maupun non-kurikulair.

Fungsi Perpustakaan Sekolah
adalah pusat kegiatan belajar dan mengajar, pusat penelitian sederhana, pusat membaca guna menambah ilmu pengetahuan dan rekreasi.
Sasaran pembinaan dan pengembangan perpustakaan adalah terciptanya suatu kondisi sosial masyarakat Indonesia yang biasa membaca, gemar belajar dan cinta perpustakaan bagi peningkatan kecerdasan kehidupan bangsa.

Untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan, Perpustakaan Sekolah harus mempunyai Pustakawan Sekolah yang sanggup mengembangkan profesinya, harus memiliki fasilitas yang memadai, baik yang berupa gedung/ruang, perabotan dan koleksi berupa bahan pustaka atau non-pustaka, juga dana yang memadai.

Pustakawan Sekolah harus mampu mendayagunakan perpustakaan, trampil dan mampu merencanakan program kegiatan, sehingga perpustakaan dapat berkembang dengan baik dan dapat memenuhi kebutuhan pengguna perpustakaan.

Masalah-masalah yang dihadapi

Untuk Perpustakaan Sekolah sampai sekarang masih lemah dan memprihatinkan, ini akibat dari kurang keterbukaan Kepala Sekolah untuk usul-usul atau saran-saran Pustakawan demi perkembangan Perpustakaan Sekolah.
Padahal kunci ada pada Kepala Sekolah yang mengerti sungguh-sungguh tentang fungsi Perpustakaan Sekolah sebagai penunjang kurikulum dalam sistem pendidikan.
Perpustakaan merupakan rohnya Sekolah atau jantungnya Sekolah, kalau semua Kepala Sekolah penuh perhatian dan pengertian terhadap perpustakaan sekolah, niscaya nasib perpustakaan-perpustakaan sekolah akan lebih baik.

Apalagi Kepala Sekolah dan Pustakawan terjalin kerjasama yang baik, biasanya tentang dana pun tidak akan ada masalah yang berarti. Biaya untuk penyelenggaraan perpustakaan akan dimasukkan dalam biaya operasional pada awal tahun ajaran, sehingga rencana perpustakaan dapat dilaksanakan sejalan dengan rencana Sekolah pada umumnya.

strategi pengembangan UPT perpustakaan ITB

Bidang IPTEK
Peningkatan kemampuan memanfaatkan, mengembang kan, dan menguasai IPTEK dilaksanakan dengan mengutamakan peningkatan kemampuan alih teknologi melalui perubahan dan pembaharuan teknologi yang didukung oleh pengembangan kemampuan sumber daya manusia, sarana dan prasarana penelitian dan pengembangan yang memadai, serta peningkatan mutu pendidikan sehingga mampu mendukung upaya penguatan, pendalaman, dan perluasan industri dalam menunjang proses indutrialisasi menuju terwujudnya bangsa Indonesia yang maju, mandiri dan sejahtera

Pendidikan

Sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, sarana keterampilan dan pelatihan, media pengajaran, teknologi pendidikan, serta fasilitas pendidikan jasmani dikembangkan dan disebarluaskan secara merata untuk membantu terselenggaranya dan meningkatnya kualitas pendidikan sesuai dengan tuntutan persyaratan pendidikan serta kebutuhan pembangunan

Kebudayaan

Pembinaan dan pengembangan perpustakaan dan kearsipan terus dilanjutkan dan diupayakan untuk lebih menunjang pengembangan budaya bangsa, mencerdaskan bangsa dan memasyarakatkan budaya gemar membaca dan belajar. Pembangunan perpustakaan dan kearsipan perlu ditingkatkan dan disebarluaskan merata di seluruh pelosok tanah air, didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai

(Sumber: GBHN. Tap MPR No. II/MPR/1993. Jakarta: BP-7 Pusat, 1993)


SASARAN PENGEMBANGAN:

· Menciptakan sistem ITB yang terpadu secara keilmuan, kelembagaan, misi dan kegiatannya
· Meningkatkan kemampuan ilmiah dengan program pascasarjana sebagai ujung tombak serta ITB sebagai Research and Development University
· Mengembangkan penelitian dengan kebutuhan pembangunan nasional, penguasaan ilmu-ilmu dasar serta critical science and technologies, pengembangan program studi unggulan dan pengabdian kepada mayarakat yang tepat sasaran
· Meningkatkan kerjasama keterkaitan perguruan tinggi, industri, dan lembaga pemerintah serta kemasyarakatan
· Menyelenggarakan otonomi perguruan tinggi serta mewujudkan kehidupan akademis yang mandiri, dinamis, maju dan kreatif dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia: Pancasila


MISI ITB

· Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk kesejahteraan umat manusia, khususnya masyarakat Indonesia, disertai dengan pengembangan SDM yang diperlukan untuk tujuan tersebut
· Menjaga agar ilmu pengetahuan dan teknologi tetap menjadi unsur pendorong penegakan nilai-nilai kemanusiaan dan kesejahteraan umat manusia secara berkelanjutan
· Mengimbangi tekanan kekuatan ilmu dan teknologi negara maju serta dampak arus globalisasi yang makin meluas, mengantisipasi perkembangan ilmu dan teknologi yang makin pesat dan persaingan antarbangsa yang makin ketat
· Menjaga kemantapan lingkungan agar benturan industri dan kehidupan modern tidak menghancurkan keseimbangan ekologi dan kehidupan
· Memerangi berbagai bentuk kemiskinan melalui proses pengembangan, dengan menggunakan metoda ilmiah yang disalurkan melalui pendidikan dan penelitian

WAWASAN ITB

· ITB mempunyai ciri sebagai perguruan tinggi teknologi yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan bisnis dan ilmu-ilmu kemanusiaan
· ITB mempunyai aspirasi untuk meningkatkan berfungsinya ilmu dan teknologi dalam masyarakat
· ITB mempunyai sikap untuk selalu mengabdikan diri kepada dan mempelopori pengembangan
· ITB mempunyai upaya untuk senantiasa memelihara dan meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya agar selalu dapat menganggapi dinamika dan memberi sumbangan kepada arah dinamik lingkungannya, dalam kebutuhan terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

(Sumber: Katalog Kurikulum 1993. Bandung: ITB, 1995)

Dari dasar strategi pengembangan tersebut, hal-hal yang diperlukan oleh ITB adalah:

· Kurikulum yang disempurnakan berkelanjutan
· Dosen yang selalu meningkat kemampuannya
· Mahasiswa dan lulusan yang tinggi kemampuannya
· Jaringan informasi dan perpustakaan yang maju dan berkembang
· Fasilitas dan laboratorium yang memadai
· Keleluasaan pengadaan dan penggunaan dana
· Keleluasaan hubungan kerjasama dengan pemerintah, industri, perguruan tinggi, dan pendidikan di dalam dan luar negeri

(Sumber: ITB Sekilas Data dan Informasi. Bandung: ITB, 1995)

Keadaan Sistem Informasi di ITB pada saat ini adalah sebagai berikut:

1986 - Sistem Informasi Akademik (SIKAD), di Biro Administrasi Akademik
1988 - Sistem Informasi Kepegawaian (SIPEG), di Bag. Kepegawaian
1989 - Sistem Informasi Keuangan (SIKU) hanya menangani administrasi SPP saja.
Pada tahun 1992 dikembangkan menjadi Sistem Informasi Anggaran Terpadu (SIAT) yang menangani SPP/DPP, DRK /Rutin, DIP, OPF
1989 - Sistem Informasi Sarana Akademik (SINSARAK), menangani pemasukan data untuk membuat Jadwal Kuliah
1989 - Sistem Layanan Informasi (SLI) versi I: memperguna-kan basis DOS, untuk para pimpinan ITB di kantor Pusat ITB Jl. Tamansari 64. Tahun 1993 dikembangkan dengan tampilan berbasis Windows
1990 - Sistem Informasi Kemahasiswaan (SIMAWA), berasal dari sistem yang dibangun oleh Direktorat Kemahasiswaan DIKTI. Kemampuannya hanya untuk memasukkan data kemahasiswaan.


Sistem Informasi lainnya dimiliki oleh:

· PUREK V ITB, Bidang Pengembang Perencanaan dan Pengawasan
· Lembaga Penelitian
· Lembaga Pengabdian pada Masyarakat
· Bagian Perlengkapan, untuk Inventory Control


Sistem Informasi yang Dimiliki oleh UPT Perpustakaan ITB

1985 - mempergunakan dBase III Plus untuk pencatatan koleksi perpustakaan
1992 - mempergunakan CDS/ISIS untuk data buku koleksi Perpustakaan Pusat sebanyak 15.000 judul buku, judul majalah, kliping, indeks artikel Bidang Ilmu Hayati, laporan Penelitian dan Tesis sebanyak 1000 judul.
1995 - direncanakan sistem terpadu untuk pengadaan, pengatalogan, sirkulasi, OPAC, interkoneksi dengan perpustakaan lain melalui surat elektronik


RENCANA STRATEGI UPT PERPUSTAKAAN ITB

Dengan melihat kekuatan sistem informasi yang sudah ada di sekitar UPT Perpustakaan pada saat ini, maka direncanakan Sistem Perpustakaan yang terpadu dengan sistem-sistem lain yang sudah ada di ITB. Beberapa hal yang diinginkan antara lain:

· Anggaran Pengadaan Pustaka dengan Sistem Informasi Anggaran Terpadu. Sebagai contoh: Pimpinan Perpustakaan dapat melihat besarnya dana yang dianggarkan untuk Perpustakaan, maupun sisa anggaran untuk tahun yang sedang berjalan melalui layar komputer
· Masalah kemahasiswaan dengan Sistem Informasi Akademi. Sebagai contoh pada saat Pendaftaran Ulang setiap semester, sistem dapat mengetahui nama mahasiswa yang mempunyai kasus dengan Perpustakaan. Contoh lain, Kartu Mahasiswa dapat berfungsi pula sebagai Kartu Perpustakaan, baik di Perpustakaan Pusat maupun Perpustakaan Jurusan
· Penelusuran informasi ing griya dapat dilakukan selama 24 jam dari berbagai lokasi, karena informasi tersedia di Computer House yang buka selama 24 jam
· Penelusuran informasi, penyebaran informasi, pemesanan artikel untuk pemakai di dalam kampus maupun luar kampus melalui electronic mail atau Internet
· Fasilitas On-line Public Access Catalogue (OPAC) dapat ditelusur dari berbagai lokasi di dalam maupun di luar kampus
· Pinjam antarperpustakaan di dalam maupun luar negeri
· Pendidikan pemakai

ASUMSI:

Dengan Sistem ITB yang terpadu akan
1. menunjang sistem belajar mengajar, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang bermutu
2. menunjang penelitian di ITB
3. meningkatkan kerja sama dengan pemerintah, industri, perguruan tinggi, dan pendidikan di dalam maupun di luar negeri, terutama dalam hal alih teknologi
4. meningkatkan cara mengakses informasi baik di dalam maupun dari luar kampus
5. memanfaatkan koleksi secara bersama, sehingga informasi lebih tersebar dan dapat memberi nilai tambah bagi perpustakaan

HAL POSITIP YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN

1. sistem di setiap Jurusan dan Unit sudah berjalan dengan baik, dengan demikian peralatan tidak menjadi persoalan, walaupun sistem yang sudah dipergunakan berbeda-beda
2. teknologi yang mendukung sistem yang terpadu sudah tersedia
3. sumber daya manusia sudah tersedia, a.l.: pemrogram, penganalisis sistem, operator dan pustakawan. Selain itu dari kalangan mahasiswa teknik dapat berperan serta untuk menerapkan pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah
4. dukungan dari Pimpinan ITB

HAL NEGATIP YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN

1. belum semua pustakawan, khususnya Pustakawan di Jurusan memahami peran sistem yang terpadu
2. pola berfikir dan bekerja masih tetap konvensional, sehingga fungsi komputer masih belum dimanfaatkan secara optimal
3. dana tidak dapat dapat disediakan seluruhnya oleh ITB

PERUBAHAN YANG DIINGINKAN

1. semua pustakawan dan staf administrasi lainnya memahami bahwa sistem yang terpadu akan medukung keberhasilan ITB
2. sistem yang terpadu harus dimanfaatkan secara optimal
3. ITB mendukung pendanaan, walaupun diperoleh dari berbagai sumber dan masih tetap dalam pengawasan ITB

PENGARUH

1. pimpinan perlu memberi pengarahan tentang pentingnya sistem yang terpadu kepada seluruh sivitas akademika
2. perlu pendidikan dan pelatihan untuk mengubah pola berfikir yang konvensional
3. ITB memberikan keleluasaan pengadaan dan penggunaan dana


Perpustakaan
· Laju inflasi bertambah
· Biaya telekomunikasi naik
· Dana pemerintah turun
· Dana institusi turun

· Teknologi pada sistem yang dipergunakan obsolence
· Peralatan obsolence

· Teknologi makin canggih
· Pemakai bukan hanya lingkungan ITB, misalnya dari industri atau institusi lain
· Masyarakat lebih kritis dalam cara berfikir
· Kebijaksanaan pemerintah berubah, a.l merasa perlu menambah jumlah pusat informasi


Tenaga profesional pustakawan makin banyak

· Biaya yang dibebankan kepada pemakai naik
· Perpustakaan siap menggalang dana secara mandiri
· Sistem diperbaiki seluruhnya atau sebagian, disesuaikan dengan anggaran yang tersedia
· Biaya perawatan makin besar
· Informasi makin mudah diperoleh dengan biaya yang lebih murah
· Pemakai dari luar ITB dikenakan biaya yang berbeda
· Sistem harus dievaluasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat
· Perpustakaan harus lebih aktif memasarkan produknya
· Perpustakaan bersifat aktif mengunjungi pemakainya, agar tidak kalah bersaing dengan pusat informasi lainnya dalam menggalang dana
· Perpustakaan bersiap memperoleh saingan yang lebih banyak Informasi atau koleksi yang disediakan harus lebih spesifik
· Sumber informasi bertambah
· Mendidik staf yang sudah ada agar bekerja lebih profesional
· Biaya insentif tambahan makin besar

Kamis, 16 Oktober 2008

strategi penggunaan internet

Perkembangan program komputer untuk melayani kebutuhan manajemen perpustakaan yang secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Penelusuran kandungan informasi semua koleksi yang dimiliki, dan
b. Manajemen sirkulasi (pengadaan, peminjaman, dan pemusnahan) koleksi.
Program penelusuran informasi telah digunakan untuk menggantikan sistem kartu katalog. Katalog digital memungkinkan pemakai menelusuri data yang lebih luas dibanding yang tertera di kartu katalog karena kapasitas media penyimpan data elektronis jauh lebih besar dibanding kapasitas kartu katalog konvensional. Kedalam katalog digital dapat dimasukkan intisari/abstrak; bahkan beberapa sistem ada yang memuat rekaman teks utuh dari masing-mnasing koleksi.
Salah satu ciri basis data koleksi perpustakaan adalah ketidak seragaman cantuman (record) baik dalam struktur datanya maupun ukuran masing-masing elemen struktur data. Isi suatu artikel dalam terbitan berkala biasanya diwakili oleh intisari (abstract) sementara isi suatu buku barangkali lebih tepat bila diwakili oleh daftar isinya. Ukuran intisari atau daftar isi sangat bervariasi dari satu buku ke buku yang lain.
Penelusuran Koleksi PerpustakaanSecara tradisionil, perpustakaan menyediakan kotak yang berisi kartu-kartu katalog. Masing-masing kartu berhubungan dengan salah satu koleksi yang dimiliki perpustakaan yang bersangkutan. Data dalam kartu dikelompokkan menurut judul, pengarang, dan subjek dari koleksi yang bersangkutan. Penelusuran dilakukan dengan mencari kartu yang memuat judul, pengarang atau subjek tertentu dari tumpukan yang disusun berdasarkan urutan abjad. Jika kartu judul, pengarang atau subjek yang dicari telah ditemukan maka berdasar rujukan yang tercantum di kartu itu, koleksi yang bersangkutan dapat diambil dari lokasi yang ditentukan.
Mengingat informasi yang termuat di kartu kurang memadai, pada umumnya perpustakaan mempersilakan pengunjung datang ke lokasi koleksi untuk memeriksa kesesuaian koleksi yang akan dipinjam dengan yang diinginkan. Untuk memudahkan pengunjung melakukan pemilihan bahan-bahan yang dibutuhkan, koleksi-koleksi dengan subjek yang bersesuaian disimpan di lokasi yang berdekatan. Pengelompokan ini memunculkan standar nomor klasifikasi yang bersama-sama dengan inisial judul dan pengarang kerap digunakan sebagai identitas suatu penerbitan.
Kesulitan utama dari klasifikasi ini adalah seringnya dijumpai suatu koleksi dengan materi isi yang bisa dimasukkan ke dalam beberapa kelas yang berbeda. Sebagai contoh, suatu koleksi yang membahas “rekayasa perangkat lunak” dapat dimasukkan ke dalam kelas “ilmu komputer” dan sekaligus kelas “manajemen”.
Sistem katalog digital dapat mengatasi persoalan kelasifikasi koleksi. Pencarian sumber informasi tertentu dapat dimulai dengan menentukan kata-kata kunci yang relevan. Proses dilanjutkan dengan mendapatkan rujukan ke semua koleksi yang mengandung kata-kata kunci yang telah ditentukan tersebut. Jika temuan kurang memadahi, pencarian diulang dengan mencoba kata-kata kunci yang lain. Jika sistem memberikan temuan terlalu banyak, pencarian diulang dengan menggunakan operator logika “AND” di antara kata-kata kunci untuk mempersempit cakupan pencarian. Jika diperlukan, tambahkan operasi “AND” dengan kata kunci yang lebih spesifik.Penelusuran dengan sistem katalog digital masih mewarisi permasalahan katalog kartu dalam hal pemilihan kata-kata kunci yang tepat.
Karena tidak ada batasan jumlah, pemakaian katalog digital cenderung memasukkan kata kunci sebanyak-banyaknya untuk mencari koleksi tertentu. Hal ini dapat mengakibatkan menurunnya akurasi hasil penelusuran. Permasalah lain muncul dari dimungkinkannya penelusuran koleksi dengan menggunakan potongan kata bebas (tidak terikat pada kata-kata kunci baku). Penelusuran dengan potongan kata bebas dapat meningkatkan hasil temuan karena dalam beberapa hal dapat mengatasi variasi kata karena imbuhan namun dalam beberapa hal lain justru dapat membelokkan arah penelusuran.
Misalnya, penelusuran dengan kata “angka” akanmenghasilkan rujukan ke kata “rangka” juga.Dalam sistem yang kompleks, basis data dapat diisi dengan “semantik” dari setiap kata yang dihubungkan dengan kata lain. Kata “bunga” akan dikaitkan dengan koleksi kelas perekonomian jika diinputkan bersama dengan kata “bank” dan akan dikaitkan dengan koleksi kelas tanaman bila diinputkan dengan kata “kuncup”.
Untuk membangun sistem penelusuran informasi yang kompleks semacam ini diperlukan penelitian yang menyangkut banyak bidang ilmu.Penelusuran InternetKita dapat mengakses internet jika memiliki: komputer, modem (alat yang mengubah sinyal digital dari komputer menjadi analog untuk ditransmisikan ke jaringan tilpun), saluran tilpun, serta hubungan dengan ISP (Internet Service Provider/perusahaan yang bertugas melancarkan hubungan kita dengan jaringan internet).
Ada banyak manfaat yang kita dapatkan dari internet, namun hendaknya kita juga harus mempertimbangkan segi negatif yang dapat terjadi, misalnya: menyita waktu, penyebaran virus, adanya informasi yang tidak diperlukan dan pornografi, penipuan, arisan berantai, perjudian, dan iklan palsu.Manfaat internet Ada beberapa manfaat internet, yaitu:· Untuk mendapatkan infomasi keperluan pribadi dan profesional· Sebagai sumber data, internet juga memungkinkan terjadinya globalisasi informasi· Sebagai sarana untuk kerjasama antar pribadi atau kelompok tanpa mengenal batas jarak dan waktu.· Sebagai media komunikasi, untuk mengikuti perkembangan teknologi, menjembatani lembaga pemerintah, Universitas, serta sarana diskusi yang bersifat global· Penunjang sistem belajar jarak jauh·
Sebagai sarana hiburan dan hobi· Menghemat biaya, administrasi, dan cetak yang biasanya dilakukan dengan mengirim surat melalui pos atau fax, karena biaya penggunaan tilpun dinyatakan dengan pulsa lokal.Penelusuran informasi dapat dilakukan jika kita memiliki address yang dimaksud, misalnya: http://www.geocities.com.CapeCanaveral/Hall/3928, merupakan adres newsletter “Warta Astronomi”, www.amazone.com, adalah adres untuk mengetahui atau membeli buku baru terbitan dunia. Jika tidak memiliki adres suatu informasi kita dapat menggunakan fasilitas Search Engine yang terdapat dalam Web Site: Google, Yahoo, Lycos, Altavista, Infoseek, Excite, dan lain-lain. Dalam penggunaan fasilitas tersebut kita harus mengikuti langkah-langkah yang disediakan. Adakalanya harus mencantumkan simbol tertentu seperti tanda kutip, plus, minus, asterik, dan lain-lain pada saat menuliskan subyek yang dicari. Sebaiknya kita menuliskan kata kunci yang sederhana serta menghindari browsing pada direktori subyek.Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII-LIPI)
Perpustakaan Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilimiah (PDII-LIPI) telah memiliki alamat situs http://www.pdii.lipi.go.id yang dapat diakses dari seluruh dunia.. Di situs tersebut kita dapat menemukan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dihimpun sesuai dengan tugas pokok PDII-LIPI dalam membina dan memberikan layanan dokumentasi dan informasi ilmiah.Koleksi pengetahuan terekam yang berupa buku, majalah ilmiah, laporan penelitian, artikel ilmiah, tesis maupun disertasi, dan dokumen-dokumen ilmiah lainnya kami kelola dalam bentuk perpustakaan.
Para peminat informasi dapat mengunjungi perpustakaan PDII-LIPI yang beralamat di Jalan Jenderal Gatot Subroto 10, Jakarta 12190. Perpustakaan ini dibuka untuk umum, pada Hari Senin s.d. Sabtu pukul 09.00 - 15.30.Layanan PDII online, untuk pencarian dan pemesanan data / literatur melalui media Internet, sebagai peran serta PDII untuk ikut serta mengikuti perkembangan Teknologi Informasi dan juga sebagai pelayanan pencari data / literatur dari Pusat-pusat yang ada di LIPI berupa artikel-artikel ilmiah yang dapat di klik (digilib), serta dari berbagai daerah di Tanah Air.
Semua literatur PDII-LIPI (Teknologi tepat guna, Majalah ilmiah asing, Monograf, Thesis, Disertasi dan Laporan penelitian) terangkum dalam sebuah Sistem Pencarian yang didesain untuk mempermudah pencarian data/literatur dari ratusan ribu data dalam database PDII-LIPI. Kita juga bisa menggunakan Bantuan penelusuran boolean opreator. Basis program yang digunakan untuk pengelolaan database PDII menggunakan CDS/ISIS yang tergabung di dalam Jaringan CDS/ISIS di IndonesiaSepuluh Tips Untuk Pencarian Informasi Yang Efektif di InternetBila Anda sering memanfaatkan internet sebagai sumber informasi, ada baiknya menerapkan beberapa tips di bawah ini (diadaptasikan dari Hill, Brad, WWW Searching for Dummies 2nd ed. IDG-Books dengan beberapa penyesuaian).1. Gunakan Beberapa “Browser”
SekaligusTahukah Anda bahwa sebenarnya Anda bisa mengunjungi beberapa situs sekaligus dengan hanya menggunakan satu Netscape atau Internet Explorer? Dengan cara ini Anda bisa membaca satu halaman situs sambil menunggu proses download situs lainnya selesai.
Caranya?
1. Klik Menu File (di kiri atas layar)2. Pilih New Web Browser (atau New Window)
(Proses 1 dan 2 bisa dilaksanakan dengan menekan tombol Control dan N bersamaan).Setelah itu akan muncul window lain yang bisa Anda gunakan untuk menelusuri situs lainnya dengan mengetikkan alamat URLnya. Mudah, kan?Untuk berpindah dari satu window ke window lainnya, gunakan Menu Window, dan pilih window yang diinginkan.
2. Matikan Option Graphics dan Lihat Gambar SeperlunyaSalah satu masalah internet yang belum terpecahkan saat ini adalah “download time” yang masih relatif lama. Salah satu penyebabnya adalah ukuran file-file yang besar, terutama untuk file image/gambar. Oleh karena itu, untuk mempercepat proses download, Anda bisa menunda penampilan file-file gambar.
Caranya? Gunakan option Image dimana gambar-gambar tidak akan ditampilkan lebih dulu begitu proses download selesai. Bila ada gambar yang harus Anda lihat, arahkan mouse ke kotak gambar tersebut, klik tombol kanan mouse dan pilih “Show Image” atau “Show Picture”. Beberapa detik kemudian, gambar tersebut muncul di layar.
3. Jangan Takut Menggunakan Tombol BackSeringkali secara tidak sengaja Anda mengklik link yang salah sehingga mengakibatkan Netscape/Internet Explorer Anda “mengunjungi” link tersebut. Bila ini terjadi, Anda tak perlu menunggu proses “download” selesai. Klik saja tombol Back (biasanya berupa tombol ke arah kiri, ada di kiri atas layar) secepatnya. Atau, bila tampilan di layar belum berubah, klik tombol Stop.Kedua cara di atas akan menghemat waktu atas kesalahan yang kita lakukan.
4. Loncat!Banyak pengguna web browser yang belum mengetahui bahwa alamat link-link yang sudah dikunjungi saat itu disimpan di dalam memori komputer (melalui cache yang ada di aplikasi web browser). Bila Anda ingin kembali ke beberapa tampilan browser sebelumnya, jangan menggunakan tombol Back dengan mengkliknya beberapa kali. Gunakan menu Go, dan kemudian pilih judul web page yang diinginkan. Cara ini jauh lebih cepat dan lebih tepat karena Anda bisa langsung “loncat” ke halaman yang diinginkan.
5. Ambil Keputusan dengan Cepat!Bila sedang menggunakan web browser, komputer Anda saat itu sedang terhubung ke ISP. Ini berarti uang karena semakin lama tersambung ke ISP, berarti semakin tinggi biaya yang harus dikeluarkan.Oleh karena itu, bila sedang menelusuri hasil pencarian search engine atau menelusuri hirarki internet directory, Anda harus mengambil keputusan dengan cepat untuk mengklik link ke informasi yang diinginkan.
6. Gunakan BookMark!Bookmark, bookmark, bookmark. Gunakan bookmark untuk “mengingat” alamat situs yang menarik bagi Anda. Begitu Anda menemukan informasi yang diinginkan, bookmark-lah alamat situs tersebut. Biasanya dengan cara menekan tombol Control dan D bersamaan, alamat halaman yang bersangkutanlangsung bisa diingat web browser.Ini berguna sehingga bila Anda ingin mengunjunginya di lain waktu, Anda hanya perlu menggunakan bookmark yang sudah ada. Lihat juga Tips No. 8.7. Jangan Ragu Untuk MengulangDari pengalaman pribadi saya, seringkali bila kita sedang men-download suatu homepage, komputer seolah-olah “hang”, padahal yang didownload baru setengahnya. Ini dapat berlangsung hingga lebih dari 5 menit tanpa ada penambahan yang ditampilkan di layar. Tentu saja peristiwa seperti ini membuat kesal.
Untuk menghindarinya, begitu Anda lihat komputer seperti “hang” pada waktu mendownload homepage, klik saja tombol Reload/Refresh. Cara ini seringkali sukses dan halaman yang sedang didownload langsung bisa muncul lengkap beberapa waktu kemudian.
8. Kategorikan Bookmark AndaBila Anda telah menerapkan Tips No. 6 diatas, jangan berhenti sampai di situ. Seperti kertas-kertas diatas meja, jika Anda tidak kumpulkan dan atur sedemikian rupa, cepat atau lambat akan mempersulit Anda. Terutama bila kumpulan bookmark Anda sudah banyak sekali.Untuk itu, Netscape, Internet Explorer menyediakan cara untuk mengatur bookmark ini. Bila Anda menggunakan Netscape, coba pilih Edit Bookmark yang ada di Menu BookMark. Cara yang hampir sama bisa dilakukan untuk Anda yang menggunakan Internet Explorer.
Anda bisa menggunakan pengelompokkan seperti yang ada di Yahoo! (bila Anda penggemar berat Yahoo!) atau, menurut definisi sendiri. Misalnya, untuk bookmark koran-koran, Anda bisa memasukkannya ke folder “Koran” dan sebagainya. Pengelompokkan ini akan sangat membantu Anda bila ingin mengunjungi suatu situs yang telah dibookmark.
9. Malu Bertanya Sesat di JalanTernyata pepatah lama tetap berlaku, walaupun banyak orang bilang, internet itu gudangnya informasi. Salah satu sebabnya adalah karena terlalu banyaknya informasi yang ada di sana.Oleh karena itu, jangan ragu-ragu bertanya ke mailing list, atau ke newsgroup yang berhubungan dengan pertanyaan Anda, sedangkan untuk newsgroup yang berhubungan dengan indonesia, bisa Anda baca di:soc.culture.indonesiaalt.culture.indonesisalt.soc.indonesia.maturealt.sci.tech.indonesianBila Anda memiliki masalah teknis tentang teknologi, newsgroup terakhir yang paling cocok untuk mengajukan pertanyaan.
10. Hindari Waktu Sibuk InternetGimana performance koneksi internet Anda? Lambat? Jika demikian pernahkah Anda perhatikan kapan koneksi terasa lambat? Salah satu penyebab kelambatan adalah terlalu banyak pemakai dalam waktu yang sama.Untuk mengatasi masalah kelambatan ini, Anda bisa bereksperimen dengan mengubah waktu-waktu koneksi internet Anda. Mungkin saja bila Anda melakukan surfing sekitar jam 5.00 pagi (setelah subuh) akan mempercepat koneksi karena saat itu masih sedikit yang memakai internet, karena belum bangun tidur. Atau bisa saja Anda melakukannya tengah malam.

jaringan kerjasama perpustakaan di indonesia

Kerjasama perpustakaan perguruan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sejak tahun 1988 menunjuk dan mengembangkan 8 perpustakaan perguruan tinggi sebagai Pusat Layanan Disiplin Ilmu (PUSYANDI).Jaringan Informasi Ilmu-ilmu Budaya dan Ilmu SosialKoordinator: Perpustakaan Nasional RIAlamat: Jl Salemba Raya 28 A, Jakarta 10430Telp.: (021) 301-411; Fax.: (62-21) 310-3554
Jaringan Informasi bidang Ilmu Pengetahuan dan TeknologiKoordinator: Pusat Dokumentasi Informasi Ilmiah LIPI JakartaAlamat: Jl Gatot Subroto No 10, Jakarta 12190Telp.: (021) 583-465, (021) 510-719; Fax.: (62-21) 583-467
Di antara perpustakaan penunjang terdapat Pusat Penyelidikan sebagai berikut:

Masalah kelistrikan (Jakarta)Lemigas (Jakarta)BATAN (Jakarta, Bandung, Yogyakarta)Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan (Bandung)Direktorat Penyelidikan Tatakota dan Daerah (Jakarta)ITT (Bandung)ITB (Bandung)Tambang & Pengolahan Bahan Galian (Bandung)Direktorat Geologi (Bandung)Bosscha Observatorium (Bandung)PT Semen Gresik (Gresik)Jaringan ini cukup kuat dan berhasil dalam penelusuran kepustakaan.

Jaringan Informasi bidang Biologi dan PertanianKoordinator: Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian BogorAlamat: Jl Ir H Juanda 20, Bogor 16122Telp.: (0251) 21746Jaringan ini memiliki keuntungan karena umumnya perpustakaan yang bergerak dalam bidang penelitian masalah biologi dan pertanian terdapat di Bogor.Perpustakaan penunjang lainnya, misalnya:Perpustakaan Balai Penelitian (RISBA) di MedanBP3G di Pasuruan

Jaringan Informasi bidang Kedokteran dan KesehatanKoordinator: Sub bagian perpustakaan, Bagian Dokumentasi dan Pengolahan Data, Badan Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan Jakarta.Alamat: Jl Percetakan Negara 20, Jakarta Pusat, PO BOX 1226Telp.: (021) 414-226Tugas pokok jaringan ialah memperlancar pengadaan, pengolahan, dan pendayagunaan informasi. Tata kerja: Pusat Jaringan, dibantu oleh perpustakaan penunjang dan perpustakaan setempat.

Perpustakaan penunjang antara lain:Perpustakaan Kesehatan Pusat, Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaFakultas Kedokteran Universitas AirlanggaLembaga Penelitian Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera UtaraBadan Koordinasi Keluarga Berencana NasionalDisamping perpustakaan tersebut diatas, masih terdapat lagi perpustakaan Dinas Kesehatan yang berjumlah lebih dari 119 buah, juga berbagai perpustakaan dalam lingkungan Departemen Kesehatan, Perpustakaan Konsorsium Ilmu Kedokteran dan Perpustakaan Percontohan.Jaringan Informasi bidang keluarga Berencana dan KependudukanKoordinator: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jakarta.Jaringan ini mulai dibentuk pada tahun 1974, mempunyai perpustakaan penunjang terbesar di Jakarta.

Perpustakaan Keluarga Berencana yang berada di propinsi, kabupaten, dan kotamadya lebih banyak berupa perpustakaan kerja dengan koleksi yang disediakan oleh BKKBN. Jaringan ini terutama kuat dalam masalah distribusi terbitan BKKBN.Jaringan Informasi bidang Hukum dan Perundang-undanganKoordinator: Badan Pembinaan Hukum Nasional JakartaAlamat: Jl Mayor Jend Sutoyo, Cililitan Jakarta TimurPusat jaringan ini adalah Pusat Dokumentasi Hukum (PDH-BPHN). Tugas PDH-BPHN:Mengatur dan menyelenggarakan data dan informasi hukum dalam arti menghimpun peraturan dan perundang-undangan, tulisan karya ilmiah hukum dan putusan pengadilan,Membina dan menyelenggarakan perpustakaan hukum serta menyelenggarakan jaringan informasi dan dokumentasi hukum,Menyelenggarakan publikasi penelitian, pertemuan ilmiah dan majalah hukum.

Mulai aktif sejak tahun 1975, kini unit jaringan ini terbagi atas:Pusat Dokumentasi Hukum, Biro Hukum, berbagai badan yang berada di Jakarta, berjumlah 52 buah.Perpustakaan di Jakarta (15 buah).Perpustakaan Fakultas Hukum, Universitas, Institut (35 buah)Perpustakaan Negara dan Umum (6 buah)Biro Hukum Pemerintahan Daerah (17 buah)Biro Lembaga lain-lain (7 buah)Jaringan Informasi bidang Masalah Bangunan dan PerumahanKoordinator: Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah, Direktorat Jenderal Cipta Karya Jakarta.Alamat: Jl Raden Patah 1/I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.Jaringan Informasi bidang Teknologi, Lingkungan Hidup dan Alih TeknologiKoordinator: Perpustakaan Sentral LIPI BandungAlamat: Jl Cisitu, Bandung 40135 (Kompleks LIPI)

Disamping menjalin kerjasama yang erat dengan berbagai sistem informasi di lingkungan LIPI, jaringan ini juga bekerja erat dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat, terutama lembaga swadaya yang bergerak di bidang teknologi tepat guna.Jaringan Informasi bidang Pertahanan dan KeamananKoordinator: Perpustakaan Departemen Pertahanan Keamanan RI Jakarta.

Mulai dibentuk tahun 1978, terutama bergerak dalam lingkungan perpustakaan Departemen Hankam and unit ABRI seperti Perpustakaan Sejarah Militer TNI-AD, Pusat Sejarah ABRI, dan lain-lain.Jaringan Informasi Bidang Pemukiman ManusiaKoordinator: Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, BandungTerutama bergerak dalam bidang informasi perumahan.Jaringan Informasi bidang Masalah LingkunganKoordinator: Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan Lingkungan Hidup Jakarta.Dibentuk pada bulan Mei 1980. Kantor Menteri PPLH merupakan ‘National Focal Point’ (Pusat Referal) dengan PDII sebagai pelaksana teknis/operasional. Focal point tersebut dikaitkan dengan INFOTERA, sebuah jaringan informasi internasional bidang lingkungan. Focal point Indonesia telah melayani permintaan untuk menelusuri sumber informasi yang relevan dalam bidang lingkungan hidup.

Jasa yang dapat diberikan oleh National Focal Point adalah:Menampung pertanyaan referal mengenai human settlement and habitat environmental selection, decertification pulp and paper industry.Menyalurkan permintaan informasi kepada sistem informasi internasional.National Focal Point bersedia memberikan jasa informasi fotokopi dari karangan yang diperlukan oleh anggota jaringan. Hingga tahun 1981 yang tercatat pada INFOTERA adalah:Lemigas, Direktorat Penyelidikan Masalah BangunanLembaga Oseanografi NasionalBagian Biologi ITBPPMLLembaga Ekologi UNPADBadan Kebijaksanaan Perumahan NasionalLembaga Masalah Ketenagaan IPBBiotrop/SEAMEODepartemen PertambanganBP3KDepartemen Arsitektur ITBSTRAPA Group ITBDirektorat Perlindungan dan Pengawetan AlamJaringan Informasi Pengkajian IslamKoordinator: Perpustakaan Pusat Islam Masjid Istiqlal JakartaAlamat: Masjid Istiqlal, Jl Taman Wijayakusuma, PO BOX 4419 Jakarta Pusat.

Mengkoordinasikan berbagai perpustakaan yang khusus bergerak dalam bidang kajian Islam seperti Perpustakaan Islam (Yogyakarta) yang memiliki koleksi yang kaya akan kajian Islam, berbagai perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) serta perpustakaan pesantren dan masjid. Baru bergerak sekitar awal tahun 1980an.Jaringan Informasi KewanitaanKoordinator: Menteri Muda Urusan Wanita JakartaAlamat: PDII-LIPI, Jl Jend Gatot Subroto 10, Jakarta 12190Dalam praktek erat bekerja sama dengan Pusat Dokumentasi Informasi Ilmiah, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI). Terutama bergerak dalam subyek yang menyangkut wanita; telah menerbitkan tesaurus bidang kewanitaan, bibliografi wanita Indonesia serta bekerjasama dengan pusat dokumentasi sejenis di Asia Tenggara.

Senin, 13 Oktober 2008

layanan perpustakaan di perpustakaan utama uin jakarta

Perpustakaan mempunyai tugas merencanakan pengembangan kepustakaan dan pustakawan, mengadakan dan memberikan pelayanan bahan pustaka untuk keperluan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, mengadakan kerjasama antar perpustakaan, mengendalikan, mengevaluasi serta menyusun laporan kepustakaan.
Selain itu perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mempunyai fungsi: penyusunan konsep rencana dan program kerja, perencanaan pengembangan kepustakaan, pelaksanaan pelayanan referensi, pemeliharaan bahan pustaka, pelaksanaan katalogisasi, pelaksanaan tata usaha perpustakaan, pelaksanaan administrasi perpustakaan, penyusunan bibliografi - indek dan sejenisnya, pengendalian dan pengevaluasian serta penyusunan laporan kepustakaan, pelaksanaan penilaian prestasi dan proses penyelenggaraan kegiatan serta penyusunan laporan.
Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan dibagi dua:
A. Perpustakaan Utama
Perpustakaan Utama berfungsi melayani mahasiswa, dosen, karyawan dan masyarakat umum dalam menyediakan bahan bacaan yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan penelitian ilmiah dan lainnya. Perpustakaan ini terdiri dari tiga lantai, dilengkapi dengan ruang komputer dan menggunakan pelayanan dengan sistem on line melalui komputer, serta menggunakan fasilitas multi media yang prima.
B. Perpustakaan Fakultas
Perpustakaan Fakultas berfungsi melayani mahasiswa, dosen, karyawan dan masyarakat umum dalam menyediakan bahan bacaan yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan penelitian dan lainnya yang relevan dengan fakultas yang bersangkutan. Perpustakaan Fakultas ini berada di seluruh Fakultas di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
SEJARAH
Keberadaan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah sejalan dengan keberadaan UIN itu sendiri, yaitu dimulai sejak berdirinya ADIA ( Akademi Dinas Ilmu Agama ) pada tanggal 1 Juni 1957. Perpustakaan pada waktu itu amat sederhana, terdiri dari satu ruangan, koleksinya tercatat ada 2.000 eksemplar, dikelola oleh seorang pegawai. Perpustakaan mulai bangkit pada periode kepemimpinan Drs H.A Syadali (sekarang mantan rektor IAIN Jakarta periode 1984 - 1993 ).
Pada waktu itu perpustakaan mulai dikelola secara sistematis. Buku mulai diklasifikasikan menurut DDC, sistem peminjaman sudah mulai teratur, pegawai berjumlah 4 orang.Pada tahun 1964, perpustakaan dipimpin oleh Ny. Nabilah Lubis, seorang Sarjana Muda Ilmu Perpustakaan Alumni Universitas Cairo, Mesir. Pada kepemimpinan beliau perpustakaan lebih berkembang lagi. Banyak sumbangan buku dari berbagai kedutaan khususnya Kedutaan Mesir dan Saudi Arabia.Pada tahun 1971 - 1973 Perpustakaan dipimpin oleh Ny. Dra. H. Halimah Madjid ( sekarang Dosen fak. Tarbiyah ),
Pada kepemimpinan beliau perpustakaan lebih semarak. Koleksinya tercatat: 7661 Judul, 33557 eksemplar. Gedungnya menempati 3 unit, pegawainya berjumlah 25 orang. Dan pada masa beliau perpustakaan IAIN (tahun 1980 ) tercatat sebagai perpustakaan Perguruan Tinggi terbaik se-DKI Jakarta.
Pada tahun 1983- 1984 perpustakaan dipimpin oleh Drs. M. Kailani Eryono ( alumni JIP-FSUI ). Pada periode beliau perpustakaan bertambah meningkat lagi. Pada tahun 1984 sampai 1998 perpustakaan dipimpin oleh Drs. Zaenal Arifin Toy, M.S ( alumni B. Inggris IAIN Jakarta plus Master of Library and Information Science Univ of Illionis, Urbana- Champaign, 1984 ).
Mulai tgl. 1 Desember 1998 sampai sekarang, perpustakaan pusat UIN Jakarta dikepalai oleh : Drs. M. Djuhro, Alumni Jurusan Ilmu Perpustakaan, Universitas Indonesia.
ORGANISASI
Perpustakaan dipimpin oleh kepala yang membawahi T.U. dan Kep Urusan :Tata Usaha ( T.U.)Mengelola ketatausahaan perpustakaan, surat menyurat, menyiapkan bahan laporan pertanggung jawaban kepada Rektor dll.
Urusan-urusan
Urusan Pengadaan Bertugas menyelenggarakan pengadaan menyeleksi dan mengadakan bahan pustaka ( buku, majalah dll ) dengan cara beli dan hadiah atau hibah. Urusan Layanan Teknis Bertugas memproses bahan pustaka dengan cara mengklasifikasi, dan mengkatalog serta filing kartu katalog.Urusan Layanan Sirkulasi Bertugas pengaturan sirkulasi buku yaitu mengatur : keanggotaan, peminjaman, pengembalian dan menjaga ketertiban koleksi.
Urusan Layanan Referensi Bertugas menyelenggarakan layanan koleksi referensi, menyusun bibliografi atau indeksi, dan menjaga kerapihan koleksi refrensi.Urusan Pemeliharaan Bertugas memelihara koleksi dan gedung secara fisik, dengan cara penjilidan, laminasi dan fumingasi.Urusan Otomasi Yang merintis program computerisasi perpustakaan untuk meningkatkan servis dan administrasi.
PERSONALIA
Pengelolaan perpustakaan secara operasional ditangani oleh 39 orang pegawai dengan klasifikasi:
a. S2 Ilmu perpustakaan : 1 orang
b. S1 Ilmu perpustakaan : 1 orang
c. S1 ganda ( S.Ag. SIP ) : 2 orang
d. S1 Agama Islam plus kursus perpustakaan : 4 orang
e. Sarmud plus kursus perpustakaan : 4 orang
f. SLTA plus kursus perpus : 9 orang
g. SLTA min kursus perpus : 5 orang
h. SLTP : 1 orang
i. Tenaga Honorer : 4 orang
JASA PERPUSTAKAAN
Perpustakaan terbuka untuk civitas academica serta instansi lain yang memerlukan :
Waktu pelayanan
Senin sampai dengan Jum’at : 08.00 - 18.00
Sabtu : Selving ( tidak ada layanan )
Keanggotaan:
Yang berhak menjadi anggota :
Civitas Academika ( mahasiswa )
Peserta pendidikan calon dosen
Peserta pendidikan Kader Ulama
Anggota Istimewa
Syarat-syarat menjadi anggota:
Mengisi formulirMelampirkan Form D bagi mahasiswaMembayar uang administrasiPeminjaman:Tiap anggota dapat meminjam 4 buku selama 7 hari dan dapat diperpanjang 7 hari lagi.
Yang terlambat dikenakan denda:Rp 100,- / hari koleksi umumRp 50,- / jam koleksi referensi
JASA INFORMASI
Sejak tahun 1983 perpustakaan meningkatkan jasa informasi berupa bimbingan penelusuran literatur. Bertempat di ruang referensi Jasa diberikan kepada para pemakai yang belum terampil dalam menggunakan bahan referensi, seperti indeks, abstrak, dll

pustakawan dan layanan informasi

Jaman selalu berjalan dan berubah, begitu juga kebutuhan dan sarana beriringan dalam berbagai dinamika Perpustakaan beserta Pustakawannya. Citra lama mengenai Pustakawan sudah mulai bergeser dengan tantangan yang kian majemuk, bukan hanya sebagai pendukung atau pendamping dalam pemenuhan kebutuhan informasi belaka, tetapi juga pada kelihaian dan penguasaan menjangkau informasi dimana saja, kapan saja, dan untuk siapa saja.Perpustakaan sebagai inti dari setiap program pendidikan, pengajaran, penelitian (The Heart of The Educational Programs) sangat membutuhkan tangan-tangan yang profesional agar perpustakaan dapat difungsikan secara optimal. Perpustakaan mempunyai fungsi utama memberikan dan melaksanakan kegiatan perpustakaan dalam usaha pemberian layanan kepada pengguna. Layanan kepada pengguna itu dapat berupa :Pelayanan penunjukan (reference service) Pelayanan pemberian informasi (information service);Pelayanan pemberian bimbingan pada pembaca (reader advisory work).Fungsi-fungsi di atas mungkin tidak kita temukan (kalaupun ada, mungkin masih kurang memuaskan) bila perpustakaan ditangani oleh manusia-manusia dengan kemampuan yang “apa adanya”.Kondisi perpustakaan yang sudah memanfaatkan teknologi informasi untuk menunjang fungsinya sebagai sumber ilmu pengetahuan, merupakan suatu tantangan baru bagi kalangan pustakawan. Pustakawan harus terampil menggunakan teknologi informasi yang ada diperpustakaan supaya pustakawan dapat terus menjalankan fungsi yang mulia yaitu membantu para pengguna untuk menemukan solusi dari permasalahannya.
Pustakawan juga bertanggung jawab untuk mengurusi informasi yang ada dengan kemampuan literasi informasi.Pustakawan harus memiliki kemampuan literasi informasiPenguasaan literasi informasi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pustakawan. Literasi informasi diambil dari istilah asing yaitu Information Literacy, memiliki definisi sebagai berikut :
ACRL (2000), dikutip dari www.cardiff.ac.uk menyebutkan Information literacy is defined as a set of abilities requiring individuals to "recognise when information is needed and have the ability to locate, evaluate, and use effectively the needed information.
Secara sederhana Hanna Latuputty (2007) literasi informasi adalah kemampuan memecahkan masalah untuk menemukan solusi dengan mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, menyusun, menciptakan, menggunakan dan menemukan.Sebagai pustakawan untuk dapat menguasai literasi informasi maka kemampuan penelusuran on-line menjadi syarat mutlak bagi pustakawan.
Bisa dibayangkan betapa sulitnya kita sebagai pustakawan jika ada pengguna Perpustakaan yang menginginkan informasi dari internet sementara kita tidak bisa mengoperasikan internet atau sebaliknya mampu mengoperasikan internet tetapi tidak tahu harus kemana menelusur informasi.Meskipun saat ini Pustakawan banyak yang memanfaatkan internet sebagai sarana penelusuran informasi, akan tetapi hal tersebut tidak menjamin Pustakawan tersebut memiliki bingkai berfikir bagaimana menemukan informasi yang dibutuhkan pengguna. Banyak diantara pengguna justru melakukan sendiri kegiatan literasi informasi ketimbang melalui Pustakawan. Apa pasal ?
apakah lebih karena ketidakpercayaan pada Pustakawan atau ketidaktahuan pengguna akan kemampuan Pustakawan dalam literasi informasi ?
Bisa jadi keduanya merupakan jawaban yang benar, akan tetapi yang terpenting dari sisi Pustakawan sendiri adalah adanya 3 hal yang segera dimiliki guna mengikuti dinamika Pustakawan dalam hal literasi informasi, yaitu kemauan belajar, memiliki obsesi (tidak cepat puas akan kemampuan yang dimiliki) dan bertanggungjawab dalam implementasi baik secara etika maupun kontribusi kepada pengguna Perpustakaan.
Daftar Referensi
ACRL (2000), Information Literacy: Guidance Note, diakses 1/05/2008 dari http://www.cardiff.ac.uk/learning/practices/infolitguidnote/informationlitgn.htmlLatuputty, Hanna (2007), makalah pelatihan literasi informasi : Literasi Informasi untuk Peguruan Tinggi. Yogyakarta.
Proboyekti, Umi (2008), Blog : Persiapan kelas literasi informasi, diakses 14/05/08 dari http://sambungjaring.blogspot.com/2008/04/modul-literasi-informasi.html
Research center for biotechnology : LIPI (2007), Literasi Informasi perlu diintegrasikan dalam pembelajaran, diakses 6/05/08 dari http://www.biotek.lipi.go.id/index.php?option=content&task=view&id=331&catid=81&Itemid=51n

Kamis, 09 Oktober 2008

proposal pengembangan perpustakaan

I. Dasar Pemikiran
Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah perpustakaan yang berada di lingkungan perguruan tinggi yang pada hakikatnya merupakan bagian integral dari suatu perguruan tinggi. Perpustakaan ini bersama-sama dengan unit kerja lainnya dan dengan peran yang berbeda-beda, bertugas membantu perguruan tingginya untuk melaksanakan program Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tujuan diselenggarakannya perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk menunjang terlaksananya program pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di perguruan tinggi atau lazim dikenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Hal ini ditempuh melalui pelayanan informasi yang meliputi lima aspek yaitu: pengumpulan informasi, pengolahan informasi, pemanfaatan informasi, penyebaran informasi, pemeliharaan/pelestarian informasi.Untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut perpustakaan perguruan tinggi memiliki koleksi antara lain adalah buku, majalah, laporan hasil penelitian, surat kabar, kaset audio, CD-ROM serta layanan internet.
Semua bahan koleksi ini disimpan di perpustakaan dengan tata urutan yang sistematis sehingga mudah dan cepat dalam penemuan kembali informasi. Biasanya pada perpustakaan perguruan tinggi, koleksi perpustakaan dilayankan dengan sistem terbuka kepada pengguna. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada pengguna untuk memilih bahan pustaka yang diinginkan dan sangat bermanfaat untuk meningkatkan minat baca. Pengguna pun akan memiliki alternatif lain seandainya bahan pustaka yang dikehendaki tidak ada, maka ia dapat memilih bahan pustaka yang lain yang sesuai.
Perpustakaaan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan salah satu pusat informasi yang khususnya di butuhkan oleh para mahasiswa dan civitas akademik pada Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di mana fakultas ini mempunyai empat program studi yaitu Program Studi Kesehatan Masyarakat, Program Studi Farmasi, Program Studi Pendidikan Dokter dan Progranm Studi Keperawatan, dimana tiap-tiap program studi masing-masing membutuhkan informasi yang berbeda-beda sesuai dengan disiplin ilmunya.
Berkembangnya program-program studi tersebut membuat perpustakaan harus lebih aktif dan peka terhadap kebutuhan para pemakai khususnya mahasiswa dan civitas akademik pada Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan diharapkan dengan berkembangnya prodi-prodi yang ada membuat perpustakaan menjadi tempat yang ideal bagi para civitas akademik Fakultas Kedoteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam penelusuran informasi sesuai dengan kebutuhan disiplin ilmunya masing-masing serta di fasilitasi dengan kebutuhan perpustakaan untuk menunjang kebutuhan para pemakai perpustakaan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
II. Maksud Dan Tujuan
Agar para mahasiswa dan civitas akademik Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan dapat menelusuri informsi secara cepat. dan efektif.Agar para mahasiswa dan civitas akademik mendapatkan fasilitas yang memudahkan mereka untuk dapat berkembang di perpustakaan. sesuai dengan perkembangan zaman.
III. Tim Pelaksana
Tim pelaksana pengembangan Perpustakaaan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah pustakawan dan staff Perpustakaan Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
IV. Waktu Pelaksanaan
Bulan Juli 2008 s/d Bulan Juli 2009
V. Anggaran Dana
( Terlampir )
VI. Susunan Kepanitiaan
( Terlampir )
VII. Penutup
Demikianlah proposal pengembangan Perpustakaan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah ini Kami buat, semoga dapat menjadi acuan atau referensi bagi Bapak/Ibu Pimpinan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mempetimbangkan proposal kami.
KAUR Perpustakaan,
Amrullah Hasbana, MA
NIP. 150302999
Program Jangka Pendek
1. Menerbitkan Kliping Kesehatan. Pengumpulan Kliping dimulai dari Bulan Januari s/d Desember Paket1.000.000,-
2. Membuat Kartu Anggota 2008. Pendaftaran Anggota Perpustakaan baru dimu-lai bulan September, diperkiran ±300 anggota Paket4.000.000,-
3. Pendidikan Pemakai Perpustakaan
Pendidikan pemakai Per-pustakaan sangat ber-guna bagi mahasiswa baru dan atau anggota baru perpustakaan. Gunanya untuk meman-faatkan koleksi perpus-takaan yang ada Paket3.000.000,-
4. Penerbitan Bibliografi
Dengan bertambahnya koleksi perpustakaan, maka dibutuhkan pener-bitan bibliografi untuk mempermudah penelu-suran koleksi perpustakaan Paket 1.000.000,-
5. Pengembangan software
Perpustakaan FKIK menuju perpustakaan digitalisasi, maka dibutuhkan pengembangan software Paket15.000.000,-
6. Pembuatan Statistik
PerpustakaanStatistik disini adalah mendata jumlah pengun-jung, jumlah koleksi perpustakaan sebagai salah satu dasar data Akreditasi Fakultas Paket1.000.000,-
7. Stock Opname
Mendata koleksi per-pustakaan tiap tahunPaket1.000.000,-Laporan TahunanMengevaluasi kegiatan perpustakaan tiap tahun Paket500.000,-
Jumlah 26.500.000,-
Kegiatan Jangka menengah
1. Pengembangan Koleksi
Penambahan koleksi perpustakaan baik dalam wujud CD dan buku Paket10.000.000,-
2.Pemeliharaan Koleksi
Setiap bahan pustaka diperpustakaan FKIK sangat dibutuhkan ma-hasiswa dan atau ang-gota perpustakaan, un-tuk itu demi kenyamanan dan kelangsungan bahan pustaka, dibutuhkan pe-meliharaan koleksi15buku x 12bulanx @Rp. 20.000,-3.600.000,-
3.Pengolahan Buku
Bahan pustaka yang siap pakai, perlu diolah melalui system SIMPUSPaket3.000.000,-
Jumlah 16.600.000,-
Kegiatan Jangka Panjang
1. Pengadaan Sarana Prasarana Perpustakaan FKIK
Mesin Foto Copy
Kamera CC TV Yong Shi YS-17 C
Print Warna Canon IP 1500
Hard disk kapasitas 120-200 Giga
(Persiapan E-library)
Meja baca
Kursi
Rak buku
Lemari Kayu (Untuk display majalah dan buku baru)
Rak Display Koran
Security guard
Loker tas
Komputer
Koleksi Audi Visual
DVD Player
TV 29 inchLCD + Layar proyektor
Rekapulutasi Dana :
Jangka Pendek Rp. 26.500.000,-
Jangka Menengah Rp. 16.600.000,-
Jangka Panjang Rp. 99.600.000,-+
Total Rp. 142.700.000,-
Terbilang“ Seratus Empat Puluh Dua Juta Tujuh Ratus Ribu Rupiah “



Proposal ini Di Susun Oleh :
Amrullah Hasbana, MA
Lolytasari, M. Si
Dra. Ida Darawati
Iif Fikriati Ihsani, MA

E-Library di Perpustakaan FKIK UIN Jakarta

Perpustakaan FKIK berkomitmen untuk meningkatkan layanan kepada sivitas akademika untuk menunjung kelancaran proses belajar mengajar, penelitian dan pengabdian masyarakat, tridarma perguruan tinggi.Sebagai bentuk komitmen tersebut maka Perpustakaan FKIK, disamping terus berupaya menambah koleksi tercetak, berinisiasi merancang bangun e-library.
Tujuan E-library Menyediakan akses pada sumber sumber elektronik seperti jurnal dan databases.
Keuntungan E-library- Menghemat tempat- Mudah dalam penelusuran- Mudah untuk dikutip- Dapat diakses secara onlineKonten E-Library mencakup:- Elektronic journal- e-book- e-print- Artikel Mahasiswa- Foto-foto kegiatan- Dll.
Tim Pengembang E-Library FKIK UIN JKT- Drs. H. Achmad Gholib, MA Penanggung Jawab- Drs. M. Guruh, M.Pd Ketua- Amrullah Hasbana, MA Wakil Ketua- Lolyatasari, M.Si Sekretaris- Dra. Merrizarwida Bendahara- Drs. Gazali Anggota- Dra. Ratna Anggota- Iin Marlina, SE Anggota- Dra. Ida Darawati Anggota- Iif Fikriyati Ihsani, S. Th.I Anggota- Arif Ariyanto Aryadi, S. Psi Anggota- Ela Anggota- Amrin Anggota

Pustakawan dan teknologi informasi

Abstract
Information technology is being more sophisticated. As the one of information worker, it is logically accepted that librarians make the information technology much more useful in their daily activities. If the librarians do, the application of automation system at libraries in Indonesia would not as slow as what occurred nowadays. There are six factors should be considered, i.e. the librarians attitude, the librarians capability, library application program engineering, the librarians’ credit point rules, the curriculum of librarianship education, and profession organization.
Kata kunci: Teknologi Informasi, Sikap Pustakawan, Kemampuan Pustakawan, Program Aplikasi, Angka Kredit, Kurikulum, Organisasi Profesi

A. Pendahuluan
Ledakan informasi merupakan pertanda dari peluang dan tantangan yang akan dihadapi manusia di masa depan. Pembengkakan volume informasi yang dicetuskan, dipindahkan, dan diterima akan terus dan semakin menggelembung. Seiring dengan itu, makna informasi pun meningkat pula. Pada masa itu, manusia akan hidup dalam suatu tatanan masyarakat "baru," yakni masyarakat informasi.
Informasi memerlukan saluran untuk berpindah. Saluran tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah saluran komunikasi. Teknologi telah siap menghadapi kebutuhan akan saluran dimaksud dengan semakin berkembangnya teknologi komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara pengirim dan penerima yang berjauhan dalam waktu singkat. Akibatnya, batas-batas ruang dan waktu menjadi semakin kabur.
Dalam pada itu, hasil temuan Howard Aiken yang bernama komputer semakin hari semakin canggih. Bila pada mulanya komputer berukuran besar hanya bisa digunakan sebagai alat hitung, maka sekarang komputer berukuran kecil dapat dipakai untuk berbagai-bagai keperluan. Bila pada mulanya komputer hanya bisa memindahkan informasi yang diolahnya ke media cetak atau bahkan hanya ke layar monitornya sendiri, maka sekarang komputer dapat dipakai untuk memindahkan sejumlah besar informasi menempuh jarak yang jauh dalam waktu singkat. Semua itu adalah karena kecanggihan komputer "menumpang" kecanggihan alat komunikasi.
Sementara itu, perpustakaan adalah salah satu dari lembaga-lembaga pengelola informasi, terutama informasi yang bermuatan pengetahuan. Perpustakaan, dengan demikian, merupakan salah satu sarana bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Bagaimanapun, dalam era ini, pekerja informasi tidak lagi hanya pustakawan, namun juga pialang informasi, pekerja di bidang penerbitan, pangkalan data bibliografis, jasa pengindeksan khusus, manajemen media (Sulistyo-Basuki, 1997: 2). Ledakan informasi yang melibatkan seluruh infrastruktur informasi tersebut membuat pustakawan mempunyai "saingan." Persaingan ini dapat menjadikan pustakawan tidak berarti, terlibat dalam arti tetap bertahan hidup, atau menjadi ujung tombak dalam penyebaran informasi. Akan tetapi, "kalah" atau "menang", pustakawan mestilah berupaya melaksanakan tugasnya di bidang informasi, terutama dalam rangka menjalankan fungsi pendidikan yang melekat pada perpustakaan.
Ledakan informasi kemudian mengakibatkan pengolahan (sumber) informasi di perpustakaan
Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.1, No.2, Desember 2005 Ardoni: Teknologi Informasi: Kesiapan Pustakawan Memanfaatkannya USU Repository © 2006 Halaman 33
seakan-akan lamban. Sumber informasi yang semestinya dikumpulkan, diolah, disebarkan, dan dilestarikan tidak lagi hanya berbentuk media cetak atau audiovisual, melainkan bertambah dengan adanya komputer, laserdisk (LD), CD-ROM (Compact Disk Read Only Memory), VCD (Video Compact Disk), dan sebagainya (Septiyantono, 1997: 1 et seq.). Dalam penelusuran informasi muncul kebutuhan akan penambahan jumlah titik sibak (access point) selain titik sibak "konvensional," seperti pengarang, judul, dan subjek. Untuk semua itu, perpustakaan berupaya meningkatkan kinerjanya, antara lain dengan menerapkan teknologi informasi. Pertanyaannya adalah siapkah pustakawan memanfaatkan teknologi tersebut?
B. Teknologi Informasi
Dalam The Dictionary of Computers, Information Processing and Telecommunications (Hariyadi, 1993: 253), teknologi informasi diberi batasan sebagai teknologi pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran berbagai jenis informasi dengan memanfaatkan komputer dan telekomunikasi yang lahir karena "... adanya dorongan-dorongan kuat untuk menciptakan teknologi baru yang dapat mengatasi kelambatan manusia mengolah informasi..." (Pendit, 1994: 37). Kelambatan itu terasa sebab volume informasi semakin cepat membengkak. Pendit menambahkan bahwa teknologi informasi memungkinkan konsumsi informasi dalam jumlah besar dan kecepatan luar biasa. Kemampuan tersebut terutama disebabkan oleh "ujung tombak" teknologi informasi, yakni komputer.
Charles Sanders Peirce (Lubbe dan Nauta, 1992: 5-6) mengemukakan dalam filosofi "triadic"-nya (lihat Gambar 1.) bahwa teknologi informasi adalah salah satu sudut segitiga sama sisi yang melambangkan teknologi; dua sudut lainnya adalah energi dan materi. Teknologi informasi sendiri lahir sekitar 1947 ditandai dengan ditemukannya komputer sebagai komponen utamanya, setelah masa teknologi yang mengeksploitasi materi 50.000 tahun sebelum Masehi sampai abad ke-18 dan masa teknologi yang mengeksploitasi energi mulai abad ke-18 sampai 1947.
InformasiEnergiMateriSimulasi/ModelAutomasiKecerdasanBuatanGambar 1. Filosofi Triadic Peirce
Lebih lanjut, Peirce (Lubbe dan Nauta, 1992: 6) menyatakan bahwa teknologi informasi dapat pula dilambangkan sebagai segitiga sama sisi dengan tiga titik sudutnya masing-masing automasi, simulasi/model, dan kecerdasan buatan/sistem berbasis pengetahuan (sistem pakar).
1. Automasi
Di pusat-pusat dokumentasi dan informasi (pusdokinfo), termasuk perpustakaan, automasi adalah istilah yang sering dipakai untuk menyatakan penerapan komputer untuk mengolah, menyimpan, dan menyebarkan informasi. Komputer dapat dimanfaatkan di perpustakaan dengan tersedianya perangkat lunak yang sesuai, antara lain TINLib, Inmagic, dan Datatrek (Hariyadi, 1992: 253-66). Perangkat lunak tersebut ada yang dibuat "terbuka" sehingga untuk memakainya pustakawan mesti membangun pangkalan data sendiri, dan ada pula yang dibuat secara khusus untuk perpustakaan tertentu (tailor made).
Tujuan automasi di perpustakaan adalah untuk mengatasi pekerjaan yang menumpuk, meningkatkan efisiensi, memberikan pelayanan baru serta mengadakan kerja sama dan sentralisasi (Kusumaningrum, 1998: 119). Tujuan demikian dapat dicapai dengan memanfaatkan komputer karena kemampuan komputer dalam menyimpan sejumlah besar data, dan kemampuannya dalam menggabungkan data sesuai dengan situasi serta seperangkat kondisi yang diberikan. Komputer dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan rutin yang berulang-ulang dengan cara yang sama, seperti pembuatan daftar pengadaan bahan
Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.1, No.2, Desember 2005 Ardoni: Teknologi Informasi: Kesiapan Pustakawan Memanfaatkannya USU Repository © 2006 Halaman 34
pustaka (accession list), pengadministrasian peminjaman bahan pustaka, dan pencetakan katalog kartu. Jadi, dengan adanya sistem automasi diharapkan semua kegiatan rutin dan penelusuran informasi di pusdokinfo dapat berlangsung secara mudah, cepat, dan akurat (Yusuf, 1988: 56).
2. Simulasi/model
Menurut Peirce (Lubbe dan Nauta, 1992: 6) simulasi dan model berhubungan dengan karakter aktualitas dan referensial. Tujuan simulasi dan model adalah menggambarkan atau menjelaskan dunia dengan cara/gambar yang mudah dipahami. Di pusdokinfo Indonesia, simulasi dan model belum begitu banyak digunakan. Biasanya simulasi/model lebih banyak diperlukan di tempat-tempat pelatihan, misalnya pelatihan pilot pesawat terbang, pelatihan militer, dan lain-lain.
3. Kecerdasan Buatan dan Sistem Berbasis Pengetahuan
Kecerdasan buatan (artificial inteligence) adalah produk dari pemikiran bahwa komputer dapat diprogram untuk memiliki kecerdasan menyerupai manusia, seperti belajar, melakukan penalaran, adaptasi, dan mengoreksi pengetahuan yang dimilikinya (Zager & Smadi, 1992: 146). Batasan yang lebih praktis adalah kecerdasan buatan merupakan kajian tentang pemikiran atau ide yang memungkinkan komputer menjadi cerdas (Carrico; Girard; Jones, 1989: 3). Di pusdokinfo, kecerdasan buatan dapat dipakai di layanan yang membutuhkan konsultasi seperti layanan rujukan, namun produk teknologi ini belum dimanfaatkan oleh pustakawan.
C. Teknologi Informasi dan Pustakawan
Bagaimanapun, dari ketiga "titik sudut" teknologi informasi, automasi merupakan yang paling banyak kemungkinan penerapannya di pusdokinfo. Namun sampai saat ini belum ada satu pun pusdokinfo di Indonesia yang telah menerapkan automasi secara penuh. Beberapa di antara pusdokinfo memang telah memanfaatkan komputer untuk pekerjaan rutin, administrasi, atau penelusuran, akan tetapi komputer belum terpasang dalam sebuah sistem yang utuh. Sistem automasi yang utuh diartikan sebagai sebuah sistem yang merangkai secara terpasang (online) setiap jenis kegiatan di perpustakaan sehingga komputer menghasilkan informasi yang bersifat serta merta (instant information). Misalnya bila sebuah buku X dipinjam dan dicatatkan ke komputer di layanan sirkulasi, maka data peminjaman tersebut diinformasikan seketika itu juga kepada pemakai yang sedang melakukan penelusuran bahwa buku X telah berkurang jumlah eksemplarnya sebanyak satu buah. Jadi pemakai dapat memperoleh informasi tentang keberadaan sebuah buku apakah di rak atau di tangan peminjam. Sistem automasi yang utuh juga berarti bahwa data terpusat di satu tempat (file server) yang dapat dimanfaatkan melalui terminal-terminal secara serentak.
Mengacu pada pengertian sistem automasi di atas, dapat dikatakan perkembangan automasi amat lamban dibandingkan perkembangan teknologi informasi. Lambannya perkembangan automasi di pusdokinfo Indonesia cukup mengherankan karena tidak sedikit pusdokinfo yang mampu mengadakan perangkat keras komputer. Dalam hal perangkat lunak, di pasaran berbagai program aplikasi untuk pusdokinfo telah tersedia. Begitu pula, pelatihan-pelatihan di bidang automasi pun telah sering digunakan. Pustakawan-pustakawan seakan-akan akrab dengan kata-kata automasi, CDS/ISIS, pangkalan data, internet, dan kata-kata lain yang mencerminkan bahwa pustakawan "kenal baik" dengan automasi. Lalu, mengapa perkembangan automasi masih tertatih-tatih?
Menurut Rouse (Kusumaningrum, 1998: 119) keberhasilan inovasi terfokus pada faktor manusia yang berkenaan dengan nilai, persepsi, dan keseimbangan manusia yang terlibat dalam proses inovasi itu. Kalau begitu, keberhasilan penerapan teknologi informasi atau lebih khusus automasi lebih banyak tergantung pada manusia dan bukan pada perangkat keras atau perangkat lunak. Artinya pula, untuk automasi tidaklah mesti menggunakan perangkat merk tertentu atau perangkat lunak tertentu karena kinerja sistem berbantuan komputer ini lebih dipengaruhi oleh manusia pengguna sistem tersebut.
1. Sikap Pustakawan
Sehubungan faktor manusia, ternyata terdapat dua kelompok pustakawan yang dibagi berdasarkan sikapnya terhadap sistem automasi (Bichteler, 1987: 282). Kelompok pertama adalah pustakawan-pustakawan yang menerima
Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.1, No.2, Desember 2005 Ardoni: Teknologi Informasi: Kesiapan Pustakawan Memanfaatkannya USU Repository © 2006 Halaman 35
sistem automasi secara antusias dan memperlihatkan minat mereka dengan mempelajari sistem dan terlibat dalam program-program pelatihan. Kelompok kedua adalah pustakawan-pustakawan yang menolak sistem automasi, biasanya pustakawan-pustakawan yang lebih senior. Anggota kelompok ini tidak mempercayai "benda tak dikenal" tersebut dan berusaha menghindari benda itu. Mereka terbelenggu oleh perasaan khawatir dan lebih tertarik pada sistem yang konvensional. Mereka juga khawatir akan kehilangan pekerjaan karena pekerjaan tersebut digantikan oleh komputer.
Sikap kelompok yang menolak sistem automasi demikian barangkali dapat "dipahami" karena, bagaimanapun, penerapan komputer di pusdokinfo sedikit banyaknya akan menyebabkan perubahan pada sistem dan prosedur kerja. Tentunya tidak semua orang "diuntungkan" oleh perubahan tersebut. Orang-orang yang merasa tidak mampu menggunakan komputer akan merasa cemas karena posisinya mungkin akan digantikan oleh orang lain yang bisa mengoperasikan komputer. Demikian juga, beberapa kebiasaan dalam bekerja tentunya perlu berubah pula dan tidak semua orang dapat mengubah kebiasaannya.
Salah satu cara mengubah sikap negatif pustakawan yang menolak sistem automasi adalah dengan melibatkan pustakawan dalam pembangunan sistem tersebut sejak awal. Dengan demikian, pustakawan bisa meyakinkan dirinya bahwa dia tidak akan ditinggalkan atau digantikan oleh komputer. Sekaligus, pustakawan akan mengetahui hal-hal yang dibutuhkan dalam lingkungan yang terautomasi sehingga dapat menyiapkan dirinya agar tetap terlibat di dalam sistem tersebut. Keterlibatan pustakawan dalam proses perencanaan maupun penerapan sistem automasi juga akan membentuk cara pandang pustakawan yang positif tentang sistem automasi.
Perubahan antara sistem manual ke sistem berbantuan komputer juga perlu dilakukan secara bertahap. Bila pustakawan biasanya membuat konsep katalog, maka secara berangsur-angsur pustakawan diminta untuk memindahkan data bibliografis ke lembar kerja berupa formulir yang mirip dengan lembar kerja di layar monitor komputer nantinya. Perubahan secara bertahap tentunya tidak akan membuat pustakawan shock dan tanpa disadarinya telah bekerja di dalam sistem "automasi" tanpa komputer. Pada gilirannya, komputer dapat diperlakukan sebagai pengganti pena dan kertas dengan cara dan prosedur kerja yang tetap.
2. Kemampuan Pustakawan
Bagaimanapun, kemampuan menggunakan komputer para pustakawan yang belum merata kalau tidak dapat disebut rendah. Tambahan pula, dengan digunakannya program-program aplikasi berbahasa pengantar bahasa Inggris dan pada umumnya perintah-perintah dasar komputer serta bantuan yang diberikan dalam bahasa itu, peningkatan kemampuan pustakawan semakin sukar. Tidak dapat disangkal ⎯meski tidak didukung data penelitian⎯ jumlah pustakawan yang memahami bahasa Inggris (pasif) tidaklah begitu banyak.
Dalam hal lain, format data yang disimpan dalam pangkalan data bibliografis dalam sistem automasi di Indonesia, yakni IndoMARC (Indonesia Machine Readable Catalogue), belum begitu memasyarakat di kalangan pustakawan. Banyak pustakawan yang merasa "disibukkan" oleh tanda-tanda yang digunakan dalam format ini sewaktu meng-entry-kan data. Anggapan lain yang tidak benar adalah bahwa tanda-tanda ^ (tudung) atau nomor tengara (tag) diperlukan karena program aplikasi yang digunakan adalah CDS/ISIS, sedangkan kalau program aplikasi dibangun dengan Visual FoxPro tidak perlu tanda-tanda yang "susah" itu. Semua itu menyiratkan bahwa pustakawan belum memiliki wawasan yang benar tentang IndoMARC.
Upaya peningkatan kemampuan pustakawan memang telah sering dilakukan, misalnya dalam penataran atau pelatihan komputer. Hanya saja, materi penataran/pelatihan itu lebih menekankan pada keterampilan menggunakan program tertentu dan kadangkala malah kurang bermanfaat dalam pekerjaan kepustakawanan, misalnya program CDS/ISIS atau "keturunannya" WINISIS. Alhasil, pustakawan mampu menggunakan CDS/ISIS namun tidak mengetahui apa yang dilakukannya begitu menghadapi setumpuk data bibliografis di tempat kerjanya atau mengelola berkas-berkas komputer dengan perintah dasar operating system. Seringkali pula penataran/pelatihan tidak memberikan materi tentang konsep automasi dan komputer serta apa yang mesti dipersiapkan dan
Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.1, No.2, Desember 2005 Ardoni: Teknologi Informasi: Kesiapan Pustakawan Memanfaatkannya USU Repository © 2006 Halaman 36
dikerjakan untuk memulai langkah ke arah automasi. Tentunya penyusunan materi penataran/pelatihan demikian perlu direvisi sehingga dapat memberikan bekal yang cukup bagi pustakawan yang menjadi pesertanya.
Rendahnya kemampuan rata-rata pustakawan dalam berbahasa Inggris menyiratkan perlunya penataran atau pelatihan bahasa Inggris bagi pustakawan sekurang-kurangnya tentang bahasa Inggris yang sering digunakan sebagai bahasa perantara manusia dan komputer.
3. Rancangan Program Aplikasi
Program aplikasi perpustakaan dirancang untuk membantu pustakawan dalam sistem automasi. Di Indonesia, program-program tersebut sudah cukup banyak beredar, antara lain Dynix, VTLS, NCI-BookMan, CASPIA, dan sebuah program DBMS (DataBase Management System) untuk pusdokinfo, yakni CDS/ISIS yang bisa diperoleh secara gratis. Khusus mengenai CDS/ISIS, pustakawan IPB telah melengkapinya dengan fasilitas untuk menangani sirkulasi.
Hanya saja tidak banyak di antara program-program di atas yang optimal pemakaiannya, bahkan ada yang tidak digunakan sama sekali setelah dibeli. Dari pandangan sekilas, salah satu kendala dalam pengoperasian program-program itu adalah kurang sesuainya fasilitas program dengan kebutuhan pustakawan, misalnya dalam hal prosedur kerja atau bentuk keluaran (output) tercetak. Sebagai akibatnya, pustakawan menjadi kurang "bergairah" apalagi bila program aplikasi tidak memiliki fasilitas yang diperlukannya.
Hampir semua program aplikasi dibuat oleh perancangnya berdasarkan pengetahuan perancang tentang pusdokinfo dan bukan berdasarkan kebutuhan pustakawan. Pustakawan "dipaksa" mengikuti kemauan program dan bukan sebaliknya program yang mengikuti kebutuhan pustakawan. Keadaan demikian dapat dibalik dengan melibatkan pustakawan dalam merancang program aplikasi, misalnya dalam hal struktur data, format tampilan, atau bentuk keluaran. Untuk itu dibutuhkan jalinan kerja sama antara perancang program (mungkin dari bidang ilmu komputer) dan pustakawan.
Sehubungan dengan itu, pertanyaan yang cukup mengganggu adalah apakah memang perlu mencatat data bibliografi sebanyak yang dinyatakan dalam panduan IndoMARC? Apakah tidak "diperbolehkan" kalau butir data yang dicatat dikurangi jumlahnya dan tanda-tanda "aneh" seperti tudung (^) dieliminasi? Bukankah di Internet yang telah terbukti dapat menjadi sumber informasi, struktur data yang digunakan tidaklah serumit IndoMARC?
4. Peraturan tentang Angka Kredit
Dalam Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional RI Nomor 72 Tahun 1999 yang memuat peraturan angka kredit pustakawan (Indonesia, 1999: 16) tertera angka kredit untuk pekerjaan mengalihkan data bibliografis dalam bentuk manual adalah 0,002 per sepuluh cantuman (record), sedangkan dalam bentuk elektronik adalah 0,003 per sepuluh cantuman. Dalam keputusan yang sama dinyatakan bahwa angka kredit untuk tugas mengelola data bibliografis dalam bentuk katalog kartu (manual) adalah 0,005 per sepuluh cantuman dan dalam bentuk basis data 0,005 per satu file. Perlu ditambahkan, hanya dua butir itulah peraturan angka kredit untuk tugas-tugas yang "berbau" komputer.
Dari peraturan di atas terlihat bahwa penghargaan terhadap pekerjaan yang berkaitan dengan komputer atau automasi masih belum memadai. Secara kasar dapat dihitung bahwa petugas entry data elektronik hanya memperoleh kelebihan satu angka daripada petugas "manual" untuk setiap 1.000 judul. Begitu pula, nilai bagi tugas mengelola data bibliografis secara elektronik ternyata amat kecil bila dibandingkan dengan pekerjaan serupa secara manual. Tugas itu memperoleh nilai yang sama (0,005) untuk beban kerja yang berbeda (10 cantuman dan satu file). Berarti mengelola basis data berisi 10 cantuman secara manual sama nilainya dengan mengelola basis data sebanyak satu file secara elektronik.
Aturan angka kredit bagi pengelola basis data tersebut terasa sangatlah aneh karena membandingkan 10 cantuman dengan satu file. Perlu dicatat bahwa satu file dapat berisi cantuman sebanyak satu, 10, 100, sampai 100.000 bahkan lebih daripada itu. Lalu, apakah yang dimaksud dengan mengelola data bibliografis secara elektronik? Apakah hal ini menyiratkan bahwa pembuat aturan angka kredit pustakawan juga tidak memahami pekerjaan yang berkaitan dengan komputer sehingga membuat aturan yang "lucu" itu? Mengapa tidak
Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.1, No.2, Desember 2005 Ardoni: Teknologi Informasi: Kesiapan Pustakawan Memanfaatkannya USU Repository © 2006 Halaman 37
ada aturan untuk pekerjaan alih media dari dokumen berupa kertas menjadi dokumen terbaca komputer?
Tanpa bermaksud mengecilkan upaya penyusunnya, peraturan angka kredit ternyata masih memerlukan perubahan karena dengan peraturan yang ada sekarang, pustakawan belum akan termotivasi untuk bekerja dalam sistem automasi. Peraturan angka kredit semestinya mampu mendorong pustakawan untuk menerima dan terlibat dalam sistem automasi, Internet, dan sebagainya.
5. Materi Pendidikan Kepustakawanan
Di Indonesia perguruan tinggi yang membuka pendidikan kepustakawanan semakin meningkat jumlahnya. Namun disayangkan, dalam kurikulum perguruan tinggi tersebut materi tentang teknologi informasi tidaklah setara bobotnya. Padahal sejak lama ilmu perpustakaan dan informasi telah memiliki kurikulum nasional yang memungkinkan lulusan setiap perguruan tinggi tersebut memiliki kemampuan yang tidak banyak berbeda termasuk dalam hal pemanfaatan teknologi informasi. Kalaupun memerlukan perubahan, penambahan atau pengurangan mata kuliah tentunya akan berlaku secara menyeluruh pula. Bila dididik dengan kurikulum yang baku, maka ketika telah bekerja, pustakawan "baru" akan setara kemampuannya dalam menggunakan teknologi informasi.
Lebih daripada itu, materi pendidikan kepustakawanan masih terjebak pada pekerjaan-pekerjaan konvensional seperti inventarisasi bahan pustaka menggunakan buku berukuran folio, klasifikasi yang mesti DDC, pengetikan katalog kartu, pembuatan label buku, sirkulasi manual yang menggunakan tiket-tiket peminjaman, dan sebagainya.
6. Organisasi Profesi
Menilik kelima aspek terdahulu, peranan Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) sebagai organisasi profesi terasa semakin dibutuhkan untuk ditingkatkan. Tentunya akan lebih mudah bagi pustakawan untuk saling berkomunikasi dan bekerja sama dengan memanfaatkan wadah ini. Umpamanya ⎯melalui program-programnya⎯ IPI dapat membentuk semacam sanggar-sanggar kerja sebagai tempat "bertukar-cerita" bagi pustakawan.
Peranan IPI juga diperlukan dalam upaya penyetaraan kualitas lulusan lembaga pendidikan kepustakawanan. Dengan kata lain, IPI berperan sebagai lembaga akreditasi yang memantau proses pembentukan sumber daya manusia terdidik itu. Lebih jauh, IPI juga bisa mengakreditasi (calon) pustakawan seperti yang dilakukan oleh organisasi profesi pustakawan di negara maju. Harapan pada IPI tersebut akan menjadi kenyataan bila IPI lebih diberdayakan oleh anggotanya dan yang paling penting oleh pengurusnya; tidak sekedar kongres dan musyawarah daerah untuk memilih pengurus lalu "lupa" bekerja, tetapi ingat untuk melakukan pemilihan pengurus setahun kemudian.
D. Penutup
Teknologi informasi terutama komputer telah merasuk ke bidang kerja kepustakawanan. Semestinya sebagai seseorang yang bergelut dengan (sumber) informasi, pustakawan lebih menguasai komputer daripada orang-orang dari profesi lain sekurang-kurangnya dalam hal pengoperasiannya. Namun kenyataan tidak memperlihatkan demikian. Salah satu titik sudut teknologi informasi saja, yakni sistem automasi malah belum optimal penerapannya sebagai mitra pustakawan. Dari sekian banyak penyebab kenyataan yang kurang menggembirakan ini, faktor manusia merupakan faktor yang dominan.
Ada enam aspek yang berkaitan dengan faktor manusia tersebut, yaitu: (1) sikap pustakawan; (2) kemampuan pustakawan; (3) perancangan program aplikasi; (4) peraturan tentang angka kredit; (5) materi pendidikan kepustakawanan; dan (6) organisasi profesi. Keenam aspek tersebut perlu menjadi kepedulian para pustakawan baik sebagai staf maupun pimpinan agar pustakawan siap memanfaatkan komputer atau teknologi informasi dalam suatu sistem automasi.
Pustakawan perlu diajak serta dalam perencanaan pembangunan sistem automasi. Pustakawan juga perlu menyamakan cara pandangnya tentang sistem automasi dan struktur data bibliografis elektronik.
Peningkatan kemampuan pustakawan juga diharapkan mendapatkan perhatian, terutama dalam hal pengoperasian komputer, perancangan program aplikasi, dan bahasa Inggris. Peningkatan kemampuan tentunya akan
Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.1, No.2, Desember 2005 Ardoni: Teknologi Informasi: Kesiapan Pustakawan Memanfaatkannya USU Repository © 2006 Halaman 38
berdampak positif bila peraturan angka kredit memberikan nilai yang memuaskan bagi pustakawan yang bekerja di bidang tugas yang berkaitan dengan sistem automasi.
Dua lembaga yang dapat menjadi sarana peningkatan kemampuan pustakawan adalah lembaga pendidikan ilmu informasi dan perpustakaan serta organisasi profesi pustakawan. Lembaga pendidikan ilmu perpustakaan yang ada barangkali perlu untuk meninjau ulang kurikulumnya secara bersama-sama sehingga kualitas lulusan setiap lembaga pendidikan tersebut merata.
Dukungan yang paling diharapkan adalah dari IPI sebagai organisasi profesi. Bentuk dukungan dimaksud adalah upaya penggalangan kerja sama antarpustakawan dengan menyediakan wadah bagi pertukaran pengetahuan pustakawan. Lebih lanjut, IPI perlu meningkatkan perannya, sehingga suatu waktu kelak dunia pusdokinfo Indonesia memiliki lembaga akreditasi pendidikan ilmu informasi dan perpustakaan serta lembaga akreditasi bagi pustakawan.
Rujukan
Carrico, Michael A.; Girard, John E.; Jones, Jennifer P. (1989). Building knowledge systems: developing & managing rule-based applications. New York: McGraw-Hill Book Company.
Hariyadi, Utami. (1989). "Pangkalan data bibliografi perguruan tinggi" dalam Laporan Lokakarya Apresiasi Komputer untuk Kepala UPT Perpustakaan. Jakarta, 9-11 Januari 1989. Jakarta: UKKP P3TBLN Dirjen Dikti.
Hariyadi, Utami. (1993). "Penerapan teknologi informasi di perpustakaan di Indonesia." dalam Laporan Kongres VI dan Seminar IPI, Padang, 18-21 November 1992. editor Hendrata Kusbandarrumsamsi, Jakarta: PB IPI.
Indonesia. Perpustakaan Nasional. (1999). Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia nomor 72 tahun 1999 tentang petunjuk teknis jabatan fungsional pustakawan dan angka kreditnya. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Kusumaningrum, Indrati. (1998). "Keberhasilan penerapan otomasi perpustakaan sebagai suatu inovasi di perguruan tinggi." Forum Pendidikan. Nomor 02, Tahun XXIII-1998. pp. 117-139.
Lubbe, J.C.A. Van Der dan Nauta, D. (1992). "Peircean semiotics, culture and expert systems." Int. Forum Information and Documentation. Vol. 17(3) July 1992. p. 3-10.
Pendit, Putu Laxman. (1994). "Makna dan peran informasi dari masa ke masa (bagian II [habis]: ekonomi informasi dan informasi ekonomi." Jurnal Ilmu Perpustakaan dan Ilmu Informasi. Vol. 1(2) April 1994. p. 35-39.
Septiyantono, Tri. (1997). "Pemanfaatan multimedia di pusdokinfo." Makalah pada Kursus Penyegaran dan Penambah Ilmu Perpustakaan, Dokumentasi, dan Informasi (KPP Pusdokinfo) VI, Depok, 13-17 Oktober 1997.
Sulistyo-Basuki. (1991). Pengantar ilmu perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sulistyo-Basuki. (1997). "Perkembangan mutakhir dalam ilmu informasi dan perpustakaan." Makalah pada Kursus Penyegaran dan Penambah Ilmu Perpustakaan, Dokumentasi, dan Informasi (KPP Pusdokinfo) VI, Depok, 13-17 Oktober 1997.
Yusuf, Pawit M. (1988).Pedoman mencari sumber informasi. Bandung: Remadja Karya.
Zager, Pam dan Smadi, Omar. (1992). "A Knowledge-based expert system application in library acquisitions: monographs." Library acquisitions: practice & theory. Vol. 16. 1992. pp. 145-54.